Kesempatan Kedua untuk Cinta

Kesempatan Kedua untuk Cinta

By:  Takhingga19  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
84Chapters
1.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kehidupan Sepia benar-benar malang. Ia seperti langit yang kehilangan warna jingga saat kehidupan keluarganya yang terbilang sempurna ternyata runtuh oleh pengkhianatan suaminya. Sepia membawa putranya yang bernama Shabiru untuk pergi meninggalkan rumah yang tak lagi memiliki kehangatan di dalamnya. Takdir seolah merestui perceraian mereka dengan mudah sekali. Ia pikir, dengan status barunya rasa sakit yang ia Terima itu akan segera sembuh dan ia bisa memulai kembali karirnya secara normal. Namun ternyata ia salah, takdir masih memberikannya banyak kejutan yang tak pernah ia duga. Sepia semakin jatuh sehancur-hancurnya, ia juga kembali dihadapkan dengan Panji, seseorang dari masa lalunya. Akankah takdir masih memberikan Sepia bab kebahagiaan dalam kehidupannya? Akankah ada jingga yang indah untuk Sepia?

View More
Kesempatan Kedua untuk Cinta Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Takhingga19
yyyyyyyyyyyyyyyy
2022-11-30 09:47:53
0
84 Chapters
Alkisah
"Kenapa sih akhir-akhir ini Biru susah sekali makan? Apa mau makan di luar? Di mall?" tanyanya berusaha mengganti topik pembicaraan. Shabiru menempelkan kepalanya ke meja, bersandar dengan lesu. Ia tak lantas menjawab dan hanya diam saja beberapa saat. "Tidak. Biru tidak ingin makan di luar. Kenapa ayah tidak sarapan di rumah? Biru hanya ingin sarapan dengan ayah." ucapnya dengan suara pelan seraya menggeleng. Sepia menelan ludah, niat hati ingin mengalihkan perhatian Shabiru, justru ia malah membuatnya kembali murung. Sepia juga baru sadar perubahan pola makan Shabiru memang bersamaan dengan kesibukan ayahnya yang akhir-akhir ini jarang sekali ada di rumah. "Apakah ayah benar-benar sangat sibuk Ibun?" Sepia mengangguk pelan, kenyataannya perempuan itu juga sangat membenci kesibukan suaminya. Kesibukan yang berhasil memupuk kerinduan begitu besar, sekaligus menciptakan kekhawatiran yang mungkin semakin hari juga semakin berlebihan."Sabar ya sayang, ibun juga sudah mengatur jadwa
Read more
Kabar Pahit
"Ini gak mungkin Ale! Kalian gak lagi kerja sama buat ngerjain aku 'kan?! Sumpah ini gak lucu..." perlahan wajah Sepia berangsur memucat.Alea menelponnya setengah jam lalu dengan suara tenang dan penuh kerinduan. Namun sekarang, bagaimana bisa sahabat dekat Sepia itu justru mengutarakan sesuatu yang membuat Sepia bahkan nyaris kehilangan kesadaran. Mereka tidak duduk lama di kafe itu, ia juga tidak meneruskan perjalanannya ke restoran Ray. Ia memilih memutar balik, kembali ke rumah. Ia hanya ingin menunggu suaminya pulang.Sepia masih berusaha menghubungi Ray, namun hasilnya tetap percuma. Bahkan pesan singkatnya kini sepertinya tak dilirik sedikit pun.Suara Alea terus berdengung sepanjang perjalanannya. Membutnya terus menerus dirundung ketakutan. Ketakutan bahwa hal yang Alea beritahukan adalah hal yang benar."Maaf Pia, aku tahu kamu pasti kaget banget. Makannya aku minta kamu dateng langsung, aku mau jelasin apa yang aku lihat dan apa yang aku dengar secara langsung ke kamu. Se
Read more
Pergi Diam-diam
Sekitar pukul dua pagi, Sepia keluar dari kamar. Rupanya menangis semalaman membuatnya dehidrasi. Ia lantas pergi ke dapur. Suara air yang mengalir dari dispenser terdengar cukup nyaring. Ia kembali meletakan gelas setelah meneguk dua gelas air mineral."Boleh kita bicara sekarang?" Suara Ray menadadak memecah keheningan.Kursi berderit saat Ray menarik kursi dan duduk di hadapan Sepia, jarak mereka hanya terpaut oleh meja makan yang tidak begitu lebar."Aku tidak pernah tidak memilirkan kamu dan Shabiru." ucapnya lagi.Ray memiliki mata yang bulat tegas dengan iris hitam bak gerhana, beberapa detik pandangan mereka saling bertaut."Kamu yang harusnya bicara Ray. Aku akan mendengarkan dan sebisa mungkin berusaha mengerti..." Sepia menjeda kalimatnya beberapa saat. "Itu pun jika memang pantas ada yang masih bisa dimengerti," lanjutnya lagi.Ray menggenggam tangannya sendiri, terlihat betapa ia berusaha untuk berbicara jujur. Beberapa lama, hanya detak jam yang terdengar memecah kesuny
Read more
Menjeda Rasa
Pagi hari Sepia duduk di kursi kayu, menghadap jendela yang membingkai pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Ia menyesap secangkir teh hangat dengan perlahan. Raganya mungkin sedang ada disana menatap dinamika gedung-gedung dan segala kesibukannya, namun lamunan menyeret paksa ingatannya pergi jauh ke masa silam. Rasanya baru kemarin, tapi ternyata ia telah sampai sejauh ini. Sampai pada takdir dan nasib yang diluar rencananya. Rasanya baru kemarin ia menerima ajakan Ray untuk hidup bersama, namun hari ini lelaki itu tega berlaku tanpa logika. "Yang lalu-lalu jangan terlalu dipikirkan nak. Kurang baik," seorang perempuan renta menyeret kursi dan duduk di sebelahnya. Rambutnya sudah memutih separuh, Oma Ina panggilannya. Pemilik rumah sekaligus bibi dari Alea. Mendengar Sepia kebingungan mencari tempat tinggal di Jakarta, Alea akhirnya menawarkan kediaman bibinya. Selain karena ia tinggal sebatang kara, ia juga tidak memiliki anak sama sekali. Suaminya meninggal enam tahun la
Read more
Bangku di Sudut Ruangan
"Kemarin restoran Ray tertimpa musibah kebakaran Al...""Astaga? Tapi gak ada korban jiwa 'kan?" Alea tampak terkejut karena Sepia memang belum memberitahunya sama sekali.Sepia menggeleng kecil, ia terlihat menarik napas panjang. "Ray bilang dia mau pergi ke restoran. Terus aku ikutin diam-diam, tapi ternyata dia gak pergi ke sana. Dia malah ke apartemen perempuan itu," sorot mata Sepia kembali berkaca."Alea, Ray bohong lagi. Dia bilang kalo dia ngelakuin semua itu terpaksa, tapi sikap dia lagi-lagi kayak gitu."Sepia berbicara pelan dan sehati-hati mungkin, mengingat di depan mereka ada dua anak kecil yang belum dan tidak boleh mengetahui apa-apa.Alea juga tidak berbicara banyak, semakin mereka membahas Ray, Sepia semakin terjebak dalam kecemasannya."Sudah, tenang Pia. Sekarang kamu disini untuk menenangkan diri, semoga kamu cepat menemukan jalan keluar terbaiknya," Alea mengusap bahu Sepia."Eh nostalgia bentar sih, pojok bangku itu." ia mengarahkan telunjuknya ke meja paling
Read more
Hari Pertama
"Apakah jalan terbaiknya adalah berpisah?" batinnya. Sepia tertegun cukup lama, memandangi bayanganya di cermin. Tenggelam dalam banyak pengandaian dan kekhawatiran.Bayangan Ray tiba-tiba saja muncul di cermin itu, seolah nyata ada di belakangnya. Ia mengerejap dan memejamkan matanya dalam-dalam. Rindu dan amarah mungkin tengah berkelahi mengalahkan ego di dalam dadanya."Ah, kepalaku kenapa tiba-tiba sakit sekali..." Ucapnya pelan seraya memijat keningnya.Ia menghela napas berat, setelah minum segelas air ia beralih meraih bedak dan gincu. "Kenapa Biru tidak boleh ikut? Biru tidak akan nakal kok. Janji tidak akan mengganggu nanti di kantor ibun," Shabiru datang dan kembali merengek di samping meja rias. Sedikit mengganggu konsentrasi ibunya yang sedang memoleskan bedak tipis."Enggak Biru. Biru lebih aman di sini sama Oma. Nanti Vanilla juga akan ke sini lho. Nanti kalo ikut ke sana tidak ada teman."Sepia berdiri, merapikan setelan kameja berwarna navy yang ia kenakan. Ia mengunc
Read more
Biang Gosip
