Share

Kisah Penari Gila Karena Dikekang Suami
Kisah Penari Gila Karena Dikekang Suami
Penulis: Asti

Bab 1 . Pada masa itu...

Sebut saja namaku Lusi. Aku adalah mantan penari Jaipong di kota kelahiranku, Jogja. Badanku langsing, gemulai indah tanganku dan tubuhku yang lentur serta sanggul tertata rapi selalu membius setiap mata di setiap panggung yang mengundangku. Suara riuh penonton diikuti decak kagum atas penampilanku membuat aku bisa menari sampai melanglang buana ke luar negeri. 

Hingga tiba saatnya aku menikah. Suamiku, sebut saja namanya Edi. Dia lelaki yang sangat baik. Dia mencukupi semua kebutuhanku. Tapi hanya satu yang kusesali. Dia melarangku menari.

Semua harus kutinggalkan. Aku pun terpaksa menuruti keinginannya. Hingga tahun demi tahun selalu kupendam sedih. Tapi aku tak berani menyatakan keinginanku ingin menari kembali walau hanya satu kali. Aku sangat rindu dengan riuh suara penonton. Aku rindu musik gamelan mengalun merdu. Arghhh Sungguh sangat menyiksaku.

“Cantik sekali mama...” ujar anak bungsuku.

“Iya donk! ...mama siapa dulu.” akupun menggoda balik.

"Ini yang memakai kebaya merah, mama? Kok kaya bukan mama sih. Terus ini foto mama ada dimana?" ujar anakku sambil menunjuk salahsatu foto. 

"Ini waktu mama pentas di Amerika sayang. Iya ini benar mama."

"Wah keren banget mama. Bisa jalan -- jalan ke luar negeri."

Dalam hati aku menangis pilu mendengar ocehan anakku. Air mata menetes tak tertahan tatkala melihat foto album kenangan ketika aku menari. Aku rindu sekali masa itu. Dengan kulit kuning langsat, mata bulat dan kebaya merah yang cantik aku menari Jaipong. Takkan aku lupakan masa indahku.

Negara paling sering aku kunjungi adalah Belanda. Kami melakukan pentas menari atas undangan kedutaan besar. Sanggar yang aku ikuti kebetulan salah satu langganan istana di kota Jogjakarta. Sehingga akses untuk pentas di luar negeri cukup mudah. Aku sangat beruntung sekali. Diantara ribuan penari  berbakat pada masa itu, aku selalu terpilih sebagai perwakilan sanggar.

“Pantas saja Lusi selalu terpilih. Dia kan ditaksir anak Pak Dibyo.”

Desas – desus selalu mampir ke telingaku acapkali pentas ke luar negeri. Pak Dibyo adalah sang pemilik sanggar. Beliau memang dekat denganku. Anak tunggal lelakinya memang menyukaiku. Tetapi beliau tahu aku hanya menganggapnya sebatas teman.

Aku selalu acuhkan pendapat orang tentangku. Semakin banyak orang membicarakanku, makin memberikan semangat untuk membuktikan kemampuan terbaikku. Bukannya sombong, selain putra pak Dibyo, banyak sekali kumbang yang mendekatiku.

Pernah suatu hari saat rindu sekali menari, aku mendengarkan radio  di kamar secara diam – diam. Aku liukkan tubuhku mengikuti tempo lagu. Namun... aku tak menikmatinya. Rasa was – was takut terdengar anakku dan terbayang mereka memberitahu suamiku sayup terdengar di telingaku. Arghhh kupendam rinduku kembali.

“Maaa... dimana baju sekolahku ma?”

“Di lemari mama nak. Kemarin mama belum membereskannya kembali. Jam berapa kamu pulang nak?” tanyaku pada anak gadisku.

“Jam 2 ma. Rere mau kerja kelompok dulu nanti.”

“Baiklah nak. Hati – hati ya.” diiikuti suara langkah Rere yang perlahan menghilang. Aku pun melanjutkan kegiatanku memasak di dapur karena sebentar lagi Soni, anak ketigaku, akan bangun dan meminta makan. Ya, aku adalah ibu yang memiliki anak empat. Sehari – hari aku isi dengan kegiatan rutin menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Suamiku adalah tipe orang yang selalu menuntutku menjaga anak – anak di rumah. Aku dilarang bekerja. Bahkan tidak memperbolehkan berkumpul dengan temanku walau hanya sebatas arisan misalnya. Dia sangat memegang adat bahwa istri harus menurut apa kata suami.

“Tuh lihat, ibu macam apa mereka. Anak ga diurus. Tapi malah ngerumpi di jalanan. ” gerutu suamiku bila melihat ibu – ibu kompleks berkumpul. Padahal bisa saja mereka lebih jago mengurus rumah daripada aku. Terkadang, aku ingin merasakan seperti mereka. Sekedar bertukar pikiran melepas penat setelah mengurus rumah atau sekedar bicara santai mengenai banyak hal. Namun lagi – lagi , kusimpan semua itu dalam hatiku. Aku takut sekali membantah suamiku. Bayangan pernikahan yang kuimpikan tak seindah kenyataan. Aku terjebak dalam lingkaran yang sulit aku kendalikan. Entah ini egoku atau memang takdirku.  Aku selalu bertanya pada hatiku sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status