Share

Hari Pertama

"Apakah jalan terbaiknya adalah berpisah?" batinnya. Sepia tertegun cukup lama, memandangi bayanganya di cermin. Tenggelam dalam banyak pengandaian dan kekhawatiran.

Bayangan Ray tiba-tiba saja muncul di cermin itu, seolah nyata ada di belakangnya. Ia mengerejap dan memejamkan matanya dalam-dalam. Rindu dan amarah mungkin tengah berkelahi mengalahkan ego di dalam dadanya.

"Ah, kepalaku kenapa tiba-tiba sakit sekali..." Ucapnya pelan seraya memijat keningnya.

Ia menghela napas berat, setelah minum segelas air ia beralih meraih bedak dan gincu. 

"Kenapa Biru tidak boleh ikut? Biru tidak akan nakal kok. Janji tidak akan mengganggu nanti di kantor ibun," Shabiru datang dan kembali merengek di samping meja rias. Sedikit mengganggu konsentrasi ibunya yang sedang memoleskan bedak tipis.

"Enggak Biru. Biru lebih aman di sini sama Oma. Nanti Vanilla juga akan ke sini lho. Nanti kalo ikut ke sana tidak ada teman."

Sepia berdiri, merapikan setelan kameja berwarna navy yang ia kenakan. Ia menguncir rambutnya yang sedikit bergelombang, membuat penampilannya tetap terlihat santai namun rapi.

"Hmm..." anak itu bergeming. Ia terus membuntuti ibunya sampai ruang tengah.

Setidaknya mungkin hanya hari ini Sepia akan meninggalkan putranya seharian penuh, karena sasuai kabar yang ia dengar tahun ini banyak perusahaan yang akan lebih banyak mempekerjakan karyawannya dari rumah dengan sistem online.

"Shabiru, kemari sayang!" Oma Ina yang tengah duduk di sofa memanggilnya.

"Ibumu mau keluar sebentar, kamu temani Oma saja ya. Memangnya tidak kasihan Oma sendirian?" 

Bibir kecil Shabiru masih terlipat datar namun saat melihat raut renta Oma Ina, bahu anak kecil itu berangsur turun. Ia menghela napas cukup panjang sebelum akhirnya mengangguk pelan untuk mau ditinggalkan.

"Ya mau kan temani Oma? Nanti kita buat kue kering," Oma Ina masih berusaha membujuk.

"Iya Oma..." sahut Shabiru pelan.

"Biru harus nurut sama Oma ya, jangan nakal. Jangan lupa makan siangnya nanti," ia mengecup kening Shabiru.

Sepia sedikit tersenyum lega. Setidaknya ia bisa memulai harinya dengan lebih tenang karena Shabiru mau menurut. Ia segera berangkat menuju kantor dengan ojek online yang sudah menunggunya.

"Dadah!" teriak Shabiru sembari berdiri di ambang pintu.

"Ibun, jangan pulang terlalu malam ya!" teriaknya lagi.

Shabiru melambaikan tangannya. Saat motor yang membawa ibunya menjauh, gerakan tangannya perlahan memelan.

Sungguh, Sepia selalu merasa bersalah jika harus meninggalkan putranya sendirian. Namun, tidak ada lagi pilihan yang paling tepat selain hal itu.

"Maaf ya sayang, Ibun udah bohongin kamu. Ibun terpaksa, Ibun ingin melindungi kamu, kamu gak berhak merasakan kekecewaan yang ibun rasakan. Biar ibun saja yang merasakan, ibun berjanji untuk selalu menjagamu," gumamnya dalam hati.

"Mbak maaf, sebelumnya boleh mampir sebentar ke toko kue?"

Di tengah perjalanan tiba-tiba pengemudi ojol melambatkan laju motornya. Ia bertanya ragu-ragu, membuyarkan lamunan Sepia.

"Ada apa memangnya Pak?" Sepia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, sepertinya tidak masalah memotong sedikit waktunya ia tidak akan terlambat juga.

"Jadi gini loh Mbak, istri saya lagi ulang tahun, kebetulan rumah saya searah sama alamat kantor Mbaknya. Ulang tahunnya kemarin sih, saya bener-bener lupa karena lagi banyak orderan. Eh tadi pagi tiba-tiba dia ngedumel mulu. Kayaknya marah, cuma ga ngomong terus terang. Nyindir-nyindir saya mulu Mbak," jelas supir ojol itu dengan suara samar-samar tertiup udara namun mampu terdengar jelas oleh Sepia.

Sontak saja Sepia tersenyum geli mendengar penjelasan itu.

