Home / Romansa / Ketika Gairah Mengalahkan Logika / Dunai yang Begitu Sempit

Share

Dunai yang Begitu Sempit

Author: Faelelfa
last update Last Updated: 2025-08-18 11:28:09

Makan malam berakhir dengan senyuman-senyuman hangat yang terasa palsu bagi Nayla. Ibunya terlihat sangat bahagia, tertawa dengan Om Pratama, seakan lupa semua luka masa lalu. Sementara Arsen hanya duduk tenang, menatap piring, seakan-akan dirinya hanyalah tamu biasa di meja itu.

Namun tatapan mata mereka berdua. Nayla dan Arsen, tidak bisa berbohong. Sesekali tanpa sengaja beradu, lalu buru-buru teralihkan. Ada sesuatu yang menyesakkan, sesuatu yang hanya mereka berdua tahu dan tidak seorang pun boleh mengetahuinya.

Ketika pelayan terakhir kali mengangkat piring dari meja, Deeva menepuk lembut tangan Nayla.

“Sayang, Om Pratama dan mama akan bicara sebentar dengan manajer restoran tentang rencana acara keluarga. Kau tak keberatan, kan? Mungkin Arsen bisa menemanimu.”

“Tidak perlu, Ma,” Nayla buru-buru menolak, namun ibunya hanya tersenyum dan berdiri.

Akhirnya, tinggal mereka berdua di meja panjang itu. Sunyi. Hanya suara dentingan sendok dari meja lain dan musik klasik yang terdengar samar.

Arsen bersandar ke kursinya, menatap Nayla dengan senyum miring.

Masih teringat dengan jelas kejadian tadi pagi di kepala Nayla.

Di mana pagi itu tangisnya semakin menjadi, ia memeluk tubuhnya, bergetar hebat. “Aku butuh pertanggung jawabanmu, Arsen. Kau harus tanggung jawab!”

Arsen terdiam. Rahangnya mengeras, wajahnya muram. “Aku… aku bahkan tidak tahu harus bertanggung jawab atas apa, Nayla. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu apakah benar aku yang—”

“BERHENTI!!!” Nayla menutup telinganya dengan kedua tangan. “Jangan bicara lagi! Kamu yang ada di sampingku! Kamu yang tidur denganku! Kamu yang… menghancurkan aku!”

Hening.

Hanya suara isakan Nayla yang memenuhi ruangan. Arsen berdiri kaku, menatap darah di sprei itu dengan perasaan campur aduk.

"Nayla, aku benar-benar nggak tahu semua ini akan terjadi, aku akan tanggung jawab jika sesuatu terjadi kepadamu," ucapnnya terhenti sesaat. "Tetapi jika tidak terjadi apa-apa, tolong kubur rahasia ini!"

Nayla menatap Arsen dengan tidak percaya, pria di depannya mengatakan hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya.

Mengubur semua rahasia besar yang terjadi dalam satu malam. Itu bukan permintaan, tetapi itu perintah untuknya.

Tatapan mereka masih beradu. Arsen terlihat seperti pria brengsek di hadapan Nayla.

“Dunia ini ternyata… kecil sekali ya, Nay?” suaranya rendah, namun cukup tajam untuk membuat Nayla merinding.

Nayla mengepalkan tangannya di pangkuan, berusaha menahan emosi. “Jangan panggil namaku dengan suara seperti itu. Kita… kita harus pura-pura tidak pernah saling kenal.”

Arsen tertawa pendek, getir. “Pura-pura? Kau pikir mudah bagiku duduk di hadapanmu, melihat wajahmu, sementara tadi pagi—”

“Cukup!” Nayla membentak pelan, matanya berkilat. “Kau pikir aku tidak merasa jijik? Aku ingin melupakan semua itu, Arsen. Jadi jangan pernah sebutkan lagi.”

Arsen mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya menusuk. “Kalau memang kau ingin melupakan, kenapa aku melihat ketakutan di matamu setiap kali melihatku? Kau takut… karena sebenarnya kau juga merasakannya, kan?”

Pipi Nayla memanas. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia ingin menyangkal, ingin menampar wajah Arsen, tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan.

“Aku tidak takut. Aku hanya muak,” bisiknya akhirnya.

Arsen menyandarkan punggung, menghela napas panjang. “Bagus. Kalau begitu, mari kita sepakati satu hal. Mulai sekarang, di depan orang tua kita, kita hanyalah kakak dan adik tiri. Tidak ada masa lalu, tidak ada cerita lain.”

“Dan kalau kau membuka mulut?” tanya Nayla, suaranya bergetar.

Arsen menatapnya lama, sebelum tersenyum dingin. “Kalau aku membuka mulut, kau yang lebih dulu hancur. Bukan aku.”

Nayla berdiri dengan cepat, kursinya bergeser hingga menimbulkan suara berdecit yang membuat beberapa orang menoleh. Nafasnya memburu. Ia tidak sanggup lagi berada di dekat pria itu.

