Kehidupan Sepia benar-benar malang. Ia seperti langit yang kehilangan warna jingga saat kehidupan keluarganya yang terbilang sempurna ternyata runtuh oleh pengkhianatan suaminya. Sepia membawa putranya yang bernama Shabiru untuk pergi meninggalkan rumah yang tak lagi memiliki kehangatan di dalamnya. Takdir seolah merestui perceraian mereka dengan mudah sekali. Ia pikir, dengan status barunya rasa sakit yang ia Terima itu akan segera sembuh dan ia bisa memulai kembali karirnya secara normal. Namun ternyata ia salah, takdir masih memberikannya banyak kejutan yang tak pernah ia duga. Sepia semakin jatuh sehancur-hancurnya, ia juga kembali dihadapkan dengan Panji, seseorang dari masa lalunya. Akankah takdir masih memberikan Sepia bab kebahagiaan dalam kehidupannya? Akankah ada jingga yang indah untuk Sepia?
View More"Apakah ayah benar-benar sangat sibuk Ibun?"
Sepia mengangguk pelan, kenyataannya perempuan itu juga sangat membenci kesibukan suaminya. Kesibukan yang berhasil memupuk kerinduan begitu besar, sekaligus menciptakan kekhawatiran yang mungkin semakin hari juga semakin berlebihan.
"Sabar ya sayang, ibun juga sudah mengatur jadwal liburan kita loh," Sepia menarik kursi dan mengambil piring.
"Nasinya sedikit saja ya Ibun!" protesnya ketika melihat piring yang hampir penuh.
"Ayah sibuk sekali. Ayah tidak akan berbohong 'kan?" Lengkungan senyum Shabiru membuat kekesalan di hati Sepia perlahan meluruh sejenak, sebelum akhirnya kalimat yang terlontar dari mulut mungil itu kembali menghantam perasaannya bagai sebongkah batu tajam.
Ia hanya mampu menjawab dengan gelengan kecil dan segaris senyum. Berharap keyakinan yang ia miliki juga dapat tumbuh dengan kukuh pada Shabiru.
"Ayah menyebalkan..." Shabiru menyangga wajah dengan kedua telapak tangannya.Sepia beranjak mendekati putranya, sekali lagi membelai lembut rambutnya, "Rupanya putra Ibun ini sangat rindu ya dengan ayah. Sabar ya sayang, restoran ayah benar-benar sedang ramai loh sekarang ini, banyak orang yang senang makan disana. Jadi terpaksa deh ayah selalu berangkat lebih awal dan pulang larut.""Ah, itu tidak adil ibun. Masa ayah lebih memperhatikan makanan untuk orang lain daripada kita," protesnya lagi. "Sekarang makan dulu, nanti ibun akan menegur ayahmu agar meluangkan waktu untuk putra yang sangat merindukannya,"Sepia mengulas senyum, hal itu juga turut membuat raut lesu Shabiru perlahan mulai menghangat. "Janji ya Ibun?" Shabiru mengulurkan jari kelingkingnya yang mungil. Sepia menautkan kelingkingnya, lalu merengkuh putranya dengan erat, "Iya ibun janji."Pintu tinggi dengan ukiran khas Jawa kental pada kayu jati di rumah mewah bergaya tradisional modern milik keluarga Mahesa itu berdiri begitu megah, bak menggambarkan betapa kokohnya hubungan di dalam rumah itu. Kehidupan Sepia memang nyaris terbilang sempurna, kehidupan yang didambakan banyak wanita diluaran sana, paras yang cantik, sukses dalam karir, memiliki keluarga harmonis, dan berkecukupan. Usianya sekarang 26 Tahun. Sepia memiliki karir yang cemerlang sebagai editor dan penulis di salah satu penerbit mayor di Jakarta, sayangnya dua tahun lalu setelah anak laki-lakinya yang bernama Shabiru genap berusia 3 tahun ia memutuskan untuk hibernasi dari pekerjaannya agar lebih fokus mengurus keluarga. Di samping karirnya yang sukses, Sepia juga berhasil membina rumah tangganya bersama seorang pengusaha, Ray Mahesa.... Siang hari, Sepia bergegas keluar rumah