Share

Bab 2 : Kesempatan kedua

"Kak.. Kenapa kakak bisa pingsan di dalam mobil? Untung aja satpam hotel menemukan mobil kakak yang menyala tapi gak jalan-jalan juga, kalau nggak.. Bisa-bisa kakak kehabisan nafas di dalam mobil yang masih terkunci. " ucap Nadin dengan heran.

"Emang kakak beneran pingsan di dalam mobil? " tanya Naina dengan perasaan bingung.

"Iya " jawab Nadin sambil menganggukkan kepalanya.

"Memangnya sekarang ini tanggal berapa dan tahun berapa? " tanya Naina dengan penasaran.

"Tanggal 20 tahun 2015, emang kenapa Kak? Kok kakak kayak orang bingung gitu? Kakak gak sabar ya pengen nikah sama Kak Dzaki? " tanya Nadin penasaran sambil meledek Naina.

Naina terdiam mendengar jawaban adiknya, ia mengingat jika tahun 2015 berarti tahun ia menikah dengan Dzaki kurniawan. Dan itu artinya ia kembali 7 tahun lalu sewaktu ia akan menikah dengan lelaki yang ia gilai dulu. Berarti ia baru saja dari hotel tempat mereka menikah untuk mengecek semua kesiapan pihak hotel tersebut.

"Nadin.. Apakah kau memberitahu keadaan kakak pada Mas Dzaki? " tanya Naina dengan pelan.

"Iya Kak! Tapi tadi Kak Dzaki bilang akan ke sini setelah meeting sebentar dengan kliennya. " jawab Nadin jujur.

"Cih.. Ketemu klien dari hongkong! Jika dulu aku mungkin akan mempercayai semua omongan yang keluar dari mulut manis mu itu Mas.. Tapi sekarang.. Cih.. Rasanya ingin aku robek mulut mu itu dengan pisau. " ucap Naina dengan geram dalam hatinya.

"Kenapa kakak diam? Kakak sedih ya Kak Dzaki ga ada ketika kakak sadar? " tanya Nadin dengan pelan takut Naina marah.

"Nggak! Kakak malah senang jika ia tidak ada di sini! " jawab Naina dengan dingin.

Nadin mengernyitkan dahinya heran mendengar suara kakaknya yang dingin ketika membicarakan tentang calon suaminya. Padahal dulu ketika membicarakan Dzaki, kakaknya selalu memasang wajah berbinar bahagia dan penuh cinta. Tapi sekarang, ia malah terdengar malas membicarakan tentang calonnya tersebut bahkan terdengar biasa saja, tidak bahagia seperti biasanya.

Tidak ingin ambil pusing dengan sikap kakaknya, Nadin mengambil buah pir yang ada di atas nakas di samping ranjang kakaknya. Ia mengupas buah pir tersebut sambil berceloteh tentang anak-anak di tempat ia bekerja. Nadin bekerja sebagai guru di sebuah Taman Kanak-kanak yang lumayan bergengsi di kota Jakarta.

Naina sudah berulang kali meminta Nadin untuk bekerja di perusahaan, atau gak di salah satu restoran mereka sebagai pimpinan. Namun Nadin selalu menolak nya dengan halus karena baginya mengajar di TK adalah panggilan jiwanya yang sesuai dengan jurusan kuliah yang ia ambil. Lagi pula Nadin merasa jika ia tidak mempunyai hak untuk bekerja di perusahaan apalagi mengelola restoran yang bukan miliknya. Ia merasa tidak pantas karena perusahaan dan restoran adalah milik Naina yang di wariskan oleh kedua orang tua Naina. Sedangkan ia hanya saudara tiri yang kebetulan ayah Naina menikah dengan Bundanya ketika mereka berusia 10 tahun.

"Nad.. Jika nanti ada yang datang, bilang saja jika kakak tidak mau di ganggu! Walaupun itu Dzaki yang datang! Kakak mau tidur dulu! Kepala kakak pusing! " ucap Naina memberitahu Nadin.

"Iya Kak! " jawab Nadin sambil menaikkan selimut Naina hingg ke dadanya.

Setelah memastikan kakaknya tidur, Nadin beranjak menuju pintu dan menguncinya dari dalam, takut ada yang tiba-tiba masuk karena pesan kakaknya tidak ingin di ganggu siapapun kecuali Dokter dan perawat RS.

Nadin pun membaringkan dirinya di sofa karena di ruang rawat ini tidak ada bed tambahan untuk penunggu, karena ia sengaja tidak memintanya. Ia merasa bed tambahan tidak perlu karena ada sofa yang agak panjang dan besar untuk ia berbaring sendiri.

Tidak lama kemudian, Nadin pun tertidur dengan sendirinya menyusul Naina yang sudah tidur duluan.

"Aaaakkkhhhh.... Jangan... Tolong!! " teriak Naina yang histeris dan langsung terduduk terbangun dari tidurnya.

"Ya Allah... Ternyata ini mimpi.. Untung saja Nadin tidak terbangun dengar teriakan ku tadi. " gumam Naina dengan pelan.

Ia melihat jam dinding, ternyata baru jam setengah tiga pagi. Naina pun pelan-pelan turun dari ranjangnya untuk ke kamar mandi. Ia ingin mengambil air wudhu untuk sholat tahajjud. Ia memegang botol infus dengan pelan menuju kamar mandi.

Naina pun mengambil wudhu sebisanya karena tangannya masih tertancap jarum infus. Setelah selesai, ia pun berjalan pelan ke ranjangnya sambil mengambil mukena Nadin di dalam gerobak nakas di samping ranjangnya.

Naina menaiki ranjangnya dengan pelan, takut Nadin terbangun dari tidurnya. Ia memakai mukenanya dan sholat dalam keadaan duduk.

Setelah selesai sholat, Naina berdoa dengan khusyuk kepada pencipta-Nya sambil berlinangan air mata.

"Ya Allah... Terimakasih atas kesempatan kedua yang engkau berikan kepada Hamba-Mu yang penuh dosa ini! Hamba akan memperbaiki semua kesalahan hamba Ya Allah.. Tuntun lah hamba agar senantiasa selalu di jalan-Mu Ya Allah.. Tuntun lah hamba agar selalu dekat dengan-Mu Ya Allah.. Hamba bersumpah tidak akan membiarkan orang-orang yang dahulu membodohi hamba hidup dengan tenang.. Ridhoi lah jalan hamba Ya Allah.. Aamin Ya robbal Alamiin.. " ucap Naina dengan air mata penyesalan.

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status