"Aku perhatikan, sekarang kamu ini menjadi lebih pendiam. Kamu seperti melamun. Apa ada masalah tentang hari pertamamu ini?" Rupanya Ara memperhatikan Sepia sangat detail. Seharian ini usai meeting, Sepia memang sudah mulai fokus pada pekerjaan yang dipegangnya duduk di depan laptop dan menggulir layar monitor. "Ah, tidak juga Ra. Biasalah, aku juga harus beradaptasi lagi. Banyak yang berbeda sekarang ini, sistem kerja yang baru lebih efesien namun kita harus benar-benar siap on time setiap waktu ya," Kedua perempuan itu keluar meninggalkan ruangan. Kantor sudah sangat sepi karena jam kerja juga sudah selesai setengah jam lalu."Ya, begitulah. Sekarang kita tidak perlu terburu-buru mengadakan meeting, menganggarkan dana besar untuk sewa tempat dan sebagainya. Bekerja dari rumah, lebih nyaman dan bisa hemat transportasi 'kan. Apalagi sekarang segala kebutuhan serba mahal," sahut Ara."Soal Nilam, anggap aja dia gak ada. Setelah naik jabatan, sombongnya bukan main..." bisik Ara tepa
Read more
Bayangan
"Seharusnya kita sekarang ini sedang menikmati secangkir kopi hangat, bersantai di balkon atau masih tidur nyenyak. 'Kan, aneh banget emang direktur tercantik kita itu seneng banget ngerjain orang," protes lagi Ara. Entah sudah berapa kali ia terus mengulangi perkataan yang sama."Urgent Ara. Toh sebentar ini," sahut Sepia tetap santai."Justru itu, cuma sebentar juga kenapa gak lewat zoom aja? Aneh kan emang. Itu akal-akalan Nilam aja biar kita semua tahu kalo CEO itu juga punya peran penting di kantor ini. Alias Nilam mau pamer kalo kekasihnya juga punya harta dan tahta mentereng," ungkapnya lagi semakin meradang."Hm, ya..." Sepia hanya mengedikkan bahu, apa yang diucapkan Ara memang ada benarnya juga."Tampang laki-laki kayak CEO tunangannya Nilam itu nih ya paling-paling cewe simpenannya sekecamatan," Ara tertawa sinsis. "Berani taruhan," ia mengacungkan jemari telunjuk dan tengahnya."Sssstttt!" Sepia refleks menutup mulut Ara ketika Nilam tiba-tiba lewat di depan mereka. Beber
Read more
Ketakutan Terbesar
Sepia pulang dengan tergesa setelah mendapat telepon dari Oma Ina. Katanya, Shabiru tiba-tiba demam. Tadi pagi, ketika ia berangkat ke kantor putranya itu memang belum bangun terpaksa ia harus meninggalkannya karena rapat dadakan itu.Sepia berlari tunggang langgang turun dari mobil, memasuki rumah Oma Ina. Ia sangat panik, terlebih karena dahulu sewaktu baru lahir putranya itu juga pernah mengalami kondisi drop sehingga harus mendapat penanganan intensif dari dokter. Ia tidak ingin hal yang sama terulang untuk kedua kalinya. Sakit seringan apa pun, sudah naluri seorang ibu akan merasa cemas."Sejak kapan Oma?" pintu berderit pendek saat Sepia memasuki kamar.Pandangannya langsung melihat Shabiru yang masih tertidur, ditemani Oma Ina di sampingnya."Dari tengah hari. Bangun tidur dia menangis menanyakan keberadaanmu, dia murung seharian ini. Dia juga terus mengigau ayah," jelas wanita renta itu."Dia enggak sesak napas 'kan Oma?" tanyanya lagi."Tidak Nak. Tenanglah,"Oma Ina beranja
Read more
Keputusan
"Aw!"Lorong yang menghubungkan ruangan admin, tamu dan ruangan staf memang selalu dingin dan sepi. Suara pekikkan pelan pun terdengar bergema.Tas make up yang belum tertutup rapat yang dibawa Sepia juga ikut terjatuh ke lantai menumpahkan segala isi di dalamnya."Ah sial!" Sepia kembali mengumpat dalam hati. Entah sudah berapa kali ia mengatai dirinya sendiri hari ini. Lekas ia segera berdiri."Maaf,"Suara bariton yang ia dengar cukup mengusik pendengarannya. Ya, untuk kali ini Sepia mengakui ia juga ceroboh karena tergesa dan tidak memperhatikan jalannya.Ia juga tak menyahut apa-apa, bibirnya hanya melukiskan garis datar. Ia kembali memunguti kosmetiknya yang berceceran, tanpa mempedulikan sekitar.Semakin hari, Sepia rupanya harus menghadapi banyak kesialan yang tak pernah terduga."Yah, Mba maaf... Lipstiknya pecah," ucap lagi lelaki itu, ia mengambil tabung kaca kecil yang pecah dan menumpahkan cairan kental berwarna merah pekat itu. Sepia masih acuh seperti orang tuli, bahka
Read more
DMCA.com Protection Status