Istri pertama suaminya tidak bisa diremehkan seperti di dalam cerita atau sinetron ikan terbang. Kali ini badannya semua sakit. Rencana untuk bermanja pada Bayu kandas begitu saja.
Semua ulah Asti, kalau bukan karena istri pertama suaminya, dia tidak akan merasa lelah seperti itu. Pinggangnya sakit, bahkan harus menahan malu karena memasak telur, kulit pun ikut terbawa.
"Mawar, kenapa kamu?" tanya Bayu saat melihat Mawar berjalan kesusahan.
"Pegel, Mas. Dari tadi Mba Asti meminta aku mengerjakan macam-macam. Bahkan memasak."
"Jadi, masakan yang tidak enak itu masakan kamu?"
Wajah Mawar terlihat kesal. Dia pikir akan mendapatkan pujian dari sang suami. Namun, malah Bayu mengejeknya.
"Aku mau masuk kamar dulu."
"Ya, sudah sana. Aku mau ronda dulu."
Mawar berharap Bayu menemaninya, tapi malah dia pergi begitu saja. Padahal dirinya harusnya sedang bersenang-senang dengan sang suami.
"Mas, pulang ronda jam berapa?"
"Pagi."
Bibir Mawar mengerucut tajam. Malam kedua menjadi istri Bayu terpaksa harus ditinggal.
"Aduh, baru kerja segitu saja kamu sudah tepar, War," ejek Asti.
"Teteh seneng, kan, aku sakit?"
"Ya, seneng, pastinya. Makanya, jangan mimpi jadi ratu di sini." Asti menyunggingkan senyum puas.
Mawar sungguh kesal dengan Asti. Istri pertama suaminya sangat licik. Sengaja dia meminta Mawar untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Ibu mertua mereka datang menghampiri. Wanita tua itu kasihan melihat kondisi Mawar yang kelelahan.
"Ti, jangan bikin Mawar capek. Kasihan dia, bagaimana bisa memiliki anak kalau dia kecapeaan."
Asti meremas ujung bajunya. Ucapan ibu mertuanya membuat darah mendidih.
"ma, Asti tahu kenapa aku selama ini belum dikaruniain anak, seperti yang Mama bilang tadi. Asti terlalu lelah mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau Mama sadar hal itu, kenapa Mama malah menyuruh Aa Bayu menikah lagi."
Ibu mertua Asti terdiam. Wanita berhijab panjang itu merasa tidak enak karena salah bicara.
"Asti lelah, Ma. Kita lihat saja, apa Mawar bisa hamil? Kalau dia bisa hamil, Asti bisa terima diam. Kalau tidak, Asti minta Aa Bayu menceraikan dia. Dalam waktu enam bulan terhitung dari sekarang," ujar Asti mengancam.
"Teh, kok jahat sama Mawar."
"Yang jahat di sini, aku atau kamu?"
Ibu mertua mereka pusing melihat pertengkaran kedua menantunya. Wanita tua itu bingung ingin memisahkan yang mana.
"Sudah malam. Lebih baik kalian istirahat."
Asti lebih dahulu masuk ke kamarnya. Dia merasa jengkel dengan penuturan sang mertua. Selama ini, dirinya dijadikan pembantu. Namun, tidak pernah dihargai.
***
Sepulang ronda Bayu bingung mau masuk ke kamar mana. Kalau ke kamar Mawar sudah pasti akan terbuka lebar. Sementara, dia ingin sekali tidur bersama Asti.
Dirinya merasa bersalah karena menikah dengan Mawar. Ternyata, gadis yang dinikahinya bukan perawan. Mengingat hal itu, Bayu semakin membenci Mawar.
Bayu mencoba membuka kamar Asti. Ternyata tidak dikunci. Segera pria itu masuk dan berbaring di sebelah Asti.
"Ti," panggilnya.
"Asti ngantuk."
"Aa mau bicara, Asti dengerin, ya."
Bayu menatap wajah sang istri. Matanya sembab sehabis menangis. Pria itu merasa cemas mengapa Asti bisa menangis.
"Kenapa kamu nangis?"
"Untuk apa Aa sok perhatian? Bukannya Aa lebih mementingkan perasaan Mama. Demi bakti Aa sama Mama, sampai rela melukai hati Asti."
