Share

Bab 4

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-08-19 11:49:29

Hari sudah gelap ketika Indra tiba di apartemen. Pikirannya berkecamuk, masih terbayang bagaimana proses pengobatan yang dia lewati hari ini.

Aneh dan tidak biasa, tapi dia menikmatinya. Godaan dari klinik itu membekas di kepalanya, bagaimana senyuman Salsa dan cara berjalan Lita.

Bahkan di masih bisa mencium aroma tubuh Salsa yang sempat begitu dekat dengannya, bibir tipis yang basah dan hampir saja dia nikmati tadi.

“Klinik yang tidak biasa,” gumam Indra.

Kriet!

Langkah Indra berat saat membuka pintu apartemen. Semua ruangan sudah terang, lampu-lampu sudah dinyalakan, itu artinya Bella, sang istri, sudah pulang ke rumah. Bahkan Bella tidak mencari tahu kemana dia pergi saat pulang dia tidak dirumah. Kadang, Indra sempat berpikir apa arti dari hidupnya ini. Kini, dia berkeluarga tapi rasanya hampa, seperti tidak berkeluarga.

Aroma kopi dari dapur menyambutnya, tapi tak mampu menenangkan hati yang berkecamuk. Indra menaruh kunci di meja, duduk di sofa, dan mengusap wajahnya yang lelah.

“Dia bahkan tidak menyambut suaminya pulang,” keluh Indra melirik ke arah dapur, dimana disana, Bella sedang menyeduh kopi, seperti kebiasaannya.

Indra menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, tubuhnya terlalu lelah juga pikirannya.

Ting!

Ponsel Bella yang tergeletak diatas meja berbunyi, sepertinya ponsel itu ketinggalan di sana. Biasanya, Bella tidak pernah melupakan ponselnya walaupun sedetik. Bahkan ke kamar mandi pun selalu dibawa, dia tidak pernah membiarkan Indra menyentuh ponselnya.

Layarnya menyala, tampak sebuah pesan tampil di layar. Awalnya, Indra tidak peduli, tapi entah mengapa dia begitu penasaran dengan ponsel itu, dia ingin melihatnya.

Tangannya terulur meraih ponsel itu, namun ketika membaca sekilas pesan diatas layar, jantungnya seolah tidak lagi pada tempatnya.

‘[Sayang, thank you. Tadi, kamu sangat hebat. Kamu selalu hebat sih, dan aku sudah merindukan tubuhmu lagi. Malam ini, bisa kita bertemu?]’

Jantung Indra mencelos. Tangan gemetar saat, dia semakin penasaran dengan pesan yang lainnya.

Indra mencoba membuka layar kuncinya, namun percobaan pertama tidak bisa. Dia tidak tahu kunci ponsel Bella. Namun, Indra memutar otak mengingat angka-angka yang kemungkinan digunakan oleh Bella. Dan akhirnya dia mengkombinasikan beberapa angka yang disukai Bella.

Dan taraa…

Dia berhasil membuka kunci layar ponsel itu. Tangannya dengan cekatan membuka pesan yang ada disana. Pesan yang tadi sempat di abaca dari kontak bernama Gio, dibuka. Dia baca dari atas hingga bawah.

Tangan Indra gemetar, pesan-pesan yang tidak pantas. Foto semi telanjang yang saling mereka kirim, bahkan ada satu video intim keduanya di kamar hotel yang dikirimkan seminggu lalu oleh lelaki bernama Gio itu.

Indra terduduk lemas, wajahnya menegang. Rasa sakit yang menyesakkan perlahan berubah menjadi bara amarah.

“Jadi, selama ini aku yang bodoh?” tanya Indra pelan.

Dia kembali meletakkan ponsel itu diatas meja setelah berhasil mengambil gambar dan mengirimkan video itu ke ponselnya. Kemudian dia mengembalikan seperti semula, seolah dia tidak menyentuh benda itu.

“Apa karena kamu tidak bisa berdiri?” tanya Indra lagi sambil menatap bagian bawah perutnya, seolah “dia” lah yang sedang diajak bicara.

