Akhirnya launching Royal Soul tiba saatnya. Beruntung semua pekerjaan Ariel, Nanda dan para penjahit telah rampung. Para desainer terkenal mulai berdatangan dan disambut ramah oleh Ariel. Sedangkan Nanda mengambil tugas di belakang layar bersama Yohana.
"Hei, Ariel!" seru desainer yang sangat terkenal berpenampilan eksentrik dengan kacamata persegi yang tebal dan rompi tanpa lengan, ia bernama Justin Oliver. "Aku sangat bersemangat datang di acaramu ini, waktu aku tahu kaulah yang memegang proyek ini, aku yakin pasti kau akan menampilkan karya desainer yang sangat fantastik!"
Ariel hanya tertawa meringis menanggapi seruan Justin. Sebenarnya, ia sendiri tidak yakin apakah karyanya sendiri akan benar-benar fantastik.
"Silahkan masuk!" ucap Ariel sambil mempersilahkan masuk desainer berpenampilan eksentrik itu. Ya, kadang-kadang beberapa desainer memang suka berpenampilan aneh bin ajaib.
Semua tamu sudah berkumpul. Hideyoshi dan ibunya, ba
Seorang gadis cantik yang duduk di depan cermin seorang diri, menyisir pelan ujung-ujung rambut panjangnya yang berwarna coklat karamel dan tergerai indah ke samping, menutupi sebelah dadanya. Mata coklatnya yang seakan-akan menatap ke arah cermin kini membayangkan sosok seorang pria bertubuh tinggi tegap, berambut silver dan memiliki mata musim gugur yang menatap tajam. Irene Wilson, seorang model cantik nan seksi,icondari produk Kotowari Fashion, kini hatinya sedang bermekaran rupanya. Ia tidak bisa melupakan sosok pria tampan yang telah membantunya ketika terjatuh di atascatwalk. Walaupun model-model yang lain menganggap pria itu begitu menakutkan karena kening pria itu tak henti-hentinya mengerut, semuanya menduga bahwa pria itu mungkin memiliki sifat yang kasar. Namun bagi Irene, kerutan di kening pria itu malah membuat sang pria terlihat semakin tampan dan… macho. Matanya terlihat
Nanda memasuki klub malam. Musik morena daridisc jockeymengalun begitu kencang diikuti goyangan heboh para pengunjung yang berjoget ria serta lampu warna-warni yang berkelap-kelip. Berminggu-minggu kerja ternyata membuat Nanda rindu pada dunianya. Nanda mengambil duduk di depan counter bar seorang bartender pria bertubuh tinggi besar, berambut coklat tua bergelombang dan berkulit eksotis. "Hai, Chad…" sapa Nanda ke sang bartender yang sedang beraksi dengan lemparan-lemparan botol berisi beberapa jenis minuman alkoholnya itu. "Hai, Nanda… apa kabar?" balas si bartender bernama Chad, sahabat Nanda sejak Nanda kuliah di luar negeri, tepatnya di Cambridge, Amerika Serikat. Waktu itu, Chad juga sedang menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang bartender profesional karena kakeknya memiliki banyak koleksi wine yang sudah disimpannya bertahun-tahun lamanya. Sewaktu di Cambridge, apartemen mereka bersebelahan dan karena asal negara mereka sama, mere
"Nanda… kau tidak apa-apa, Nak?" Nanda mendengar suara wanita… suara lembut dan itu adalah suara ibunya. Ini pertama kalinya lagi aku mendengar suara ibunya lagi… "Nanda…" Nanda mengerjap-ngerjapkan matanya. Ternyata tadi ia memimpikan ibunya tapi ini pertama kalinya ia memimpikan ibunya setelah ibunya tiada. Nanda terbangun dan mendapati dirinya kini berada di dalam suatu kamar yang bukan sama sekali kamarnya. Nanda tidak tahu kamar siapa itu, ia langsung bangkit duduk dan… "Aaaaaaahh…" tiba-tiba Nanda merasakan rasa sakit yang terasa menjalar di bagian betis dan mata kakinya saat sedikit menggerakkan kakinya. "Nanda, kau sudah sadar?" Nanda menoleh ke samping. Ariel duduk di kursi samping ranjang tempat Nanda berbaring sekarang, tangannya memegang bungkusan berisi bongkahan es batu. Nanda lalu mengingat kejadian waktu menunggang kuda, ia ingat kalau ia tadi terjatuh rupanya dan… Sialan kuda itu! &nbs
