Sandrio mengangguk, lantas bibirnya melengkungkan senyum dengan sempurna. Laki-laki dengan pakaian berjenis kemeja linen lengan panjang berwarna hijau itu tampak serasi dengan Nala yang mengenakan dress midi tosca.
Saat ini wajah sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan itu sedang bahagia. Nala terlihat senang dengan pipi merona merah, sedangkan Sandrio terlihat tersenyum lebar karena senang bisa mendapatkan pasangan seperti Nala.
Sandrio masih memegang kendali atas kemudi mobil. Hingga tiga puluh lima menit kemudian, Sandrio menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah dengan bangunan yang megah dan besar. Rumah yang terlihat begitu anggun itu didominasi oleh cat berwarna putih dan kuning.
"Ayo turun, kita sudah sampai di depan rumahku," kata Sandrio.
Nala terperanjat ketika Sandrio mengucapkan bahwa bangunan besar dan megah, berlantai tingkat dua itu adalah rumahnya. Tatapan mata Nala kini tertuju kepada bangunan dengan pagar besi yang menjulang tinggi. Sungguh berbeda dengan rumah Nala yang terlihat biasa-biasa saja.
"Sayang, jangan bengong di situ. Lekas turun dan berjalanlah denganku di samping," imbuh Sandrio.
Nala buru-buru menyadarkan diri dari pikirannya. Wanita cantik itu mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Sandrio telah berada di sisi lain Nala, tangannya siap menggandeng Nala untuk masuk ke dalam rumah.
"Persiapkanlah dirimu. Jangan sampai terlihat gugup di depan ibu dan keluargaku," ujar Sandrio.
"Ah ya, pasti. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menciptakan kesan yang bagus kepada mereka," balas Nala.
Sandrio dan Nala telah tiba di ruang tamu. Begitu sampai di dalam ruang tamu, Nala menyadari betapa besar dan lapangnya ruangan dengan hiasan sofa serta meja tersebut. Beberapa guci besar dan lemari kayu juga terlihat mengisi ruangan.
Di bagian sofa dan kursi panjang telah terkumpul beberapa orang, sepertinya mereka adalah anggota keluarga Sandrio. Nala tersenyum kaku ketika menyadari bahwa ada banyak penghuni di rumah besar ini.
"Ayo kita ke sana, sayang. Mereka sudah menunggu kedatangan kita," ucap Sandrio.
Tidak ada pilihan lain bagi Nala untuk tidak mengikuti perintah Sandrio. Nala pun mengangguk, ia mengikuti arah langkah Sandrio untuk menuju kepada keluarganya. Meski dalam hatinya sangat gugup, Nala berusaha untuk tetap terlihat tenang.
Langkah Sandrio terhenti ketika sudah berada tepat di depan keluarganya. Begitupula dengan Nala yang langsung menegakkan posisi tubuhnya di samping Sandrio.
"Ma, Pa, dan semuanya. Hari ini Sandrio bawa seseorang untuk diperkenalkan di hadapan kalian. Namanya Nala, dia adalah kekasihku mulai saat ini," kata Sandrio.
Sandrio mencoba memperkenalkan Nala di depan keluarganya. Dengan suara yang terlihat ramah dan ringan terdengar di telinga, Sandrio berharap jika keluarganya akan menerima Nala sebagai kekasih hatinya untuk saat ini.
Setelah diperkenalkan, Nala melebarkan senyumannya. Tatapan matanya tertuju kepada seluruh anggota keluarga Sandrio. Nala dapat melihat betapa canggungnya suasana ketika dirinya menaruh senyum di hadapan semua keluarga Sandrio.
Padahal tadinya, mereka tampak sangat bergembira. Mata Nala dapat menangkap ekspresi bingung dan tidak suka dari keluarga Sandrio terhadap dirinya saat ini. Meskipun begitu, Nala tetap berusaha untuk bersikap biasa saja.
"Salam kenal, Tante, Om, dan semuanya. Aku diajak Sandrio kemari untuk bertemu dengan kalian. Berhubung kami sekarang adalah sepasang kekasih, jadi aku mengikuti kemauannya untuk datang kemari," ujar Nala.
Bagaimanapun, Nala mencoba untuk bersikap ramah di depan keluarga Sandrio. Dirinya tidak tersinggung ketika sapaannya hanya dijawab dengan anggukan, beberapanya justru hanya dengan senyuman yang sedikit pelit di bibir.
"Ah, ya. Jadi ini pasanganmu sekarang, Sandrio? Cantik, berkarisma. Namun sayangnya, ibu sudah mencarikan kamu pasangan dari putrinya teman ibu," ucap seorang wanita tua, yang diyakini Nala sebagai ibu dari Sandrio.
Sandrio mengalihkan pandangan kepada Nala, begitupula dengan Nala yang langsung menoleh kepada Sandrio. Tatapan mereka bertemu, meskipun ada perasaan kaget di antara mereka.
"Ibu mencarikan aku pasangan?" tanya Sandrio.