Indra memejamkan matanya, ingatan tentang ruang pemeriksaan berkelebat. Di mana sorot mata dokter Salsa yang tajam tapi menggoda dan suara lembut Lita saat berbisik di telinganya.

Tadi, dia menolak mereka. Menolak karena logikanya masih berpikir. Tapi kini, semuanya tampak seperti lelucon pahit. Disaat dia menolak sentuhan wanita lain karena ingin setia, ternyata ranjangnya telah lama ternoda.

“Kau darimana?” suara tajam Bella yang berjalan dari dapur, diikuti dengan aroma kopi yang menguar ke seluruh ruangan.

Indra tidak membuka matanya. “Dari klinik.”

“Kau berobat?” tanya Bella penasaran.

“Iya.”

“Apa kata dokter?”

“Masih bisa diobati.”

“Baguslah, setidaknya kau bisa menjadi lelaki di atas ranjang,” ucap Bella sinis.

Indra tersenyum kecut, kemudian perlahan dia membuka matanya. Dia menatap sang istri dengan tajam. “Untuk apa lagi?” tanya Indra.

“Apanya?”

“Untuk apa kau memintaku berobat? Bukankah kau sudah mendapatkannya dari lelaki lain?”

Wajah Bella berubah memucat, dia gelagapan. Segera meraih ponselnya, dan dia baru sadar kalau Indra telah membaca pesan yang Gio kirimkan untuknya. Situasi itu hanya beberapa detik saja, kemudian Bella sudah mampu menguasai keadaan, dia menatap Indra dengan tatapan tajam.

“Kau membuka ponselku?”

“Kenapa? Salah?”

“Iya, karena ponsel adalah sebuah privasi. Kau tidak berhak membukanya tanpa seizinku!” ujar Bella dengan suara tajam.

“Meskipun kau istriku?”

“Iya.”

“Seluruh tubuhmu sudah aku jamah, tidak ada privasi lagi. Kenapa ponsel masih harus privasi?”

“Itu hal berbeda.”

“Karena kau takut aku tahu apa yang kau lakukan!” suara Indra sedikit meninggi, tapi itu tidak membuat Bella takut.

Bella menatap Indra tajam. “Baguslah kalau kau tahu. Kau pikir aku bisa menahan dengan keadaanmu yang tidak bisa diandalkan itu? Aku juga butuh kepuasan batin.”

“Bukankah kau sudah punya beberapa alat?”

“Tidak cukup hanya alat. Makanya, jadi orang kau harusnya berusaha! Kau pikir, aku akan bertahan denganmu yang tidak berguna ini? Tidak ada uang, aku bisa maklum. Tapi, apa aku harus memaklumi itu juga? Sampai kapan aku harus bertahan?” tanya Bella dengan tawa sinis.

Indra tidak menjawab dia hanya mengangguk dan menghela nafas berat. Dia tahu, tidak ada gunanya lagi dia bertahan dengan setia. Bella bahkan tidak menyesal sedikitpun, dia menjadikan kekurangannya sebagai alasan untuk mencari kepuasan dari orang lain.

“Kau mau kemana?” tanya Bella ketika Indra berjalan menuju pintu keluar.

“Pergi,” jawab Indra.

Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah satu, yaitu klinik tempat dimana Dokter Salsa dan perawatnya berada.

Tidak ada lagi keraguan dalam dirinya, yang semula menolak karena merasa bersalah, kini tidak lagi dipikirkan. Dan apa yang dilakukan di klinik itu menjadi hal yang dibenarkan bagi Indra.

Pukul sembilan malam, Indra kembali tiba di klinik. Tidak ada lagi resepsionis nenek tua yang menunggu di meja depan. Bangunan itu terasa lebih horor saat malam hari. Suara dedaunan yang saling bergesekan membuat suasana semakin mencekam.

Indra langsung masuk ke ruangan dokter Salsa, dan kebetulan sang dokter masih berada disana. Kini, Salsa tidak lagi mengenakan jas dokternya. Dia hanya mengenakan kemeja yang kesempitan itu.

“Pak Indra, ada apa? Klinik kami sudah tutup,” ujar Salsa yang terkejut melihat kedatangan Indra secara mendadak dan tidak terduga.

“Saya ingin melanjutkan pengobatan,” jawabnya dengan mata yang terus menatap Salsa.