untuk menemui Ray suaminya. Sesuai informasi yang ia dapatkan, suaminya sedang berada di restoran cabang Malioboro. Ditemani supirnya, ia pun segera berangkat ke sana. Nada sambungan telepon terdengar berulang tanpa pernah mendapat jawaban. Sudah tiga kali Sepia berusaha menelepon Ray, namun hasilnya tetap sama."Sesibuk itukah di restoran?" Sepia menurunkan ponsel dengan raut muka kesal.Selain untuk membicarakan perihal Shabiru, ia juga mendapati sebuah map yang sepertinya merupakan berkas penting Ray tertinggal di ruang tengah. Untuk itu ia juga bermaksud mengantarkan berkas itu. "Ah, gak papalah sekali-kali memberikan kejutan untuknya," batin Sepia dalam hati sembari memperhatikan pemandangan luar jendela mobil. "Pa Man, nanti mampir ke toko kue langganan ya." ucap Sepia. "Baik Non," sahut lelaki yang separuh rambutnya sudah memutih itu. Mobil langsung menepi ke deretan ruko berwarna nyentrik tak jauh dari jalan besar. Dengan cepat, Sepia melenggang keluar menuju toko kue langganannya. Tangannya mendorong pintu kaca, kemudian disambut pelayanan ramah pramuniaga disana. "Mau pesan seperti biasa kah Bu? Cupcake cokelat avokado?" tanya perempuan itu memastikan. Sepia mengangguk, "Ya, seperti biasa."Ray sangat menyukai cupcake avokado cokelat. Sepia ingin memberikan sedikit kejutan manis juga siang ini.Tak berselang lama, ponselnya tiba-tiba berdenting berulang kali pertanda banyak pesan yang menumpuk di kolom pesan masuknya. Namun hal itu tidak terlalu ia risaukan, paling-paling Shabiru yang iseng mengiriminya voice note karena tadi tidak sempat bilang mau keluar saat ia tengah tidur siang. "Ini Bu, Pia. Totalnya seperti biasa, Rp. 61.000," sebuah boks persegi panjang berwarna emas mentereng disodorkan kepadanya. Setelah membayar, Sepia langsung beranjak meninggalkan toko itu, "Oke Terima kasih,"Ketika sampai di mobil, ia kembali membuka ponselnya. Ia pikir jika bukan dari putranya, pesan itu mungkin berasal dari suaminya. Namun lagi dugaannya salah. Pesan-pesan yang dikirimnya sejam lalu tidak berbalaskan sepatah kata pun oleh Ray, hanya memampangkan dua centang biru. Sebagai seorang perempuan, tentu saja ia benar-benar merasa kesal terhadap suaminya. Ia jadi berpikir bahwa suaminya bukan sibuk, tapi sudah tidak peduli dengannya lagi. Keningnya kembali dibuat mengerut seketika, ternyata pesan dan telepon itu berasal dari salah satu sahabat lama yang sudah jarang bertukar kabar dengannya. "Alea?"Dengan perasaan senang, Sepia langsung mengangkat panggilan itu. "Halo Ale! Aku seneng banget kamu telpon-""Hai, Pi. Aku lagi di Jogja nih, bisa ketemu sekarang?" Nada suara Alea terdengar begitu tenang seperti biasanya. Sepia melirik ke arah arloji yang bertengger di pergelangan tangannya, "Harus sekarang banget ya? Soalnya ini aku mau ketemu Ray dulu,""Iya, soalnya nanti sore aku harus pulang lagi ke Jakarta. Bisa kan ya? Sebentar kok.""Ayolah Pi, cuma sekali ini aja," rayu lagi Alea.Setelah menimbang-nimbang, ia pikir tak ada salahnya jika mampir sebentar menemui Alea. Lagipula sudah lama sekali mereka tidak bertemu, terpisah karena kesibukan masing-masing. "Pa, kita ke Kafe Kaktus dulu, letaknya tidak jauh dari restoran Ray yang kita tuju kok."Sekitar dua puluh menit berlalu, mobil kembali menepi di sebuah kafe minimalis berciri khas tumbuhan gurun itu. Seperti namanya, kafe Kaktus memang dihiasi beraneka ragam jenis Kaktus yang berbaris rapi di depan dinding kaca. Juga