Share

Bab 3

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-08-19 11:49:03

Melihat Indra menandatangani formulir yang barusan ia berikan, bibir Salsa mengulum senyum.

“Sekarang, kita akan melakukan pemeriksaan pertama,” sambung Salsa.

Indra hanya bisa diam, dia sudah berada dalam kondisi pasrah. Tidak bisa mundur lagi, dan juga dia penasaran dengan apa yang dilakukan oleh perawat dan dokter di klinik ini. Apalagi, kini si “dia” sejak tadi terus berdiri, tanpa kendor, padahal belum dilakukan pengobatan apapun.

“Yang pertama, kita akan mengukurnya agar kita tahu bagaimana kondisi aslinya. Tapi, kalau melihat sekarang, sepertinya ini tidak sulit, sebab kelihatannya “dia” sudah on sejak tadi,” ujar Salsa.

Indra terdiam, lidahnya kelu mendengar apa yang dikatakan oleh Salsa, bahkan dia sebelumnya tidak bisa menolak ketika dengan santainya Salsa menurunkan celana dalamnya, satu-satunya kain yang masih tersisa di bagian bawah tubuhnya. Perawat itu tampak santai mengukur dan jelas tangan lentiknya bahkan sengaja memainkan milik Indra.

“Setelah ini, kita akan melakukan pemeriksaan yang bernama Validasi Tubuh dan Pikiran,” ujar Salsa seraya memencet tombol ekstensi di interkomnya.

“Lita, segera datang ke ruangan saya untuk praktik pasien.”

Li—Lita? Indra mengernyitkan dahi. Apakah akan ada dokter lain yang juga menanganinya?

Namun, seketika Indra menelan ludahnya ketika muncul sosok wanita yang tak kalah cantik. Tubuhnya yang begitu padat dibalut seragam suster ketat, menampilkan setiap tonjolan dan lekuk dengan jelas. Kain putih itu seolah memeluk erat bahunya yang kokoh, pinggangnya yang ramping, dan pinggulnya yang berisi, menyisakan imajinasi liar di benak Indra.

Saat wanita itu bergerak, seragamnya sedikit tertarik, memperlihatkan garis dada yang tegas dan paha yang kencang. Aura gairah yang kuat terpancar dari setiap gerakannya yang anggun, membuat udara di ruangan itu terasa lebih panas.

“Silakan duduk disini,” ujar Lita menunjukkan sebuah kursi  di sebelah ranjang pasien.

“Kita akan mulai dengan sesi uji rangsang respons,” sambung Salsa, berdiri perlahan, menghampirinya.

Indra duduk. Tangannya mengepal di pangkuan, dia gugup, apalagi Lita mendekatinya memperbaiki posisi duduknya dengan sangat dekat, bahkan dia bisa mencium aroma tubuh Lita, terutama Lita tampak sengaja menghela nafas di dekat telinganya, seolah sudah mulai mengujinya.

“Apa ini bagian dari pemeriksaan?” tanya Indra pelan. Karena, Indra merasa dia sedang diuji bukan dengan diperiksa. Terlalu menegangkan untuk disebut sedang memeriksa kesehatan, karena ujiannya begitu besar. Penampilan dokter dan perawat disini tidak membedakan antara profesional dan pribadi.

“Segalanya di sini alamiah, apa yang kami lakukan itu juga bagian dari pemeriksaan,” jawab Lita sambil mematikan lampu utama.

“Kok dimatikan?” tanya Indra.

“Sudah dijelaskan oleh Suster Lita, kalau pemeriksaan ini dilakukan alamiah, kita akan melihat bagaimana respon kamu terhadap sesuatu yang memancing hasrat, dan kita akan mencatat di menit ke berapa “dia” lelah dan menyerah. Biar kita bisa tahu, metode yang pas untuk membangkitkannya,” jawab Salsa sambil mengibaskan rambutnya, menguarkan wangi yang khas.

Ruangan menjadi redup, hanya diterangi lampu sorot dari bawah.

Salsa mengenakan sarung tangan lateks, sesekali dia melirik ke arah Indra. “Beritahu saya kalau kamu merasa tak nyaman, tapi saya tidak akan berhenti, akan tetap melanjutkan. Hanya saja, kami perlu mencatatnya,” ujar Salsa sambil melihat Lita dengan tersenyum samar.