Namun saat ia melangkah pergi menuju balkon untuk menenangkan diri, Arsen bangkit dan menyusulnya.

Di balkon yang sepi, hanya ada angin malam yang berembus. Nayla memeluk dirinya, menatap kota yang berkilauan di bawah sana.

“Apa lagi yang kau inginkan, Arsen?” tanyanya tanpa menoleh.

Arsen berdiri di sampingnya, jarak mereka hanya beberapa langkah. “Aku hanya ingin memastikan kita berdua tidak melakukan kebodohan. Ibumu terlihat bahagia bersama ayahku. Kalau kau merusaknya dengan membuka mulut… kau tahu akibatnya.”

Nayla menoleh dengan mata basah. “Jadi kau mengancamku lagi?”

Arsen menatapnya balik, kali ini lebih lembut. “Aku memperingatkanmu. Untuk kebaikan kita berdua.”

Nayla menggeleng, air matanya jatuh. “Aku benci kenyataan ini. Aku benci melihatmu ada di dalam hidupku. Andai saja aku tidak pernah bertemu denganmu…”

Senyum tipis muncul di wajah Arsen, meski matanya tampak kelam. “Sayangnya, kita sudah bertemu. Dan sekarang… kita akan menjadi keluarga.”

Tepat saat itu, suara pintu balkon terbuka. Deeva dan Pratama muncul dengan wajah penuh senyum, tampak tidak sadar ketegangan yang menggantung di udara.

“Nayla, Arsen, ayo pulang. Besok kita ada acara lagi,” ujar Deeva riang.

Nayla buru-buru menghapus air matanya, sementara Arsen melipat kedua tangannya di dada, wajahnya kembali datar.

Saat mereka berjalan kembali menuju pintu keluar restoran, ponsel Nayla bergetar di dalam tasnya. Dengan gugup, ia meraihnya.

Sebuah pesan singkat masuk dari nomor tak dikenal.

“Kau dan Arsen… sudah terlalu jauh. Kalau kau tidak bicara, aku yang akan ungkapkan semuanya.”

Jantung Nayla serasa berhenti berdetak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Dalam Dekapan Malam

    Malam sudah begitu larut. Lampu-lampu di dalam rumah mulai meredup, meninggalkan suasana tenang yang hanya diiringi bunyi samar dari suara AC.Nayla baru saja pulang dari kampus. Ia sengaja menunggu sampai sepi, agar tidak harus berpapasan dengan Arsen ataupun kedua orang tuanya. Langkahnya terasa berat, pikirannya penuh dengan peristiwa siang tadi.Tatapan tajam Om Pratama, pelukan Arsen yang terlalu dekat, serta pertanyaan yang membuat jantungnya hampir berhenti masih yakin kau tidak akan jatuh cinta padaku?Napasnya terengah saat membuka pintu apartemen. Hening. Syukurlah.Dengan langkah ragu, Nayla berjalan ke balkon belakang, tepat ke arah kolam renang pribadi yang tenang di bawah sinar lampu remang. Udara dingin malam menyapanya. Ia melepas sepatu, menggulung sedikit celana panjangnya, lalu duduk di pinggir kolam, membiarkan ujung kakinya menyentuh air.“Akhirnya… bisa bernapas.” bisiknya lirih.Karena merasa tidak nyaman, Nayla memutuskan untuk duduk di tepi kolam yang lebih ny

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Jejak yang Terperangkap

    Lorong apartemen itu mendadak sunyi. Hanya ada empat pasang mata yang saling menatap dengan penuh tanda tanya.“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” suara Pratama terdengar dalam dan penuh wibawa, tatapannya menusuk langsung ke arah Arsen.Nayla menahan napas, jemari tangannya bergetar hebat. Ya Tuhan… jangan sampai semua terbongkar. Tolong…Arsen, dengan wajah tenang khasnya, sedikit mengangkat alis. “Aku?” katanya ringan. “Aku... aku juga menyewa apartemen di sini.”“Di sini?” Pratama mengulang dengan nada tak percaya. “Maksudmu… di unit sebelah?”“Iya.” Arsen mengangguk sopan, senyum tipis terbit di bibirnya. “Aku memang sudah menyewa apartemen ini beberapa waktu yang lalu. Lokasinya kebetulan juga tidak jauh dari kampus. Sangat praktis.”Deeva tampak tersenyum, seolah menerima penjelasan itu begitu saja. “Oh begitu rupanya. Wah, kebetulan sekali ya.”Nayla hampir terjatuh karena lega. Untungnya Arsen pandai menutupi semuanya. Tapi di balik itu, keringat dingin terus mengalir di