Dua bulan lebih Nanda telah bekerja di Kotowari Fashion. Pelan-pelan ia mulai terbiasa dengan lingkungan kerjanya dan ia jadi berkeinginan untuk bekerja serius, bahkan ia tak segan-segan lagi bertanya pada Kiki. "Kiki, bisa jelaskan ini bagaimana?" tanyanya pada Kiki sambil memperlihatkan beberapa lembaran dokumen. Kiki pun menjelaskan sedetail-detailnya dan Nanda memperhatikan dengan seksama penjelasan Kiki. Nanda mengangguk mengerti akan penjelasan Kiki. Sementara Kiki masih menjelaskan, Nanda menengadah sebentar untuk berpikir lalu kembali menatap ke arah lembaran dokumen namun ia refleks menengadah kembali ke arah yang tadi. Dari jauh terlihat Ariel sedang berjalan bersama Wulan sambil tertawa bersama. Perhatian Nanda kini beralih ke Ariel, ia terus memandang wajah gadis itu, wajah gadis yang kini sedang tertawa lepas. Nanda bahkan enggan melepaskan pandangannya sehingga Kiki kini sedang berbicara sendiri. "Nanda… Nanda?" panggil Kiki yang sadar bahwa Nan
Selesai acara pernikahan putra Bu Yohana, Ariel mengajakNanda ke belakang gedung. Kata Ariel, di sana ada taman dengan danau kecil dan ia sangat ingin ke sana menikmati pemandangan sambil menunggu sopir keluarga Kujo datang menjemputnya. Beberapa ranting pohon yang mulai gundul dan daun-daun kecil kering yang beterbangan, ah… benar-benar pemandangan indah. Ariel mengajak Nanda untuk duduk di kursi taman panjang yang berada di dekat danau, di danau terlihat ada sepasang angsa yang sedang mengapungkan diri. Sambil tersenyum Ariel menatap sepasang angsa itu. "Hal yang paling membahagiakan… ketika kita tahu orang yang kita cintai ternyata juga mencintai kita, mengetahui perasaan sendiri tidak bertepuk sebelah tangan lalu bersatu di pernikahan…" kata Ariel pelan, "bukankah begitu, Nanda?" "…Kurasa tidak." Ariel menoleh ke a
Seorang wanita berambut hitam sebahu berkimono tidur berwarna putih menghentikan langkahnya begitu ia menyadari kamar yang baru saja ia lewati masih terang. Ia mundur selangkah lalu menoleh ke arah pintu kamar tersebut, mata bulatnya yang lembut menatap ke celah pintu yang tak tertutup rapat. Pemilik mata itu bukanlah milik Ariel, melainkan seseorang yang begitu identik dengannya namun lebih dewasa, Hana Kujo, kakak kandung Ariel. Hana memegang gagang pintu lalu mendorongnya pelan hingga tak menimbulkan suara, takut-takut jika si pemilik kamar yang mungkin sedang tertidur akan terbangun karenanya. "Ariel…" panggilnya dengan suara yang amat pelan, dari dalam ruangan nampak sosok adiknya yang sedang duduk menyandar di ranjang, kedua tangannya memegang buku, gadis itu sedang membaca. Yang dipanggil pun tidak memberi sahutan, pandangan Ariel begitu fokus ke arah buku, begitu seriusnya ia membaca hingga tidak menyadari kini Hana tengah memasuki kamarnya. "
Ariel menatap begitu telitislidedemislideyang bergantian di layar, di dalam suatu ruangan yang hanya mendapat pencahayaan dari proyektor LCD. Semua isi tiap slidetak luput dari perhatian pemilik iris hitam, sambil menyimak dengan seksama presentasi yang dibawakan oleh desainernya. Seorang pria dengan potongan rambut seleher berwarna hitam legam, bulu mata palsu panjang nan lebat berwarna merah dan kuning menghiasi ujung matanya, seorang pria yang begitu mencintai kecantikan hingga penampilannya pun menyerupai seorang wanita. Bernama Yumichika, seorang desainer pria yang terkenal akan kecantikannya. "…Walau ukurannya cenderung oversize tapi modelnya tetap modern dan unik, untuk bahannya, seperti biasa yang kita gunakan, bahan yang menyerap keringat, lembut dan nyaman, terasa hangat untuk cuaca yang mulai dingin saat ini, untuk anak muda yang gaul dan energik… sekian dan terima kasih." Yumichika berbungkuk sekali lalu berjalan ters
Waktunya makan siang, Ken yang sedang merencanakan strategi "perdamaian" antara Ryan dan Ariel mengajak Ryan makan siang di kantin kantor. Kantin yang menyediakan berbagai masakan, mulai masakanWestern, Chinese food, Japanese food, Korean food,Arabian food, dan Indonesian food. "Kenapa kita masih duduk saja? Aku sudah lapar!" Ryan sudah tidak sabaran, sepuluh menit ia dan Ken hanya berduduk manis di kantin dan belum memesan makanan. "Sabar Ryan…" Ini sudah kedua kalinya Ken mengundur waktu, berusaha menahan ketidaksabaran Ryan, "sebentar lagi mereka datang…" "Mereka? Memangnya siapa yang kita tunggu?" "Nah, itu mereka!" Ken menunjuk ke arah dua gadis yang kini memasuki kantin, Elena dan… Ariel? Ryan langsung cengo, lalu menggeram ke arah Ken. Apa-apaan kau, Ken?! Batinnya. Sudah tahu Ryan dan Ariel sedang ada perang,eh malah diajak makan bersama, apa mereka ingin mencetus terjadinya perang lagi? Begitu memasuki kantin