Share

Part 4

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2022-11-20 00:50:45

Pukul empat sore Dewi keluar dan meminta izin untuk pergi ke tempat lesnya. Aku melarangnya pergi sebelum dia memberitahuku, siapa laki-laki yang semalam bersamanya di kamar.

Lagi-lagi dia hanya menangis tergugu di hadapanku. Apa sih, sebenarnya maunya anak ini. Asal ditanya selalu saja menjawab dengan air mata.

“Kakak kenapa sih, tega banget nuduh aku begitu. Aku nggak ngapa-ngapain semalam. Kakak kan liat sendiri aku tidur!” tampiknya kesal.

Dia lalu masuk ke dalam kamar dan membanting pintu hingga aku berjingkat kaget.

Samar-samar terdengar suara azan magrib berkumandang. Aku duduk di ruang tengah menunggu kepulangan Mas Akmal dari toko, walaupun sebenarnya aku yakin dia pasti pulang tengah malam.

Tiga puluh menit kemudian terdengar suara deru mesin kendaraan masuk ke pekarangan rumah. Bergegas diri ini mengenakan kerudung lalu keluar menyambut kepulangan suamiku.

“Sudah pulang, Mas?” tanyaku seraya meraih tangan kanannya, serta mencium punggung tangan laki-laki itu dengan takzim.

“Iya, kangen sama kamu!” jawabnya membuat hati ini berbunga-bunga.

“Kangen sama aku, apa...?” Aku menggantung kalimat, tidak mau memancing amarah Mas Akmal. Sebab dia baru saja datang dari luar dan pasti dikawal oleh syaitan.

“Kangen sama kamulah!” Dia mengecup pucuk kepalaku.

Setelah Mas Akmal selesai mandi dan perutnya sudah diisi. Aku mengajaknya duduk berdua dan menunjukkan dalaman yang aku temukan di kamar Dewi. Mas Akmal menautkan alis. Riak wajahnya tiba-tiba berubah.

“Apa ini, Fit. Kenapa nunjukin onderdil aku?” tanya Mas Akmal pura-pura tidak tahu.

“Aku menemukannya di kamar Dewi, kenapa barang ini ada di kamar dia?” Aku balik bertanya.

Mas Akmal tertawa, menunjukkan deretan giginya yang tertata rapi.

“Sepertinya kamu butuh piknik, Fit. Otaknya terkontaminasi hal-hal aneh terus. Semalam kamu dua kali ndobrak pintu Dewi. Nuduh adik kamu sendiri melakukan perbuatan tidak bermoral. Sekarang, kamu malah nunjukin kandang burung aku dan bilang nemu di kamar Dewi!” Dia kembali tertawa.

Ya Tuhan, apa semua penemuanku dianggap lucu olehnya?

Aku benar-benar dibuat penasaran dan hidup dipenuhi prasangka oleh mereka berdua.

“Mas, apa Mas punya hubungan spesial sama Dewi?” Menatap lekat mata suamiku.

“Ya Allah, Efita Adriani. Kamu itu ngomong apa sih. Jangan ngawur ah!” elaknya.

“Terus, kenapa barang ini ada di kamar Dewi?”

“Itu, lagi. Ya Mas mana tahu. Udah, ah, nggak usah bahas yang aneh-aneh. Kita tidur saja, sudah malam.”

Dia merangkul pundakku dan membimbingku untuk segera tidur.

Malam ini, aku sengaja minum segelas kopi supaya tetap terjaga dan memergoki Mas Akmal saat masuk ke kamar Dewi.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka dua belas malam. Aku menoleh ke arah Mas Akmal dan dia masih terlelap di sampingku. Aku juga tidak mendengarkan suara-suara aneh seperti malam sebelumnya.

Lamat-lamat terdengar suara azan subuh berkumandang. Aku masih saja terjaga karena pengaruh kopi yang aku minum sebelum tidur.

Segera kubangunkan Mas Akmal kemudian menyuruh laki-laki beralis tebal itu melaksanakan ibadah dua rakaat.

Entah berapa lama dan kapan aku tertidur, tiba-tiba saat bangun jarum jam sudah menunjuk ke angka 12:30. Aku segera turun dari tempat tidur, membasuh tubuh di kamar mandi lalu segera keluar dari kamar karena perutku sudah keroncongan.

Aku membuka kitchen set kemudian mengambil sebungkus mie instan rasa ayam bawang. Setelah itu memotong cabai serta sayuran dan merebusnya secara bersamaan.

Bau harum mie rebus menguar membuat perut ini bertambah lapar. Dewi melintas di depanku tanpa menyapa atau sekedar menoleh ke arahku. Dasar adik tidak ada akhlak. Sudah mulai berani rupanya dia sama kakaknya.