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Menyembunyikan Semuanya

    Nayla berdiri terpaku di depan lift, jantungnya berdetak begitu kencang seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Pandangannya bergantian antara wajah ibunya, Deeva, dan pria yang kini resmi akan menjadi ayah tirinya, Pratama.“Nayla?” suara Deeva terdengar lagi, kali ini lebih tenang namun penuh tanda tanya. “Kamu… sedang apa di sini?”Otak Nayla bekerja cepat. Ia tak boleh sampai mereka tahu ia baru saja keluar dari apartemen Arsen. Apalagi jika sampai mereka tahu rahasia itu… semuanya akan hancur.“A-aku…” Nayla menelan ludah, memaksakan senyum kaku. “Aku habis… main ke tempat teman. Dia tadi sakit, jadi aku… aku mampir sebentar untuk kasih catatan kuliah.”Pratama mengangkat alis, sejenak menatap Nayla dengan tatapan menyelidik. Namun senyumnya segera kembali, tenang dan ramah seperti biasanya. “Oh begitu? Bagus sekali kamu perhatian sama temanmu. Temanmu tinggal di lantai ini juga?”“I-iya.” Nayla mengangguk cepat. “Tapi aku barusan pamit, jadi… ya, kebetulan ketemu Mama sama Om

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Ucapan yang Terlontar

    Keheningan di antara mereka terasa menusuk. Pertanyaan Arsen menggantung di udara, membuat jantung Nayla berdetak tak karuan. Kata-kata pria itu seolah menekan dinding pertahanan yang selama ini ia bangun. “Apa sebenarnya… kau sudah jatuh cinta padaku?” suara itu kembali terngiang. Nayla menggigit bibirnya, tubuhnya menegang. Sesaat ia hanya bisa menatap mata Arsen, seolah terperangkap. Namun detik berikutnya, ia membantah dengan keras. “Tidak! Itu tidak mungkin!” seru Nayla. Ia mendorong dada Arsen dengan kedua tangannya. Dorongan itu cukup kuat, membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Nafas Nayla terengah, wajahnya memerah bukan hanya karena marah, tapi juga karena takut pada dirinya sendiri. “Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, Arsen!” Nayla hampir berteriak. “Aku jamin! Aku… aku lebih baik mati daripada membiarkan hal itu terjadi!” Ruangan itu mendadak senyap. Hanya suara napas mereka berdua yang terdengar, saling memburu. Arsen menunduk sejenak, lalu pe

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Pertanyaan yang Tak Terjawab

    Pagi itu kampus masih sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak terburu-buru masuk ke gedung perkuliahan. Angin pagi berhembus ringan, membawa aroma tanah yang masih lembap setelah semalaman diguyur hujan. Nayla melangkah cepat, menundukkan kepala, seolah sedang dikejar sesuatu. Tas—nya ia genggam erat, langkahnya nyaris setengah berlari menuju kelas. Ia sengaja berangkat lebih awal, berharap tidak akan berpapasan dengan Arsen. "Apa setiap harinya aku harus berangkat lebih awal seperti ini, aku juga ingin tidur nyenyak seperti biasa." Sempat terlintas di pikiran Nayla, bahwa mungkin lebih baik ia keluar dari rumah dan tinggal di sebuah apartemen. Tetapi jika Nayla melakukan hal tersebut, maka Om Pratama akan berpikir bahwa Nayla tidak suka Om Pratama dan juga Arsen berada di rumah. Bahkan hal terpenting bagi Nayla, ia begitu takut jika ibunya sedih, ketika ia memutuskan hal tersebut. Namun, kenyataan tidak pernah semudah itu. Kenyataan yang sekarang bahwa Nayla harus tinggal sat

  • Ketika Gairah Mengalahkan Logika   Jarak?

    Udara malam itu sejuk, jalanan kota tampak ramai dengan lampu-lampu berkilau. Di dalam mobil hitam yang melaju tenang, hanya suara mesin yang terdengar.Nayla duduk di kursi penumpang dengan wajah menunduk, kedua tangannya bertaut di pangkuan. Ia tidak berani menatap ke arah sopir di sampingnya. Arsen tampak fokus mengemudi, namun sesekali matanya melirik ke arah Nayla.Gaun sederhana berwarna pastel yang dipakai Nayla membuat wajahnya semakin lembut diterangi cahaya jalanan. Arsen berusaha menahan diri untuk tidak terus menatap, tapi sulit.“Pakai sabuk pengamannya benar?” suara Arsen terdengar datar namun penuh perhatian.Nayla mengangguk singkat. “Iya.”Hening kembali menguasai mobil.Setelah beberapa menit, Nayla memberanikan diri bicara. “Arsen.”“Hmm?”“Aku… aku minta satu hal.” Suaranya pelan, tapi jelas.Arsen melirik sebentar. “Apa?”“Tolong… selalu jaga jarak denganku. Kita… harus punya batasan. Apa pun yang terjadi.”Arsen terdiam. Ia mengetatkan genggaman di setir. “Kau ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status