Sentuhan pertama terjadi di pergelangan tangannya. Salsa seperti sedang menggerayanginya, dia menyentuh dengan ujung kukunya kemudian sentuhan penuh, lalu naik ke lengan. Tubuh Indra merinding, ada dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya, ada yang terasa seperti ingin meledak, terasa meminta untuk segera dilepaskan. Mereka mencatat reaksi kulitnya. Detak jantungnya ditampilkan di layar besar di samping meja.

“Bagaimana? Apa kamu bisa merasakan sesuatu?” tanya Salsa mendekat, terlalu dekat. Nafasnya terasa di pipi Indra.

Indra mengangguk, tubuhnya tidak tenang. Tangannya memegang pegangan kursi, menahan hasratnya yang terus naik, apalagi mencium aroma tubuh Salsa yang semakin dekat.

Indra menggigit bibir bawahnya. “Iya, Dok.”

“Bagus, itulah respon alami tubuhnya. Kamu hanya perlu merilekskan pikiran dan tubuhmu, jangan sampai ada tekanan. Dan nikmati,” lanjut Salsa seperti sebuah desahan hangat di telinganya, setelah itu dia mundur beberapa langkah, mencatat di layar tablet.

Lita berdiri di belakangnya, tangan wanita itu menyentuh punggungnya, menarik nafasnya secara perlahan, seolah menuntun. Tangan Lita mulai menggerayangi tubuhnya, dari atas dada kemudian turun, bermain di seputar perutnya, sedikit demi sedikit semakin turun, sehingga Indra semakin tidak karuan.

Indra menyilangkan kedua kakinya, menahan sesuatu yang semakin besar dia rasakan.

“Jangan ditahan, biarkan dia menunjukkan ekspresinya,” ujar Lita menurunkan kaki Indra, bahkan membukanya lebar.

“Tapi, ini bukan seperti pemeriksaan medis biasa. Saya tidak pernah diperiksa seperti ini,” jawab Indra dengan nafas yang tersengal. Padahal dia tidak sedang lari marathon.

“Karena penyakit yang kamu derita, bukan penyakit medis biasa,” bisik Lita sambil meniup telinganya.

“Ahhhh.” Akhirnya lolos juga satu desahan dari bibir Indra ketika bibir Lita tanpa sengaja menyentuh telinganya.

Salsa menatapnya. “Tentu saja pemeriksaan ini berbeda. Tapi kamu ingin tahu, kan? Apa yang tersembunyi di tubuhmu dan di dalam pikiranmu?”

Indra tidak menjawab. Badannya panas. Ada desakan primal yang tak bisa ia tolak, apalagi ketika dia bisa merasakan dinginnya bibir Lita yang basah mengenai daun telinganya.

“Jantung meningkat. Sadar akan tubuh sendiri. Rasa malu dan rasa ingin tahu semuanya sempurna,” ujar Salsa mencatat di tablet lagi.

Lita tertawa kecil, “Tidak terlalu parah. Mudah diobati, hanya saja sedikit butuh waktu.”

Salsa dan Lita seolah bergantian. Namun, kali ini Lita keluar dari ruang periksa. Kini Salsa mendekat dari arah depan. Tangannya menyentuh dada Indra, menelusuri perlahan sambil memandang ke matanya.

Indra menahan napas. Lidahnya kelu. Matanya menatap Salsa, ada sesuatu dorongan, apalagi menatap bibir tipis yang begitu menggoda. Salsa semakin mendekat, dia tahu apa yang ada dipikiran Indra.

Tangan Indra mencengkeram sandaran kursi, kemudian terulur menyentuh bibir Salsa, dan tanpa di duga Salsa menjilatnya, jantung Indra rasanya berhenti berdetak, tubuhnya berkedut hebat. Dia mendekatkan wajahnya, kini mereka hampir tidak ada jarak.

Namun, tiba-tiba Indra menggeleng, wajah Bella berkelebat di kepalanya. “Tidak, ini salah.” Suaranya bergetar dengan nafas menderu.

Salsa mundur satu langkah lalu tersenyum kecil. Dia menghidupkan kembali lampu di ruangan itu dan melihat wajah Indra yang memerah dan berkeringat. “Tidak apa. Itu reaksi yang jujur, menandakan kamu masih banyak harapan.”

“Saya permisi,” ucap Indra segera berdiri dari kursinya.

Salsa mengangguk. “Datanglah lagi besok setelah kamu yakin akan sembuh.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
T.Y.LOVIRA
wah asik nih novel nya ..bikin deg degan lah..mampir jg di novel aku ya kak"Langkah Dewi: Warisan Rahasia" dan Warisan Terlarang: Kontak darah 90 hari'
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 142

    "Bu...""Jangan mendekat! Kau jahat!" teriak Seva lagi.Seva menunjuk ke arah Indra dengan tajam. Matanya menyala merah.Salsa berusaha menenangkan dengan memeluknya.Sementara Indra memegang wajahnya yang terasa panas akibat tamparan dari Seva tersebut.Iya, Indra lah yang ditampar oleh Seva dengan begitu keras. Bahkan tatapan matanya menunjukkan kebencian yang begitu besar kepada Indra.Sungguh tidak disangka kalau Seva menampar Indra. Awalnya Indra menyangka kalau Seva mengenalinya dan menyadari kalau kini anaknya sudah besar."Sayang, aku ajak ibu masuk ya," ujar Salsa kepada sang suami."Iya, Sayang.""Kamu gapapa?" tanya Salsa khawatir.Indra mengangguk sambil tersenyum. "Aku gapapa."Salsa kembali mendorong kursi roda Seva ke kamarnya, tidak banyak bicara.Apalagi melihat Seva sedang begitu emosional. Bahkan, dia memegang besi pegangan kursi itu sangat erat.Mungkinkah, Seva melihat Indra mirip Tomy. Dan, dia begitu dendam kepada Tomy?"Suster, tolong tenangi ibu ya," ujar Sal

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 141

    "Bagaimana dengan kalian?" tanya Indra kepada Rudi yang tampak sedang menikmati rokoknya di pagi hari."Lita masih berpikir, Pak.""Kamu tetap memaksanya bekerja?" tanya Indra sambil menatap sang ajudan lekat-lekat."Maunya sih begitu, biar ibuku ada temannya," jawab Rudi."Kendalanya apa?""Lita masih mau kerja. Dan juga kan, kebetulan kami bisa bekerja di satu tempat," jawab Rudi sembari mengembuskan asap rokoknya.Indra mengangguk. "Sepertinya kamu yang harus mengalah dan pahami lagi tujuan kalian menikah. Kalau untuk teman ibumu, kamu bisa sewa perawat.""Saya sih maunya begitu, Pak. Tapi, Ibu saya memaksa istri saya harus tinggal bersama dengannya.""Apa ibumu bisa meyakinkan akan memperlakukan istrimu dengan baik?" Rudi tidak menjawab, dia sendiri pun mungkin bingung dengan keinginan ibunya.Rudi seperti sedang makan buah simalakama. Dimakan mati emak gak dimakan mati bapak.Padahal seharusnya, ibunya yang mengerti keadaan anaknya, bukan malah membuat anaknya ragu."Berikan pen

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 140

    Akhirnya, hari pernikahan Indra dan Salsa tiba..Tawa dan tepuk tangan bergema, memenuhi ruangan yang dipenuhi bunga segar. Kilau lampu kristal menari di permukaan meja, menyilaukan mata seolah ingin menegaskan bahwa hari itu hanyalah tentang kebahagiaan. Semua orang larut dalam suasana, namun di balik senyum yang ia pajang, dada Indra menyimpan sesuatu yang tak bisa dibagikan kepada siapa pun.“Indra,” suara berat Tomy terdengar di telinga. Pria paruh baya itu menepuk bahu Indra dengan bangga. “Kamu membuat Papa terharu hari ini. Kamu tampak dewasa, bertanggung jawab, dan bahagia.”Indra membalas dengan senyum kecil. “Terima kasih, Pa.”Yulia ikut mendekat, meraih tangan Salsa. “Kau sekarang resmi menjadi bagian keluarga ini. Kami bangga padamu, Nak.”Salsa tersipu, lalu menunduk sopan. “Aku yang berterima kasih. Papa dan Mama menerima aku dengan terbuka, meskipun tahu darimana aku berasal.”Indra menatap keduanya. Dari luar, semua tampak sempurna, orangtua yang penuh cinta, istri

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 139

    "Aku harus mencari tahu."Indra tersenyum ke arah Salsa. Di dalam kepalanya, dia yakin kalau memang apa yang terjadi pada ibunya asal muasalnya pasti karena Tomy."Kenapa kamu malah mencurigai Papa? Bukankah Papa yang telah mempertemukan kamu dengannya? Papa juga yang membiayainya, dan itu tidak murah," tanya Salsa heran.Apalagi, menurut Tomy juga apa yang dia lakukan juga atas persetujuan Yulia, istrinya."Justru itu letak anehnya," jawab Indra."Kenapa?""Sejatinya, seorang wanita itu pasti tidak akan senang kalau pasangannya memikirkan orang lain, apalagi itu mantannya. Meskipun katakanlah ibu tidak lagi waras. Biasanya, yang sudah mati saja kerapkali dianggap saingan. Tapi, ini Mama Yulia santai banget," jawab Indra."Bukannya bagus? Itu artinya Mama Yulia sangat baik dan bisa menerima Papa apa adanya.""Menerima apa adanya, atau karena ada apanya?" tanya Indra."Aku angkat tangan, aku gak ngerti loh maksud kamu," ujar Salsa.Indra tertawa. "Siapa tahu, aku dan ibu sengaja di tum

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 138

    "Hah? Kenapa harus yang ini?" tanya Indra setengah tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Ini sangat menarik, ceritanya berbeda dari yang lain."Tomy hanya bisa menahan senyum. Dia tahu, Indra sangat malu dengan buku-bukunya yang terdahulu.Dan Yugo malah memilih buku yang tidak ingin Indra ingat."Hasrat Menggelora di Bilik Tetangga."Itulah buku yang dipilih oleh Yugo, yang akan diadaptasi ke film komedi romantis. "Tapi, buku ini isinya..."Indra bahkan tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Mengingat isi buku itu benar-benar kacau dan memalukan baginya."Saya sudah membaca, ini lucu dan juga masih aman untuk difilmkan," jawab Yugo."Kalau menurut Bapak demikian, saya menurut saja," ujar Indra.Sebenarnya, Indra berharap kalau Yugo meminang buku terbarunya yang menjadi best seller untuk diadaptasi menjadi film.Tapi, malah buku yang tidak di duga-duga."Mengenai pembagian hasil...""Saya belum berpengalaman untuk hal ini, Pak. Jadi, saya percaya saja kalau Bapak tidak akan mencu

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 137

    Indra menghentikan langkahnya, dia melihat ke arah Seva.Tapi, wanita itu masih sama saja. Tanpa ekspresi. Bahkan tidak menunjukkan kalau dia baru saja memanggil Indra."Ini Indra, Bu," ucap Indra mendekat.Indra meraih tangan Seva, berharap wanita itu mengenalnya.Tapi, Seva masih sama saja. Dia malah menggeleng. "Indra menangis, dia pasti lapar," gumam Seva.Indra memejamkan matanya. Waktu untuk wanita ini terhenti saat Indra kecil. Berarti, ada kemungkinan dia meninggalkan Tomy bukan karena keinginannya, tapi sebuah keterpaksaan."Indra mencariku," sambung Seva lagi.Indra menatap Tomy. "Apakah benar dulu dia meninggalkan Papa?"Tomy mengangguk. "Iya. Tapi, Papa tidak tahu apa masalahnya. Dia tidak meninggalkan pesan ataupun tanda.""Terus?""Papa sudah berusaha mencari, tapi tidak menemukannya," jawab Tomy."Jangan-jangan waktu itu dia pergi karena ada yang memaksanya," gumam Indra."Entahlah, waktu itu tidak ada yang melihatnya. Juga, tidak ada cctv. Jadi, Papa benar-benar tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status