“Kamu sudah yakin?” tanya Salsa berjalan mendekat.

“Saya siap,” jawab Indra yang langsung merasakan aura yang berbeda melihat dokter berjalan ke arahnya. Dimana kedua buah dadanya bergoyang-goyang seolah memanggilnya.

“Baiklah,” jawab Salsa yang kemudian mendorong Indra ke arah ranjang. Kini tubuhnya terdesak dan dengan cepat dia mendominasi keadaan. Indra mendorong dokter Salsa ke atas ranjang dan mengunci tubuh itu di bawah tubuhnya.

“Apakah ini juga bagian pengobatan?” tanya Indra sembari membuka semua kancing kemeja sang dokter.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 142

    "Bu...""Jangan mendekat! Kau jahat!" teriak Seva lagi.Seva menunjuk ke arah Indra dengan tajam. Matanya menyala merah.Salsa berusaha menenangkan dengan memeluknya.Sementara Indra memegang wajahnya yang terasa panas akibat tamparan dari Seva tersebut.Iya, Indra lah yang ditampar oleh Seva dengan begitu keras. Bahkan tatapan matanya menunjukkan kebencian yang begitu besar kepada Indra.Sungguh tidak disangka kalau Seva menampar Indra. Awalnya Indra menyangka kalau Seva mengenalinya dan menyadari kalau kini anaknya sudah besar."Sayang, aku ajak ibu masuk ya," ujar Salsa kepada sang suami."Iya, Sayang.""Kamu gapapa?" tanya Salsa khawatir.Indra mengangguk sambil tersenyum. "Aku gapapa."Salsa kembali mendorong kursi roda Seva ke kamarnya, tidak banyak bicara.Apalagi melihat Seva sedang begitu emosional. Bahkan, dia memegang besi pegangan kursi itu sangat erat.Mungkinkah, Seva melihat Indra mirip Tomy. Dan, dia begitu dendam kepada Tomy?"Suster, tolong tenangi ibu ya," ujar Sal

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 141

    "Bagaimana dengan kalian?" tanya Indra kepada Rudi yang tampak sedang menikmati rokoknya di pagi hari."Lita masih berpikir, Pak.""Kamu tetap memaksanya bekerja?" tanya Indra sambil menatap sang ajudan lekat-lekat."Maunya sih begitu, biar ibuku ada temannya," jawab Rudi."Kendalanya apa?""Lita masih mau kerja. Dan juga kan, kebetulan kami bisa bekerja di satu tempat," jawab Rudi sembari mengembuskan asap rokoknya.Indra mengangguk. "Sepertinya kamu yang harus mengalah dan pahami lagi tujuan kalian menikah. Kalau untuk teman ibumu, kamu bisa sewa perawat.""Saya sih maunya begitu, Pak. Tapi, Ibu saya memaksa istri saya harus tinggal bersama dengannya.""Apa ibumu bisa meyakinkan akan memperlakukan istrimu dengan baik?" Rudi tidak menjawab, dia sendiri pun mungkin bingung dengan keinginan ibunya.Rudi seperti sedang makan buah simalakama. Dimakan mati emak gak dimakan mati bapak.Padahal seharusnya, ibunya yang mengerti keadaan anaknya, bukan malah membuat anaknya ragu."Berikan pen

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 140

    Akhirnya, hari pernikahan Indra dan Salsa tiba..Tawa dan tepuk tangan bergema, memenuhi ruangan yang dipenuhi bunga segar. Kilau lampu kristal menari di permukaan meja, menyilaukan mata seolah ingin menegaskan bahwa hari itu hanyalah tentang kebahagiaan. Semua orang larut dalam suasana, namun di balik senyum yang ia pajang, dada Indra menyimpan sesuatu yang tak bisa dibagikan kepada siapa pun.“Indra,” suara berat Tomy terdengar di telinga. Pria paruh baya itu menepuk bahu Indra dengan bangga. “Kamu membuat Papa terharu hari ini. Kamu tampak dewasa, bertanggung jawab, dan bahagia.”Indra membalas dengan senyum kecil. “Terima kasih, Pa.”Yulia ikut mendekat, meraih tangan Salsa. “Kau sekarang resmi menjadi bagian keluarga ini. Kami bangga padamu, Nak.”Salsa tersipu, lalu menunduk sopan. “Aku yang berterima kasih. Papa dan Mama menerima aku dengan terbuka, meskipun tahu darimana aku berasal.”Indra menatap keduanya. Dari luar, semua tampak sempurna, orangtua yang penuh cinta, istri