kaktus-kaktus kecil di atas meja. Sepia berjalan pelan menyusuri setiap sudut tempat itu, mencari dimana kiranya keberadaan Alea. Sampai akhirnya sebuah pelukan hangat merengkuh badannya dari belakang. "Bagaimana kabarmu Pia?"Sepia membalikan badan dan meraih kedua tangan sahabatnya itu, "Aku baik, kamu apa kabar?"Percakapan keduanya tak lepas dari sorot mata haru dan rindu. Rupanya pertemuan singkat itu benar-benar mampu melipur kehausan kabar masing-masing. Sayangnya percakapan hangat mereka tak berlangsung lama, ketika ternyata Alea meminta Sepia datang bukan sekedar mampir basa-basi. Ada kabar pahit yang Alea bawa.Bukan, kabar pahit itu bukan perihal Alea sendiri, namun justru menyangkut Sepia. Setelah Alea menyodorkan layar ponselnya dan memperlihatkan beberapa foto, Sepia langsung terduduk lemas. "Ini gak mungkin Ale!"Sore hari, ketika udara sedang hangat-hangatnya, Sepia sedang berada di stasiun.Anak kecil yang ketika berdiri tingginya sama dengan Sepia ketima berlutut itu memeluk erat Sepia, melesak dalam pundaknya cukup lama dan enggan melepas pelukannya."Sayang," panggil Sepia dengan lembut.Setelah banyak hal terlewati, akhirnya Shabiru akan pergi mengunjungi Yogyakarta, mengunjungi kota kelahirannya. Kota yang sering banyak orang sanjung sebagai kota yang istimewa. Shabiru melepaskan pelukannya, lalu menatap wajah ibunya lamat-lamat dengan tatapan sendu."Ibu tidak apa-apa aku tinggal dulu?" tanyanya.Sepia tersenyum dan membelai lembut wajah anaknya. "Tidak apa-apa. Kan katanya kamu mau mengunjungi adik kecil?""Ibun, kalau ada apa-apa minta tolong sama Kak Panji saja, ya. Dia pasti akan selalu membantu ibun. Aku sudah bilang padanya agar sering-sering mengunjungi ibun."Sepia mengangguk mengiyakan permintaan anak kecil itu. "Iya, iya siap kapten!"Shabiru menghela napas berat lalu memeluk
Beberapa saat keheningan kembali meliputi Sepia dan Panji.Panji terlihat menarik embuskan napas beberapa kali, seolah ada keraguan yang menahan perkataan yang akan ia ucapkan pada perempuan itu. "Aku ... mm ...." Panji bergeming.Sepia menoleh saat Panji mulai berbicara, tetapi lagi-lagi Panji kehilangan kata-kata setiap menatap Sepia."Kenapa? Apa kamu sedang ada masalah?" tanya Sepia.Panji langsung menggeleng seraya tersenyum. "Tidak.""Nanti malam kamu ada acara nggak?" tanya Panji."Sepertinya tidak, kenapa memangnya?""Aku ingin mengajakmu keluar untuk makan malam. Tapi kalau kamu sibuk atau mau istirahat, aku tidak ingin memaksa," jelas Panji setengah menahan gugup."Boleh. Udah lama juga aku nggak makan di luar," sahut Sepia tanpa pikir panjang.Kejadian yang baru ia alami cukup membekas, ia takut jika San datang lagi dan mengganggunya. Barangkali bila bersama Panji, ia bisa menghindar dari kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.Sepia tahu, San bukanlah laki-laki yang mud
Jarak wajah Sepia dan San mungkin hanya satu jengkal. Sepia bisa merasakan embusan napas laki-laki itu semakin dekat. Dada Sepia benar-benar bergemuruh, ada ketakutan yang dia rasakan. Ketakutan itu berkali-kali lipat lebih besar dari ketakutan yang dulu ketika San hampir melakukan hal yang sama padanya. Bedanya, dulu San memintanya dengan lemah lembut, tidak seperti yang terjadi saat ini. Laki-laki itu benar-benar kasar, memaksa, dan tidak memiliki etika."Kamu ... bohong soal mencintaiku. Semua yang kamu katakan hanya omong kosong yang tidak bisa dilihat apalagi dibuktikan. Aku membencimu San, sangat membencimu! Aku tidak sudi bertemu denganmu lagi!" Napas Sepia terengah-engah, ia terjebak dalam situasi yang benar-benar mendesak. Ia berusaha berpikir keras, mencari cara untuk melarikan diri. "Aku peringatkan sekali lagi, menjauhlah dariku!"San sudah berubah menjadi laki-laki dewasa yang telah melihat dunia lebih luas. Dia benar-benar bisa melakukan apa pun dan Sepia tidak ingin dip