“Mau ke mana, Wi?” tanyaku seraya menggulung mie di garpu.

Hening. Dewi tetap diam dan langsung menyelonong pergi entah ke mana.

Aku mengambil gawai yang berada di atas nakas dan menyalakannya. Ada beberapa puluh pesan dari grup alumni SMA, juga pesan dari Mas Akmal suamiku.

[Fit, malam ini aku pulang telat lagi, ya. Kamu kalau mau tidur dulu nggak apa-apa. Mungkin Mas pulang jam sepuluh atau jam sebelas malam] aku menyentak nafas kasar.

Karena curiga, selepas isya aku mendatangi toko elektronik milik Mas Akmal. Aku lihat mobil laki-laki berusia tiga puluh tahun itu masih berada di parkiran. Berarti dia memang tidak pergi kemana-mana. Tapi, kenapa harus pulang larut malam kalau toko sudah tutup. Apa dia tidak rindu dengan aku. Atau, posisiku di hatinya benar-benar sudah digantikan oleh Dewi?

Ya Tuhan. Tiba-tiba dada ini terasa sakit dan sesak sekali. Aku tidak akan sanggup jika ternyata Mas Akmal benar-benar main belakang dengan adik kandungku.

Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sembilan. Aku lekas memesan taksi online dan pulang ke rumah sebelum Mas Akmal sampai di kediaman kami.

Saat hendak membuka kunci, aku dikejutkan oleh siluet hitam di samping rumahku. Penasaran, aku mengendap masuk dan melihat siapa yang berada di samping rumahku malam-malam seperti ini.

Tidak ada orang. Aku benar-benar merasa aneh dengan apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Apa jangan-jangan benar apa kata Mas Akmal, kalau aku itu hanya kurang piknik saja.

Aku menghela nafas dalam-dalam sambil memijat-mijat kepalaku yang terasa sedikit pusing dan berputar. Setelah semuanya terasa rileks, aku masuk ke dalam rumah, mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya hingga tandas.

Tidak lama kemudian terdengar suara deru mesin kendaraan memasuki parkiran rumahku. Aku segera mengganti pakaianku dengan baju kebangsaan, lalu segera keluar membukakan pintu.

“Kamu kok belum tidur, Fit?” tanya Mas Akmal sembari mencium puncak kepalaku.

“Belum, nungguin kamu!” jawabku jutek.

Mas Akmal mencubit hidungku dengan gemas. Andai saja moodku sedang bagus, sudah barang tentu diri ini langsung melingkarkan kedua tangan di pinggang suamiku dan bermanja-manja ria.

Ah, Mas, Dewi, kenapa kalian membuat diriku selalu menerka-nerka apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 229 (Ending)

    Pukul tujuh malam, selepas melaksanakan shalat isya, Ridwan kembali datang dan meminta Dewi untuk menjadi pendamping hidupnya. Kali ini dia meminta wanita tersebut kepada sang kakak, dan Efita tetap saja menyerahkan semuanya kepada Dewi. "Sudah aku bilang kan, Mas. Aku ini bukan wanita sempurna. Kamu akan menyesal jika menikah denganku nanti. Apa kamu tidak berpikir sampai kesitu, Mas?" Dewi membuang muka menghindari tatapan Ridwan yang begitu menghanyutkan."Saya akan menerima segala kekurangan serta kelebihan kamu, Wi. Lillahi taala. Menikah itu ibadah. Kebahagiaan sepasang suami istri itu bukan hanya karena adanya anak. Tapi dengan saling percaya serta melengkapi, kita akan merasa hidup bahagia selamanya. Apalagi sudah ada Arjuna. Dia juga butuh figur seorang ayah, Wi. Kamu jangan egois!" desak Ridwan memberi keyakinan kepada wanita yang dia kagumi."Justru karena aku tidak mau dianggap egois, makanya menolak kamu, Mas." "Wi, tolong pertimban

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 228

    Keluarga besar Efita sudah bersiap-siap pergi ke kota Tegal untuk melangsungkan pernikahan Salman dengan putri sulung Gus Fauzan. Pernikahan yang rencananya akan diselenggarakan awal tahun, akan tetapi harus ditunda beberapa bulan karena Salman belum bisa mengambil cuti dan Nabila mendapat tugas dari kampusnya untuk melakukan kuliah kerja nyata di luar kota. Hal itulah yang membuat acara harus ditunda sementara, dan hari ini, dua insan manusia yang saling mencintai itu akan mengucap janji suci di depan Allah, menjadikan hubungan mereka menjadi halal serta diridhai Tuhan."Santai saja, nggak usah gemetar!" bisik Salim kepada sang adik ketika mereka sudah berada di masjid pesantren menunggu ijab qobul dimulai.Salman menerbitkan senyuman. Rasa grogi terlihat jelas di wajah pria berusia sudah genap dua puluh empat tahun itu, apalagi ketika pembawa acara memulai susunan acara.Keringat dingin terus saja membanjiri tubuhnya walaupun ruangan tempat dia akan meng

