KETIKA MAS GAGAH TIBA ENDMungkin nyawa Wulandari sudah melayang bila mana bayi itu tidak menangis. Seperti mendapat panggilan alam, mulut kecil itu menjerit keras. Suaranya memantul dari dinding ke dinding. Lalu menyelinap masuk ke dalam relung hati Burhan.'Dia ibu dari anakmu, dan ayahnya bukan seorang pembunuh.' Suara lembut berbisik dalam dirinya.Marah yang meletup bertabrakan dengan penyesalan karena tidak bisa menahan emosi. Dua perasaan itu membuat dia kesulitan mengendalikan diri. Burhan menghempaskan Wulandari dan Sumarni dari cengkeramannya. Dia berbalik dengan kaca-kaca di matanya. Bertolak pinggang. Sakit hati dan penuh penyesalan.Di belakang Burhan. Wulandari luruh. Duduk di lantai dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Terbatuk-batuk dia. Sementara Sumarni memegangi rahangnya yang seperti akan hancur.Selama ini, pada siapa pun mereka melontarkan cacian, tidak pernah ada yang melawan dengan melakukan tindak kekerasan yang nyaris melayangkan nyawa. Sumarni dan Wulanda
Seorang wanita berwajah jelita memasuki ruang yang dirancang sedemikian mewah. Membawa troli berisi aneka alat-alat masak. Tiga chef terkenal duduk di kursi kecil."Hallo, Chef." Andini tersenyum manis. Lalu menyusun alat-alatnya di meja berlapis stainles."Hallo, siapa nama kamu?" tanya pria bermata sipit di depan sana."Andini Larasati, Chef.""Wong jowo?""Yes, Chef.""Bilang yes jadi hilang wong jowonya," timpal juri berwajah jelita. Lalu disambut tawa kecil oleh yang lainnya."Enggak dong, Chef.""Mau masak apa, Andini?""Siomay seafood with mozzarella sauce.""Oke. Sudah siap?""Siap, Chef.""Waktunya lima menit dari ... sekarang."Tangan cekatan Andini lihai bergerak-gerak. Mempersiapkan apa yang tadi sudah dibuatnya. Jika peserta lain grogi masak sambil diperhatikan chef terkenal, tidak dengan Andini. Mentalnya cukup kuat untuk menerima semua itu. Tatapan para juri tidak lah ada apa-apanya jika dibandingkan sorot mata tajam dan mengintimidasi milik Sumarni. Jangankan hanya dip
LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU.KETIKA MAS GAGAH TIBA 1"Kamu itu Andin, hidup gak ada yang bisa dibanggakan, lihat tuh adikmu. Sekolah berprestasi. Dapat kerjaan bagus. Upah gede. Sekarang mau dilamar orang kaya. Lah, kamu kok blangsak banget. Sekolah gak bener. Kerja cuma jadi pelayan, cowok malah gak punya sama sekali."Wanita yang menjadi ibu tiriku itu terus mengoceh sambil melipat tangan di dada. Berdiri di tengah dapur sambil mengawasi para tetangga yang membantu masak-masak. Dari tadi dia terus membandingkan aku dengan anaknya.Dia tak salah bicara. Hidupku memang sebelangsak ini. Wajar, dari sejak kecil aku cuma dapat perhatian sisa.Ibuku meninggal sejak aku kelas 4 SD. Setahun kemudian, bapak menikah lagi dengan Bu Sumarni, wanita yang masih satu kampung dengan kami. Bu Sumarni punya anak perempuan yang usianya beda setahun di bawahku.Dulu, aku juga berprestasi di sekolah. Tapi sejak punya ibu tiri, nilai-nilaiku anjlok. Bagaimana tidak, aku s
~LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA,MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU (2)~#KETIKA_MAS_GAGAH_TIBA 2"Aku ke sini bukan mau melamarmu, Wulan. Aku mau melamar Mbakmu. Andini Larasati."Kalimat itu berhasil menghentikan gerak tanganku di piring. Aku mengernyit dan memasang pendengaran lebih jelas. Apa aku tidak salah dengar?“Andin, dengar yang tadi dikatakan Nata. Dia bukan mau melamar adikmu, dia mau melamarmu.” Mbak Yuli yang ikut bantu memasak berbisik.“Iya, Mbak. Aku dengar.”“Kamu tahu kalau dia datang ke sini untuk melamarmu?”“Tidak. Kemarin ibu bilangnya mau melamar Wulandari.”“Sepertinya ada yang salah paham. Ayo menguping lebih dekat!”Aku dan Mbak Yuli mendekati pintu. Mengintip dan menguping.Di ruang tamu, banyak orang berkumpul, mereka terlihat saling lirik keheranan."Maksudmu apa, Nata?" tanya ibunya Nata."Aku ke sini mau melamar Andini, Bu. Bukan Wulandari.""Apa?""Maaf sepertinya ada kesalahpahaman." Bapaknya Nata mengendalikan kondisi yang jadi serba salah.Jantungku berd
~LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA,MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU (3)~#KETIKA_MAS_GAGAH_TIBA 3“Aku dulu pernah berjanji akan menikahimu kalau sudah berhasil, kan, ingat? Bu Sumarni bilang kamu sudah ada yang melamar, benar?”Sejenak aku berpikir sambil menunduk. Ingin menjawab jujur tapi takut juga pada ancaman bapak. Bagaimana pun dia bapak kandungku, kalau mau menikah tentu dia walinya. Jika bapak sampai tidak mau merestui bagaimana?Tapi ini kesempatanku untuk bahagia. Aku tidak mau selamanya berada dalam sasaran hinaan ibu tiri. Aku ingin bebas dan bahagia. Aku harus bertindak. Sekarang.“Tidak, Mas. Tidak ada yang datang melamarku dan aku tidak menerima lamaran dari siapa pun.”Biarkan saja dengan ancaman bapak. Selama ini saja bapakku sudah seperti tidak mengakui aku anaknya. Masalah beliau nanti mau merestui atau tidak, mau jadi wali atau tidak, biar itu jadi urusan nanti.Ada harap yang kugantungkan pada Nata saat dulu dia bilang akan menikahiku. Meski kalimatnya sekilas dan ser
KETIKA MAS GAGAH TIBA 4Perdebatan itu diakhiri dengan keputusan sebelah pihak. Aku harus menggagalkan pertunangan ini bagaimana pun caranya. Jika tidak, maka bapak tidak akan mau menikahkanku.Aku tidak bisa tidur sebelum kondisi rumah beres. Mbak Yuli turut membantu. Semua sisa makanan kuberikan pada Mbak Yuli dan tetangga dekat rumah, sedikit kusisakan untuk sarapan besok pagi.“Jangan nurut, Andin! Kalau kamu yakin sama Nata, jalani saja sampai hari ha. Urusan nanti bapakmu mau jadi wali atau tidak terserah nanti.”“Aku juga mikirnya gitu, Mbak. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Salah-salah nanti bapak malah jodohkan aku sama lelaki tidak jelas.”“Betul begitu. Mbak dukung. Kalau kamu nikah sama Nata, Mbak jamin. Ibu tirimu itu bakal mati kutu. Biar dia jilat kembali ludah yang terus dikeluarkannya buat hina kamu.” Mbak Yuli bicara penuh emosi.“Ya mudah-mudahan saja semua lancar. Semoga Allah meluluhkan hati bapak. Bapak itu baik sebenernya, Mbak. Cuma gitu setelah punya istri Bu
KETIKA MAS GAGAH TIBA 5Burik. Sudah menjadi panggilannya sejak dulu. Sejak menjejaki bangku sekolah dasar. Layaknya pertemanan anak-anak pada umumnya, Nata sering meledekku dengan mengatai nama ayah dan ibu. Hampir setiap ada kesempatan, dia terus ngajak ribut.Awalnya, dikatai dengan panggilan ayah dan ibu itu hanya semacam bulian biasa. Aku akan membalas dengan hal yang sama. Tetapi setelah ibu pergi, itu jadi terasa sangat menyakitkan. Bagaimana tidak, aku sedang berkabung kehilangan seorang ibu, Nata masih membuliku dengan memanggil-manggil nama ibu. Hari itu, aku nangis parah. Sampai dipanggil guru. Aku dan Nata didamaikan, lalu Bu Guru kelas empat menceramahi teman-teman sekelasku seperti apa kondisiku saat itu dan tidak layak terus membuliku dengan mengatai nama ibu.Sejak saat itu, panggilan Nata padaku berubah jadi Burik. Kami berpisah ketika naik ke SMP dan SMA. Meski begitu masih sering bertemu karena memang tinggal sekampung.Setiap kali bertemu, di mana pun. Nata sering
KETIKA MAS GAGAH TIBA 6Ngobrol sambil makan, tidak terasa waktu sudah pukul lima sore. Saat keluar lapak bakso Mas Joko, sebuah mobil mungil warna silver lewat dengan kecepatan tinggi.“Wow, santai, Bos. Ini jalanan kampung bukan tol.” Nata memandangnya geram.“Tahu gak itu siapa?” tanyaku seraya memperbaiki letak tas.“Siapa?”“Wulandari.”“Pantes. Gak di rumah gak di jalan, songong orangnya.”“Gitu lah. Kemaren dia marah gara-gara salah paham masalah pertunangan itu.”“Aku juga gak enak sebenarnya, mis komunikasi dari awal.”“Masnya juga langsung to the point bicaranya. Bikin dia malu.”“Gimana lagi, dari pada salah pahamnya kebablasan.”Kami lanjut jalan. Kali ini dia yang duluan.“Pernah ikut mobilnya?”“Alhamdulillah, enggak.”“Nanti aku antar jemput pake pesawat.”Aku tersenyum. “Ketinggian mimpinya.”“Gak masalah, mimpi emang harus tinggi. Nanti kalau kita udah sukses, Wulandari pake mobil, kita nunduk aja.”“Ko malah nunduk?”“Kan kita pake pesawat. Kamu nanti bisa dadah-dada