Seminggu berlalu, hari-hari Sepia kembali berjalan baik. Shabiru sudah pulih dari sakitnya dan Sepia kembali disibukkan dengan urusan tokonya. "Mel, sekarang aku mau pergi belanja. Nanti kalau ada tamu penting minta hubungi lewat telepon aja ya. Soalnya aku bakalan agak lama nih. Stok toko yang harus dibelanjain udah dicatet semua, kan?"Sepia menutup laptopnya dan mengambil tas."Sudah, Kak. Sudah aku kirim lewat WA. Kain organza yang paling cepat habis Kak," jelas Melly."Oke kalo gitu, aku akan belanja kain organzanya lebih banyak."Sepia keluar dari toko dengan tergesa, dia sampai tidak sengaja menabrak seorang laki-laki yang memiliki tubuh tinggi dan dada bidang."Maaf, aku tidak sengaja," ucap Sepia.Raut wajah perempuan itu langsung berubah tidak suka ketika melihat orang yang ditabraknya.Sungguh ia ingin segera pergi sejauh mungkin, enyah dari laki-laki itu. Namun, sebelum Sepia sempat mengambil satu langkah kecil pun laki-laki berbadan kekar itu langsung mencengkeram tangan
“Aku langsung pulang, ya,” kata Panji. “Shabiru sudah tidur. Kelihatannya dia sangat merindukan tidur di kamarnya, nyenyak sekali.”Sepia yang sedang memeriksa pesanan pelanggan di laptopnya menoleh. Di luar hujan turun sangat deras, dia tahu Panji sedang dalam keadaan sangat lelah karena menemani anaknya.“Kita sarapan dulu. Aku sedang meminta pegawaiku untuk membelikan makanan. Kamu tidak boleh pergi dalam keadaan perut kosong. Kamu sudah benar-benar membantuku, jadi aku merasa tidak enak denganmu.”“Kamu merasa begitu padahal aku tidak melakukan apa-apa. Kamu makan saja bersama pegawaimu, kalau denganku lain waktu saja ya.” Panji menolak secara halus.Sepia menghela napas kesal. Dia tahu Panji sama keras kepalanya dengan dirinya, tetapi kali ini dia tidak akan membiarkan laki-laki itu pergi begitu saja. Mungkin Panji tidak menyadari bahwa walau hanya kehadirannya itu sudah sangat berarti besar, bukan untuk dirinya melainkan untuk Shabiru. Atau mungkin Sepia sendiri yang tidak bisa
Ray menghela napas panjang, tubuh Sepia sudah berjalan menjauh, tetapi perkataannya tetap tertinggal dalam benaknya. Ray kembali terhempaskan oleh kenyataan. Semua yang pernah ada di antara mereka sudah berakhir, bahkan hancur. Ray sudah tidak memiliki haka pa-apa, sekecil apapun pada perempuan itu. Bahkan ia merasa tidak berhak untuk sekadar menatap bayangan perempuan itu.Helaan napas Ray terdengar cukup keras, pada waktu yang bersamaan ponselnya berdering. Ia langsung merogoh sakunya sambil duduk pada kursi tunggu yang kosong.“Halo, iya saat ini aku masih di rumah sakit. Keadaan Shabiru sudah lumayan membaik, aku akan segera pulang,” sahut Ray, ia memutus panggilan, lalu berjalan meninggalkan lorong itu.Tangan Ray hampir menyentuh gagang dingin pintu ruang perawatan, tetapi suara gelak tawa Shabiru dan Panji yang terdengar berhasil membekukan waktu. Dari celah kaca, Ray bisa melihat kedekatan antara mereka. Sungguh, saat itu juga ia didera rasa cemburu yang begitu hebat.“Aku dan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments