Share

Bab 2. Kunjara Api

"Hahaha… Akhirnya kau menunjukkan kekuatan aslimu Jatiraga," ucap Degasoka sambil memasang kuda-kuda menyerang, "Itu akan membuat membunuhmu jadi sangat menyenangkan," lanjutnya.

"Tidak jika aku yang membunuhmu lebih dulu," sahut Jatiraga sambil mengangkat pedangnya.

"Dalam mimpimu Jatiraga." Degasoka sambil melesat sangat cepat ke tempat Jatiraga berdiri.

"Jurus Kilat Maut." Degasoka tiba-tiba menghilang dari pandangan Jatiraga.

"Ilmu yang mengesankan Degasoka. Tetapi itu hanya mainan untuk ‘anak-anak’," Gumam Jatiraga sambil tetap memperhatikan sekelilingnya

"Jurus Tebasan Langit." Tanpa berpikir panjang, Jatiraga mengayunkan pedangnya ke arah atas.

"DUUAAAARRR." Kedua pedang para Senopati terbaik itu pun kini beradu, menimbulkan gelombang suara yang dahsyat.

Kini Jatiraga mendapat kesempatan menyerang Degasoka,  tanpa kenal ampun Senopati terkuat di Kerajaan Prabangkara itu pun melancarkan serangan dengan cepat, tanpa memberikan kesempatan Degasoka untuk melawan balik.

Dalam beberapa menit, baik Jatiraga maupun Degasoka telah mengeluarkan puluhan jurus mematikan. Benar-benar sebuah petarungan mengerikan dari para pendekar terbaik.

"Ternyata kehebatanmu bukanlah isapan jempol belaka," ucap Degasoka sambil tersenyum kecil sebelum kembali melancarkan serangan kepada Jatiraga.

Tetapi serangan yang baru dilancarkan oleh Degasoka dapat dipatahkan oleh Jatiraga. Sedangkan serangan balik Jatiraga terus-menerus bersarang di tubuhnya, hingga membuat Degasoka terluka cukup parah, mengakibatkan gerakannya terus melambat.

Mengetahui Degasoka kian tersudut, Jatiraga melancarkan serangan dengan mengayunkan pedangnya yang tepat bersarang di dada Degasoka.

Darah segar seketika keluar dari Dada Degasoka setelah tertebas pedang Jatiraga, membuatnya makin terpojok.

"Sekarang Galisaka," teriak Jatiraga.

Setelah mendengar perintah Jatiraga, Galisaka melepaskan panah api ke udara.

"Formasi Kunjara Api." Pasukan Satyawira yang sudah bersiaga sedari tadi dengan serempak melemparkan tombak kearah Degasoka.

Seketika puluhan tombak setinggi hampir 10 hasta menancap mengelilingi Degasoka. Jarak antar tombak sangatlah rapat, sehingga sangat sulit bagi siapapun untuk keluar.

Seolah itu belum cukup, panah api yang dilepaskan Galisaka tepat menancap disalah satu tombak dan dalam sekejap membakar seluruh tombak yang mengelilingi Degasoka, membentuk sebuah lingkaran api raksasa.

Degasoka yang terkejut akan serangan itu, menyadari bahwa satu-satunya jalan keluar adalah dengan melompat ke atas. Seketika dengan sisa kekuatannya ia menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk melompati kobaran api disekelilingnya.

Namun baru hendak melompat, sebuah energi yang amat besar menekannya dari atas, membuat Degasoka terperangkap dalam lingkaran api.

"Inikah jurus andalan Pasukan Satyawira yang sangat mematikan itu," gumam Degasoka sambil menatap sekelilingnya.

"Kau sungguh bodoh Jatiraga, pikirmu sekumpulan tombak yang terbakar ini dapat menghalangiku," teriak Degasoka,

"Begitu keluar dari trik bodoh ini, akan kuhabisi seluruh Pasukan Satyawira hingga tak tersisa," umpat Degasoka penuh kekesalan.

Degasoka tahu tombak-tombak yang mengurungnya lama-kelamaan akan habis terbakar oleh api, jadi ia hanya harus menunggu sampai itu terjadi.

"Aku tak bisa menampik jurus Kunjara Api memang sangat luar biasa. Namun sungguh jurus yang sangat bodoh, sekarang aku hanya harus menunggu sambil memulihkan tenaga dalamku." Degasoka kembali menggumam seraya mencoba mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya.

Tetapi alangkah terkejutnya Degasoka, karena seluruh tenaga dalamnya menghilang tiba-tiba.

"Terkutuk, ada apa dengan tenaga dalamku," sergah Degasoka.

"Ada apa Degasoka. Bukankah kau ingin membunuhku dan seluruh Pasukan Satyawira?" tanya Jatiraga sambil tersenyum sinis dari balik kumpulan tombak itu.

"Terkutuk kau Jatiraga, sihir apa yang kau lakukan padaku," balas Degasoka kesal menanggapi ucapan sinis Jatiraga.

"Hahaha… sihir? Kau benar-benar bodoh Degasoka." Jatiraga tertawa puas mendengar perkataan Degasoka.

Setelah puas tertawa, Jatiraga berjalan menuju Galisaka, "Bagaimana keadaan Aditara?" tanya Jatiraga kepada Galisaka.