Bayu bergeming. Yang diucapkan Asti memang benar. Sebagai baktinya, dia rela menyakiti hati istri pertamanya. Namun, dirinya malah mendapatkan hal buruk dari pernikahan keduanya.
Sadar dirinya salah, Bayu tidak banyak berkata-kata. Semua terserah Asti, mau bagaimana nanti ke depannya.
Dia hanya ingin Asti bersikap seperti dulu. Bukan menjadi diam dan cuek padanya. Dirinya merasa sulit melakukan aoa-pun tanpa wanita di sampingnya.
Pelukkan hangat, hanya itu yang bisa dia berikan pada sang istri. Dalam dekapan sang suami, Asti kembali menangisi nasibnya.
Seharusnya, cinta sang suami tidak terbagi. Namun, semua sudah terlanjut. Kini, dirinya harus menerima jika dia mempunyai madu.
"Ti, Aa kangen," rayu Bayu.
Pria itu berharap Asti mau memberikan kewajibannya sebagai seorang istri. Namun, hati istri pertama Bayu itu masih sangat sakit.
"Sama Mawar saja. Lebih sering lebih baik karena akan cepat memiliki anak. Jangan sampai pengorbananku sia-sia."
Asti menutup tubuh dengan selimut. Sementara, Bayu menyesali semua yang sudah terjadi. Dirinya ikut berbaring di samping sang istri.
***
Sengaja Asti keramasan pagi-pagi untuk membuat hati Mawar panas. Dia tahu kalau kebiasaan Bayu adalah keramas setiap hari. Mau habis berhubungan atau tidak.
Asti sudah merapikan piring di dapur. Sementara, Ayumi duduk manis sambil mengoles selai untuk rotinya. Kedua orang tua mereka sudah pergi dari pagi sekali karena papa mertua ada kunjungan ke luar kota dan didampingi sang istri.
"Wew, ternyata pesona istri tua masih menggiurkan. Buktinya, malam kedua pernikahan suaminya dengan wanita lain saja masih mencari istri pertama." Sengaja Ayumi mengencangkan suara agar terdengar Mawar yang duduk di ruang tamu.
Mawar melirik ke arah Asti. Benar semalam Bayu tidak tidur dengannya. Dia merasa kesal, dengan ucapan usil dari adik iparnya.
Hati Mawar semakin geram saat melihat Bayu dengan rambut basah ke luar dari kamar Asti. Dirinya semakin panas melihat mereka saling melempar senyum.
"Duh, duh, duh, yang penganten baru siapa, yang malam penganten siapa."
Ayumi terus saja memanas-manasi Mawar. Gadis tomboy itu sengaja agar membuat Mawar semakin kesal. Ternyata, usahanya berhasil.
Mawar masuk ke dalam kamar, lalu terdengar suara keras pintu dibanting.
Mereka yang berada di dapur saling pandan. Lalu, Ayumi tertawa puas.
Sementara, Bayu keheranan melihat istri dan adiknya tertawa.
Sementara itu, di kamar Mawar mengumpat kesal. Dia memikirkan cara agar Bayu mau menyentuhnya. Dia harus hamil anak Bayu.
Otaknya terus berputar, tapi belum juga menemukan ide bagus. Kembali dirinya mengacak rambut, geram sekali dengan perilaku Ayumi dan Asti tadi.
Tubuh Mawar masih pegal-pegal. Ingin sekali dia pergi untuk luluran. Segera wanita itu berganti pakaian untuk pergi ke salon.
Untuk apa pikirnya di rumah jika terus di siksa melakukan hal yang tidak dia inginkan.
Namun, perkiraannya salah. Saat ke luar dari kamar, Asti sudah menunggunya dengan sapu dan kain pel di tangan kanan dan kirinya.
"Di sapu dulu, baru di pel."
Sengaja Asti memberikan alat kebersihan itu pada Mawar. Kembali istri kedua Bayu merasa geram dengan tingkah Asti.
"Aku nggak mau," tolaknya.
"Kalau nggak mau, ya sudah. Aku tinggal bilang sama Mami, kalau kamu nggak mau berbagi tugas. Mau pilih mana?"
Dengan wajah masam, Mawar kembali masuk ke kamar dan menaruh tas.
Lagi, Asti kembali menang membuat Mawar melakukan apa yang harus dia kerjakan.