"Gimana Mbak? Boleh enggak, ini soalnya istri saya udah uring-uringan lagi. Haduh mana pake acara upload status di sosmed." Kali ini nada suaranya lebih terdengar memohon-mohon.

"Iya boleh kok Pak. Kebetulan jam masuk kerja juga masih lama," sahut Sepia dengan santai.

"Waduh Mbak, terima kasih banyak ya,"

Selang beberapa meter, motor kembali menepi di salah satu toko kue ternama. Bapak itu langsung masuk tergesa, Sepia memperhatikannya. Apa yang dilakukan bapak ojol itu adalah candaan sekaligus tamparan baginya. Sepia bisa melihat kesabaran dan cinta sekaligus.

Getir kembali disesap hatinya. Betapa ia iri dan cemburu, bahkan ia tak tahu ia akan diperlakukan semanis itu lagi atau tidak.

Sekitar dua puluh lima menit setelah selesai membeli kue tart, ia sampai ke tempat yang ia tuju. Ia kembali ke tempat yang beberapa tahun lalu ia tinggalkan.

"Mbak, saya benar-benar berterima kasih," ucap lagi Pak Ojol itu entah untuk ke berapa kalinya. Ia tampak tak bosan mengulangi perkataan yang sama sepanjang perjalanan.

"Iya Pak, sama-sama, lain kali tanggal-tanggal penting diingat ya biar istrinya tidak marah-marah lagi," 

"Oh iya Mbak, tolong jangan kasih saya bintang satu ya," Pak Ojol itu nyengir lebar.

"Iya Pak aman, bintang lima kok," jawab Sepia dengan pasti.

Ia kembali melangkahkan kaki meninggalkan area gerbang.

"Eh Mbak satu lagi!" kali ini Pak Ojol berteriak, Sepia berbalik dengan kebingungan.

"Kenapa lagi Pak?" tanyanya heran. Padahal ongkos sudah dibayar, bintang lima juga sudah ia tekan.

"Anu Mbak, helm saya. Belum Mbak lepas," Pak Ojol itu berusaha menahan tawanya.

Tentu saja Sepia merasa malu bukan kepalang, untung saja tidak ada orang yang memperhatikannya.

"Benar-benar memalukan!" Ia memasuki gerbang dan memaki dirinya sendiri.

Sepia mulai berjalan pelan memasuki lobi, melewati lorong panjang yang menghubungkan ruangan satu dan lainnya. Ia merasakan bagaimana dinding-dinding itu tengah menyambut kedatangannya.

"Selamat datang kembali Nona Sepia," suara nyaring seorang perempuan langsung menyapanya ketika ia baru menginjak ubin pertama lantai dua.

Sontak ia diam beberapa saat, merasakan ada udara dingin yang merambat di tubuhnya. Atmosfer kantor saat ini memang sangat banyak berubah, lebih rapi namun juga lebih sepi.

"Senang bisa bertemu denganmu lagi," suara itu terdengar semakin tegas.

Sepia membalikan badannya ke arah suara itu, "Selamat pagi Bu Nilam," sapanya setelah memastikan wajah yang ia lihat adalah rekan kerjanya dulu yang saat ini telah naik jabatan sebagai atasannya.

"Senang juga ibu memberikan kesempatan untuk bergabung kembali," Sepia mengulas senyum.

Sayang balasan senyum yang ia lihat dari Nilam berbeda. Nilam, perempuan bermata tegas itu hanya tersenyum tipis bahkan tidak mengucapkan apa pun lagi. Ia berlalu begitu saja setelah beberapa orang datang menyodorkan map-map berkas kepadanya. Terasa aneh, namun Sepia langsung menyadari bahwa memang perlahan satu persatu berubah.

"Sepia?!"

Teriak seseorang dari ujung lorong, kemudian berlari cepat menghampirinya.

"Aku gak mimpi 'kan?" Ara, ketua divisi marketing langsung memeluknya dengan erat.

Selebihnya tidak ada yang banyak berubah, tetapi bukan berarti semuanya masih serupa dan sama seperti dulu. Ia merasakan ada sesuatu yang hilang dan berganti di tempat itu. Meski, teman-teman lama Sepia merasa senang bisa bertemu dengannya lagi.

"Aku senang kamu kembali Pia," 

"Mungkin semuanya tetap terlihat sama seperti dulu Pi, seperti tidak ada yang berubah. Padahal sekarang semuanya jelas-jelas berbeda." keluhnya lagi.

"Kamu kenapa Pi?" tanya Ara keheranan setelah melihat Sepia tengah sibuk menatap layar ponselnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status