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 139

    "Aku harus mencari tahu."Indra tersenyum ke arah Salsa. Di dalam kepalanya, dia yakin kalau memang apa yang terjadi pada ibunya asal muasalnya pasti karena Tomy."Kenapa kamu malah mencurigai Papa? Bukankah Papa yang telah mempertemukan kamu dengannya? Papa juga yang membiayainya, dan itu tidak murah," tanya Salsa heran.Apalagi, menurut Tomy juga apa yang dia lakukan juga atas persetujuan Yulia, istrinya."Justru itu letak anehnya," jawab Indra."Kenapa?""Sejatinya, seorang wanita itu pasti tidak akan senang kalau pasangannya memikirkan orang lain, apalagi itu mantannya. Meskipun katakanlah ibu tidak lagi waras. Biasanya, yang sudah mati saja kerapkali dianggap saingan. Tapi, ini Mama Yulia santai banget," jawab Indra."Bukannya bagus? Itu artinya Mama Yulia sangat baik dan bisa menerima Papa apa adanya.""Menerima apa adanya, atau karena ada apanya?" tanya Indra."Aku angkat tangan, aku gak ngerti loh maksud kamu," ujar Salsa.Indra tertawa. "Siapa tahu, aku dan ibu sengaja di tum

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 138

    "Hah? Kenapa harus yang ini?" tanya Indra setengah tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Ini sangat menarik, ceritanya berbeda dari yang lain."Tomy hanya bisa menahan senyum. Dia tahu, Indra sangat malu dengan buku-bukunya yang terdahulu.Dan Yugo malah memilih buku yang tidak ingin Indra ingat."Hasrat Menggelora di Bilik Tetangga."Itulah buku yang dipilih oleh Yugo, yang akan diadaptasi ke film komedi romantis. "Tapi, buku ini isinya..."Indra bahkan tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Mengingat isi buku itu benar-benar kacau dan memalukan baginya."Saya sudah membaca, ini lucu dan juga masih aman untuk difilmkan," jawab Yugo."Kalau menurut Bapak demikian, saya menurut saja," ujar Indra.Sebenarnya, Indra berharap kalau Yugo meminang buku terbarunya yang menjadi best seller untuk diadaptasi menjadi film.Tapi, malah buku yang tidak di duga-duga."Mengenai pembagian hasil...""Saya belum berpengalaman untuk hal ini, Pak. Jadi, saya percaya saja kalau Bapak tidak akan mencu

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 137

    Indra menghentikan langkahnya, dia melihat ke arah Seva.Tapi, wanita itu masih sama saja. Tanpa ekspresi. Bahkan tidak menunjukkan kalau dia baru saja memanggil Indra."Ini Indra, Bu," ucap Indra mendekat.Indra meraih tangan Seva, berharap wanita itu mengenalnya.Tapi, Seva masih sama saja. Dia malah menggeleng. "Indra menangis, dia pasti lapar," gumam Seva.Indra memejamkan matanya. Waktu untuk wanita ini terhenti saat Indra kecil. Berarti, ada kemungkinan dia meninggalkan Tomy bukan karena keinginannya, tapi sebuah keterpaksaan."Indra mencariku," sambung Seva lagi.Indra menatap Tomy. "Apakah benar dulu dia meninggalkan Papa?"Tomy mengangguk. "Iya. Tapi, Papa tidak tahu apa masalahnya. Dia tidak meninggalkan pesan ataupun tanda.""Terus?""Papa sudah berusaha mencari, tapi tidak menemukannya," jawab Tomy."Jangan-jangan waktu itu dia pergi karena ada yang memaksanya," gumam Indra."Entahlah, waktu itu tidak ada yang melihatnya. Juga, tidak ada cctv. Jadi, Papa benar-benar tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status