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 227

    "Maaf, Wi. Kamu yang tenang. Kalau kamu tidak mau menyerahkan Arjuna tidak apa-apa. Mas tidak memaksa. Tapi kalau suatu saat Mas ingin mengajaknya bermalam di rumah, tolong kamu izinkan ya? Biar dia juga deket dengan Papa Surya."Mendengar nama Surya, entah mengapa ada rasa seperti termas-remas di dada Dewi. Dia ingat betul ketika pria paruh baya itu merenggut dengan paksa kehormatannya, melakukannya berkali-kali hingga akhirnya dia mengandung dan kehilangan masa depan. Selain itu, dia juga harus menjadi duri dalam daging di kehidupan rumah tangga Efita, merobohkan benteng yang telah dibangun dengan kokoh hingga hancur lebur serta rata dengan tanah.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut netra perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Walaupun rasa benci terhadap Surya mendominasi di hati, akan tetapi dia begitu mencintai Arjuna. Apalagi Efita selalu memberinya wejangan, kalau anak adalah masa depan yang akan menjamin masa tua kita, j

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 226

    #POV AuthorEfita sedang duduk di teras sambil mengawasi Arjuna, Syabil dan Faza bermain pasir di taman depan rumah. Dia segera menoleh ke arah pintu ketika mendengar seseorang mengucap salam. Seulas senyum tergambar di bibir Akmal, sambil menatap wajah Efita yang tertutup cadar. Ada rasa rindu yang kian menggebu di dalam kalbu, karena sampai saat ini dia belum benar-benar bisa melupakan sang mantan. Cinta yang ditancapkan Efita di dinding hatinya terlalu dalam dan tidak mudah terhapuskan.Semakin dia mencoba, maka rasa itu kian terasa serta menyiksa."Kamu apa kabar, Fit?" tanya Akmal setelah dia dipersilahkan masuk oleh mantan istrinya."Alhamdulillah aku sehat. Mas Akmal sendiri bagaimana kabarnya, tumben mampir ke rumah, setelah beberapa tahun tidak pernah keliatan batang hidungnya?" "Aku pengen ketemu Juna, Fit."Efita menanggapi dengan ber oh ria. Dia kemudian memanggil keponakan kesayangannya itu dan menyuruh pr

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 225

    Setelah selesai memberikan keterangan kepada penyidik. Perawat serta polisi wanita yang mendampingi segera membawa Safina keluar dari ruangan tersebut karena harus segera kembali ke rumah sakit."Apa saya bisa bicara dengan Safina sebentar, Bu?" Ragu aku mengatakan hal itu, karena takut Safina kembali mengamuk jika aku mengajaknya berbicara."Silahkan, Pak." Kami pun berjalan menuju kursi panjang yang ada di teras kantor polisi, duduk di tempat tersebut dengan perasaan bersalah menyelimuti hati."Fin," panggilku pelan."Aku tahu apa yang ingin Mas Salim katakan sama aku," sahut Safina dengan suara parau. "Mas nggak usah khawatir. Aku tidak akan lagi mengganggu atau merepotkan Mas. Aku juga sudah ikhlas dengan pernikahan Mas dan Ning Azalia. Aku doakan, semoga kalian berdua hidup bahagia hingga maut yang memisahkan." Seulas senyum tercetak di bibir merah muda Safina walaupun aku lihat ada kabut di kedua sudut netranya.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 224

    "Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Fahri seraya menatap menghunus ke arahku.Aku mengangkat satu ujung bibir. Sepertinya Tejo dan Fahri begitu membenci diriku, padahal antara aku dan mereka berdua tidak pernah ada urusan apa-apa. Kenal saja baru-baru ini setelah aku menikah dengan Safina dan Azalia. Tapi, entah mengapa tatapan mereka terlihat penuh dengan kebencian kepadaku.Petugas menyuruh Fahri untuk duduk, menginterogasi dia menanyakan hubungan laki-laki tersebut dengan mantan istri, walaupun Fahri terus saja berbelit-belit memberikan keterangan, malah cenderung mengelak kalau dia tidak pernah melakukan pelecehan seksual terhadap SafinaHingga akhirnya seorang wanita berhijab ungu ditemani oleh seorang perawat juga dua orang polisi wanita datang, membuat Fahri serta Tejo tercengang. Gurat ketakutan tergambar jelas di wajah keduanya."Sa--Safina?" Bahkan Tejo sampai tergagap melihat kehadiran wanita yang sudah dia nodai tersebut.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status