"Ya, anak teman ibu. Dia lulusan dari Oxford. Ibu yakin akan cocok denganmu," kata wanita tua itu kepada Sandrio.
"Tapi Ibu, Sandrio sekarang sudah memiliki pasangan. Hatiku memilih Nala sebagai teman hidup," ucap Sandrio.
Wanita tua yang diyakini sebagai ibu dari Sandrio itu kemudian terdiam. Dia mengarahkan pandangan matanya kepada Nala. Wanita tua itu bukannya tidak merestui hubungan Sandrio dengan Nala, hanya saja dia sedang menimbang keputusan untuk menerima menantu terbaik.
Sorot matanya seolah menunjukkan dengan jelas bahwa dia sedang mengamati penampilan Nala. Tatapan matanya terasa seperti memperhatikan Nala mulai dari atas hingga bawah. Nala merasa tidak nyaman, tetapi bagaimanapun bibirnya tetap harus mengembangkan senyuman.
"Ya, jika kamu tetap ingin mempertahankan hubungan kamu dengan wanita ini, ibu tidak masalah. Tapi cobalah memikirkan untuk menerima wanita yang ibu pilih untukmu," kata wanita tua itu.
"Tidak bisa, Bu. Nala sudah kutetapkan sebagai pasanganku. Aku mengajaknya kemari agar kalian bisa menjadi lebih dekat dengan Nala," balas Sandrio.
"Apa kamu benar-benar mencintai wanita ini?" tanya wanita tua itu sembari mengarahkan matanya kepada Sandrio.
"Aku benar-benar suka pada Nala, Bu. Dia ini wanita baik yang tidak akan mempermainkan perasaanku," kata Sandrio.
Seluruh keluarganya terdiam begitu mendengar ucapan Sandrio. Nala menjadi merasa lebih tidak enak hati ketika atmosfer di antara mereka terlihat tidak menyenangkan.
"Berapa lama kalian sudah menjalin hubungan?" tanya wanita tua itu lagi.
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita tua dengan rambut yang sudah memutih itu membuat hati Nala menjadi was-was. Setiap pertanyaannya terasa seperti mengintimidasi dirinya dengan Sandrio.
"Kami baru berhubungan dua hari ini, Tante. Aku sangat menyukai Sandrio, dia adalah tipikal laki-laki pekerja keras dan bersungguh-sungguh dengan ucapannya," balas Nala, ia mencoba untuk membantu Sandrio menjawab perkataan sang ibu.
"Baru dua hari rupanya. Mengapa kalian seyakin itu dengan cinta kalian?" tanya wanita tua yang umurnya sudah terlihat lebih dari kepala lima.
Sandrio dan Nala saling berpandangan. Mereka tampak tertegun ketika mendengar ucapan sang ibu. Sandrio memalingkan wajah, dia memperhatikan ibunya sekali lagi.
"Aku pernah menjalin hubungan dengan wanita sebelumnya, Bu. Rata-rata hubungan yang kujalani kandas. Oleh karenanya aku tidak memilih wanita secara sembarangan lagi saat ini," kata Sandrio.
"Untukku, Sandrio adalah orang yang bisa diajak bicara serius. Meskipun aku tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki sebelumnya, tetapi aku yakin hubunganku dengan Sandrio akan berjalan dengan langgeng," imbuh Nala, mencoba menambahkan ucapan Sandrio untuk meyakinkan keluarganya.
"Jadi kamu belum pernah memiliki hubungan dengan laki-laki lain sebelumnya?" tanya wanita tua itu kepada Nala.
Nala tersenyum, sesaat kemudian ia menggeleng. Nala tampak sabar saat ini dalam menghadapi segala pertanyaan dari ibunda Sandrio.
"Tidak ada yang menunjukkan rasa sukanya kepadaku secara terang-terangan. Dan Sandrio-lah laki-laki pertama yang mengajakku bertemu dengan keluarganya," kata Nala.