"Semua lukanya telah hamba obati Senopati, hanya saja ia masih belum siuman." Sambil menunduk Galisaka menjawab pertanyaan Jatiraga.

"Begitu rupanya." Jatiraga menatap Aditara seraya berlutut disamping tubuhnya,

"Maafkan aku Aditara, seharusnya aku menghalangimu menyerang Degasoka seorang diri," ucap Jatiraga sambil memegang pundak Aditara.

"Baiklah, kita kembali ke Kithara," ucap Jatiraga kepada seluruh Pasukan Satyawira.

"Bagaimana dengan Degasoka Senopati, apa kita akan membawanya juga?" tanya Galisaka dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Tentu Galisaka, informasi yang ia miliki pasti sangat berguna untuk kita," jawab Jatiraga.

Mendengar hal tersebut seluruh Pasukan Satyawira amat terkejut, tidak terkecuali Galisaka, "Bukankah lebih baik jika kita menunggu beberapa saat lagi sampai ia benar-benar lemah Senopati," usul Galisaka kepada Jatiraga.

"Aku memiliki firasat buruk saudaraku. Kerajaan Ambarata tidak mungkin mengirim salah satu Senopati terbaiknya untuk menjadi tilik sandi tanpa alasan, pasti ada sesuatu dibalik semua ini," jelas Jatiraga dengan raut wajah serius.

Mendengar hal tersebut seluruh Pasukan Satyawira terdiam, tatapan mereka penuh dengan keresahan.

"Jadi menurut Senopati, ada maksud tersembunyi dari Kerajaan Ambarata?" tanya Galisaka.

"Semoga firasat ku salah. Tapi jika benar, maka menunggu Degasoka sampai benar-benar lemah akan merugikan bagi kita," jelas Jariraga

"Lalu bagaimana kita akan membawanya Senopati?" tanya salah seorang anggota Pasukan Satyawira yang tak lain adalah Ekawira.

"Aku akan menggunakan Pusaka Besta Panca Jiwa, kekuatan dari pusaka ini akan menghilangkan sisa tenaga dalamnya untuk sementara. Sehingga kita dapat dengan mudah membawanya," jelas Jatiraga sambil menunjukkan pusaka yang dimaksud.

"Jika itu keputusan Senopati, kami akan mengikutinya," ucap Ekawira sambil menundukkan kepalanya.

"Ekawira, Dutasena aku ingin kalian berdua membuka segel Kunjara Api begitu aku perintahkan, sementara yang lainnya bersiaga." Jatiraga menginstruksikan dengan jelas rencananya kepada pasukan satyawira.

"Baik Senopati," jawab seluruh Pasukan Satyawira dengan serempak, kemudian segera menempati posisi yang telah dijelaskan oleh Jatiraga.

"Ajian Pusaka Besta Panca Jiwa." Jatiraga merapal jurus.

Tak lama setelah Jatiraga merapal jurus, Pusaka Besta Panca Jiwa yang ia genggam, melayang-layang diudara dengan diselimuti energi disekelilingnya.

"Sekarang, buka segel Kunjara Api." Jatiraga memberikan perintah kepada Ekawira dan Dutasena.

Ekawira dan Dutasena segera merapal jurus untuk membuka segel Kunjara Api.

Tak beberapa lama api yang berkobar mengelilingi Degasoka perlahan menghilang diikuti tombak-tombak yang kembali kembali ke ukuran normal.

Degasoka yang tersadar bahwa sudah terlepas dari kurungan, tidak dapat berbuat banyak. Kunjara Api telah menyerap sebagian besar tenaga dalamnya. Biarpun begitu, ia masih punya cukup tenaga dalam dan berniat untuk melarikan diri.

“Aku masih memiliki sisa tenaga dalam yang cukup untuk melarikan diri dengan ilmu meringankan tubuh.” Degasoka membatin.

Namun baru saja Degasoka hendak memasang kuda-kuda, Pusaka Besta Panca Jiwa langsung membelenggu tangan, kaki dan lehernya.

"Arrggghhhhh." Erangan kesakitan dari Degasoka menggelegar ke seluruh penjuru begitu Pusaka Besta Panca Jiwa membelenggu dirinya.

Beberapa kali Degasoka mengerang kesakitan, hal tersebut karena selain membelenggu dirinya, Pusaka Besta Panca Jiwa juga menyerap seluruh tenaga dalamnya, menyebabkan rasa sakit teramat sangat bagi Senopati Kerajaan Ambarata itu.

Setelah beberapa kali mengerang kesakitan, kini tubuh Degasoka jatuh tergulai lemas ditanah.

Jatiraga langsung memerintahkan untuk memasukkan Degasoka ke dalam kurungan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

"Dutasena, Ekawira kalian berdua bertugas menjaga Degasoka yang lain membentuk formasi pertahanan selama perjalanan pulang," perintah Jatiraga.

"Baik Senopati," jawab seluruh Pasukan Satyawira dengan serentak sembari membuat formasi yang telah diinstruksikan oleh Jatiraga.

"Galisaka, bawa Aditara ke Empu Among Jiwa begitu kita sampai di Kithara," ucap Jatiraga sambil menatap kearah Galisaka.

"Baik Senopati," jawab Galisaka sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Tak menunggu lama, seluruh Pasukan Satyawira termasuk Jatiraga telah berada di atas kuda tunggangan mereka, serta bergegas kembali menuju Kota Kithara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status