Dengan tubuh bergetar hebat, Papi sedikit memaksaku untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Apa nanti tanggapan Tante Mita, perihal kedatanganku kali ini? Setelah sekian purnama, yang jelas banyak yang berubah dala diri.Ya benar, Anna Pratama Dewi. Bukan lagi perempuan penakut seperti dulu, akan kutunjukan sedang bersama siapa mereka berhadapan.Pintu terbuka lebar, saat seseorang membukanya dengan wajah ditekuk. Belum juga apa-apa, tapi, sudah merasa diajak perang."Masih ingat kamu sama Papi ... Hebat bener, datang disaat dia sedang berjaya," ucap Tante Mita ketus.Aku menelan ludah, berpegang tangan dengan kuat. Merasa ketar-ketir, dia lebih buas dari Mami Dewi.Dan yang paling penting, dia hanya Mami tiri. Ahh, bukankah sama saja? Aku tak perna
"Cepat katakan, ada hal penting apa? Hingga kalin repot untuk datang ke kantor," tanyaku, tak ingin berbasa-basi.Kutatap ketiganya secara bergantian, berakhir pada Angga. Pria yang sudah sah menjadi adik ipar, wajahnya tak banyak berubah. Terlihat selalu bermuram durja!"Santai Anna, kami ke mari hanya untuk mengajakmu ke suatu tempat. Kami ada rencana untuk pergi ke luar Negeri, sekalian Angga dan Anne honeymoon." Penjelasan Mami, cukup telak mengenai hati.Kenapa pula harus mengajakku untuk ikut serta? Jijik, jika harus ikut dengan mereka. Menyaksikan kemesraan, yang tak ingin kulihat."Maaf, aku kerja. Nggak ada waktu untuk ikut bersama kalian," elakku, menahan kekesalan di dalam dada.Setidaknya be
"Jadi ini calonmu itu Put? Cantik, langsing, kayaknya baik." Dengan antusias, Bu Hani terus saja memujiku. Senyumnya yang begitu manis, membuat diri merasa nyaman.Di kelilingi boss Putra, Bu Hani, dan Ayahnya. Aku merasa malu, juga merasa bersalah. Bagaimana jika mereka tahu, kalau apa yang kami tampilkan hanya sebuah kepura-puraan?Terlihat bahwa mereka bukan hanya keluarga kaya, tapi, hangat, dan baik. Apa bisa aku menusuknya dengan sebuah kebohongan?Arggggh, semua ini jelas karena kesalahan boss Putra. Dia menyeretku, ke dalam kubangan yang jelas tak ingin kumasuki.Lama hidup menjomblo, bukannya bersyukur ada yang lirik. Ini malah dengan sok, mau menolak.Parahnya ... Aku mau saja, hanya karena takut dipecat. Please Anna, kalau bukan karena ingin menunjukkan pada Mami
"Jadi ... Anne mengidap penyakit single or multifle fetal demise, satu atau kedua bayi menderita penyakit berbahaya yang mematikan. Begitu dok?" tanyaku, sambil bergidik ngeri. Bahasanya terlalu ribet, untuk aku yang biasa.Sore usai pulang bekerja, aku menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit. Tentu, ingin tahu separah apa penyakit yang sedang Anne derita.Untuk aku berjaga-jaga, dengan harapan lebih bisa tegar demi menolak keinginan Mami dan Anne yang selalu mengorbankan kebahagiaanku.Beruntung, setelah sedikit dipaksa dokter Adi mau sedikit menjelaskan. Meski tidak terlalu detail, sebab ia bilang Mami yang terus mewanti-wanti."Betul .... Kehamilan kembar memiliki resiko yang lebih tinggi, karena dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya," ungkap dokter Adi. Lagi aku hanya
Aku mencebik bibir, merasakan tusukan kekecewaan yang kian mendalam. Apa maksud Anne, ada di dalam mobil dokter Adi saat ini?Kalau bukan karena dokter yang terus memaksa, untuk menjemputku sepulang kerja. Ogah rasanya, dan melihat saudari kembarku rasa itu makin tergambar nyata."Masuk Ann, nanti aku jelaskan." Lagi, aku terpaksa menurut. Duduk di belakang kemudi, sedang mereka berada di depan membuat rasa yang entah apa ... Mengusik relung jiwa.Apa mungkin, dokter Adi ada maksud untuk mendamaikan aku dengan Anne?Aku sendiri nggak masalah, sepanjang dia bersikap apa adanya walau sakit tengah menerjang."Maaf ya Ann, tadi Anne datang ke RS. Kebetulan dia ada ambil obat, jadilah sekalian ak
Dua hari berlalu, dan aku tidak lagi mau membalas setiap pesan maupun telpon dari dokter Adi.Masih sakit hati, dengan kelakuan dia kemarin. Kenapa harus manut dengan permintaan Anne?Ahh, ya aku lupa. Dokter tampan itu jelas tahu betul, kondisi Anne yang tidak boleh tergores hatinya sedikitpun.Lagian, kenapa harus dipikirin sih? Aku dan dokter Adi jelas nggak ada hubungan apa-apa.Arggggh dasar Anna, kamu kenapa sih? Nyesel kenal sama dia, semua karena Mami!"Ann ... Nggak tahu kenapa, aku pikir Anne sedang mencoba untuk menggaet dokter Adi." Dahiku mengernyit, mendengar penuturan Nindy di sela jam istirahat kantor.Namun, apa yang Nindy bilang. Bisa jadi tidak meleset, tapi, kenapa harus sekarang?
"Aku datang ... Karena ada yang ingin dibicarakan," katanya masih berdiri di ambang pintu. Menatapku yang tengah sibuk, menata beberapa barang untuk dibawa ke rumah Papi.Malam itu, aku tidak langsung ikut dengan Papi. Karena harus membereskan banyak hal, juga menegaskan pada Mami tentang aku yang tak mau lagi mencampuri urusan dirinya dengan Anne.Pagi sekali, Angga datang dengan membawa sejuta kerinduan yang seolah ingin aku luapkan.Namun, mati-matian aku menahan. Sadar betul, bahwa kini kami bukan lagi pasangan. Melainkan mantan, dengan status ipar."Silakan masuk Ngga," titahku, untuk sesaat menghentikan aktivitas. Seraya membuka pintu selebar mungkin, "Ada apa?"Setelah sekian lama, baru kali ini aku dan Angga bisa bicara. Hanya berdua tanpa ad
"Makan yang banyak Anna, aku lihat kamu seperti kekurangan gizi. Kurus dan tak bergairah," ucap boss Putra. Terdengar seperti cemoohan, yang cukup telak mengenai hati.Kalau Mami dengar, bisa ngamuk dia. Tapi, memang dalam hal makanan wanita itu selalu memberi yang terbaik.Untuk soal keadilan, tahu sendirilah. Aku lagi nggak ada mood bagus, untuk membahas hal seperti ini. Lagi dan lagi.Malam ini boss Putra, mengajakku makan di salah satu Restoran bintang lima. Setelah sebelumnya minta izin kepada Papi, sempat kesal karena Tante Mita terlihat ganjen.Seharusnya wanita itu sadar, untuk cukup tahu diri agar bersikap layaknya seorang istri yang baik.Lagi, aku hanya bisa mendengkus kesal. Apalagi, boss Putra terlihat beramah-tamah kepada Tante Mita.&nb