"Jadi karena itu kamu datang kemari," kata ibunda Sandrio.Suaranya terdengar begitu sinis, dan terkesan tidak ramah. Apalagi saat Nala memperhatikan wajah ibu kandung dari Sandrio, tentunya sangat tidak bersahabat.Meskipun begitu, Nala tetap berusaha untuk bersikap baik di hadapan ibu kandung Sandrio. Nala tetap menunjukkan senyum di bibir, dan pandangannya masih tampak sabar dalam menghadapi perilaku tidak menyenangkan dari ibunda Sandrio."Sandrio yang memiliki rencana untuk mempertemukan aku dengan Tante dan keluarga," kata Nala, mengungkapkan kejadian yang sebenarnya.Ibunda Sandrio tidak memberi tanggapan atas perkataan Nala. Tetapi lebih memilih untuk membuang wajah. Sekarang perhatiannya tertuju kepada pria yang menjadi putra kesayangan."Lalu apa maksudmu aku akan memberikan izin kepada perempuan ini untuk kalian menjalin asmara bersama?" tanya sang ibunda kepada Sandrio.Setelah mendengar perkataan dari sang ibunda, Sandrio mengangguk dengan yakin. Tidak ada keraguan lagi d
Sandrio mengangguk, lantas bibirnya melengkungkan senyum dengan sempurna. Laki-laki dengan pakaian berjenis kemeja linen lengan panjang berwarna hijau itu tampak serasi dengan Nala yang mengenakan dress midi tosca.Saat ini wajah sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan itu sedang bahagia. Nala terlihat senang dengan pipi merona merah, sedangkan Sandrio terlihat tersenyum lebar karena senang bisa mendapatkan pasangan seperti Nala.Sandrio masih memegang kendali atas kemudi mobil. Hingga tiga puluh lima menit kemudian, Sandrio menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah dengan bangunan yang megah dan besar. Rumah yang terlihat begitu anggun itu didominasi oleh cat berwarna putih dan kuning."Ayo turun, kita sudah sampai di depan rumahku," kata Sandrio.Nala terperanjat ketika Sandrio mengucapkan bahwa bangunan besar dan megah, berlantai tingkat dua itu adalah rumahnya. Tatapan mata Nala kini tertuju kepada bangunan dengan pagar besi yang menjulang tinggi. Sungguh berbeda dengan rum
Nandea mengangguk, ia lantas mengarahkan pandangan kepada kakak perempuannya, Nala. Sembari menikmati cupcake rasa raspberi, Nandea memperhatikan wajah Nala yang berseri."Lantas, kak? Kenapa kakak tiba-tiba cerita tentang pemilik toko cupcake itu," ujar Nandea."Pemilik toko cupcake itu sekarang sudah menjadi pasanganku. Baru saja dia dan aku meresmikan hubungan kami," kata Nala.Seketika itupula Nandea terperanjat. Matanya membulat seketika, dan hampir saja dirinya tersedak. Jika bukan karena ucapan kakaknya, mungkin Nandea tidak akan minum air saat ini.Nandea mengarahkan tatapan matanya kepada Nala, sekali lagi. Setelah berhasil meneguk beberapa air, Nandea mengatur napas."Jadi kakak sekarang punya hubungan mesra dengan si pemilik toko cupcake langganan kakak?" tanya Nandea masih tidak percaya."Ya, dan besok adalah kencan pertama kami. Sebenarnya aku sedikit gugup, kamu kan tahu sendiri jika aku tidak pernah berkencan dengan lelaki sebelumnya," ujar Nala.Nandea manggut-manggut,
"Hebat sekali Bapak. Sudah mengurus toko, tetapi masih harus meluangkan waktu untuk memeriksa kualitas tepung. Pantas saja jika tidak punya waktu untuk memikirkan pasangan," kata Nala."Ya, tetapi di usia sekarang sepertinya yang saya butuhkan adalah seorang wanita yang mau memahami saya. Seorang wanita yang mampu mengerti kesibukan saya dan kekurangan saya yang tidak bisa mengatur waktu dengan baik," balas Sandrio.Nala pun tersenyum ketika mendengar balasan dari Sandrio. Laki-laki dengan rambut yang tersisir rapi itu ternyata sudah cukup matang untuk menimang-nimang sesuatu. Bahkan jika dilihat, Sandrio bukan termasuk laki-laki yang banyak tingkah dalam urusan percintaan."Jika tidak ada kriteria khusus untuk menjadi pendamping hidup Bapak, bolehlah jika aku menjadi pasangan bapak," ujar Nala.Meskipun wajahnya terlihat serius, tetapi sebenarnya wanita itu hanya bercanda. Nala tidak benar-benar meniati ucapan yang baru saja keluar dari bibirnya. Perkataan itu semata-mata diucapkanny
Seorang wanita cantik dan berparas lembut sedang berjalan menelusuri jalanan kota Kembang. Pakaian maxi dress motif bunga merahnya mengembang karena tertiup angin. Namanya adalah Nala Prasasatya, usianya terbilang masih muda.Wanita yang kerap dipanggil Nala itu hendak menuju ke toko cupcake yang berada di pinggiran mall perkotaan. Kaki jenjangnya melangkah dengan tegak mengikuti arah jalan. Sekitar beberapa menit berjalan, akhirnya wanita muda itu memutuskan untuk berbelok dan masuk ke dalam sebuah toko dengan dominan merah jambu.Toko yang dicat dengan nuansa feminine itu merupakan tempat ia bisa menemukan beraneka macam cupcake kesukaannya. Mulai dari rasa durian, bluberi, cokelat, hingga stroberi semuanya tersedia lengkap. Ibarat sebuah toko yang menjadi surganya cupcake.Nala meneruskan langkahnya untuk melewati pintu masuk toko cupcake. Toko yang bertuliskan Sandrio's Sweets itu selalu tampak ramai jika di jam-jam menjelang siang. Kebanyakan dari pengunjungnya berasal dari kalan