"Makanya, jangan jadi pelakor. Ups ... madu. Eh, nggak madu deh, kamu itu racun!"
***
Mawar merebahkan tubuh di sofa. Tubuhnya semua terasa sakit, menyapu dan mengepel adalah pekerjaan terberat yang dia lakukan. Selama hidup ia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga.Rumah luas milik mertuanya membuat dirinya kelelahan. Padahal dia ingin pergi ke salon untuk memanjakan diri. Namun, Asti memberikannya sapu dan alat pel, terpaksa dirinya harus melakukan pekerjaan itu.Dia merutuk diri sendiri karena tidak bisa melawan Asti dengan tegas. Dia kembali berpikir untuk kabur saja.Mawar beranjak cepat agar Asti tidak melihat dirinya pergi, gegas dia mengambil tasnya, lalu pergi ke salon. Tanpa memberitahukan pada ibu mertuanya.Sementara, Asti dan Ayumi bersembunyi di belakang kulkas memperhatikan Mawar yang bersikap seperti maling."Lihat saja, Teh. Dia nggak bakal betah di sini. Makanya, Teteh buruan punya anak. Jangan mau kalah sama perawan bolong itu," ujar Ayumi."Perawan bolong?" Asti tidak mengerti dengan apa yang diuca
Bayu masih terus berpikir keras. Harusnya dia sedang menikmati indahnya memiliki istri dua. Namun, pria berbadan kekar itu tidak puas karena mendapati sang istri muda sudah tidak perawan lagi.Moodnya hancur seketika. Namun, sang ibu terus mendesak agar segera memberikannya seorang anak. Sengaja sepulang dari luar kota, Rahayu menemui sang anak di kantornya.Wanita lima puluh tahun itu masih terlihat anggun. Terkadang, dia sendiri merasa tidak enak dengan Asti, tetapi mereka ingin memiliki keturunan dari anak laki-laki mereka."Mi, sendiri?""Iya, Papi langsung ke kantor cabang lagi. Mami mau bicara," ucap Rahayu."Bicara apa, Mi.?" tanya Bayu.Pria itu sejujurnya sudah tahu apa yang akan dibicarakan sang ibu. Pasti tentang seorang cucu. Bayu mendesah pelan, lalu menyandarkan tubuh di sofa."Kamu sudah mencoba memberikan Mami cucu, kan?""Iya, Mi."Benar, Rahayu hanya ingin bertanya hal itu. Setelah itu
"Apa yang harus dibanggakan dari perawan palsu seperti Mawar?"Bayu bergeming. Sementara, Mawar menaik turunkan napasnya karena terkejut mendengar ucapan Asti.Kedua orang itu begitu takut jika orang tua mereka tahu. Bayu menutupi semua karena tidak ingin sang ibu malu karena Mawar adalah gadis pilihan sang ibu."Ko, Teteh jahat sama Mawar?""Eh, jangan sok drama. Di sini yang jahat kamu, bukan aku. Enak saja cari pembelaan."Mawar menangis tergugu, sedangkan Bayu mencoba menenangkan Asti. Pertengkaran mereka sampai ke telinga Ayumi dan kedua orang tua Bayu."Ada apa ini?" tanya ayah mertua Asti."Asataga, Asti. Kamu bikin ulah lagi?"Asti mengerjapkan mata. Mengapa sekarang ibu mertua terkesan ingin membuat dirinya seolah selalu salah?Asti memindai sekelilingnya. Mawar berlindung pada Ibu mertuanya. Ayah mertua masih memandang Asti menunggu jawaban."Asti hanya melakukan apa yang menurut Asti benar. Sebaga
Asti, mana dasi Aa!" Bayu berteriak sambil mencari-cari dasi."Aa, kenapa manggil Teh Asti. Aa lupa kemarin abis mentalak dia?"Bayu terhenyak. Benar, dia lupa jika dirinya sudah menjatuhkan talak untuk istri pertamanya. Ada rasa sesal, tetapi keegoisannya membuat pria itu enggan mengakui kesalahannya."Ya, udah. Kamu carii dasi Aa di kamar Asti." Bayu memerintah Mawar.Mawar segera melangkah ke kamar Asti. Dia mencari-cari sampai akhirnya menemukan yang suaminya minta.Segera dia kembali ke kamarnya untuk memberikannya dasi itu."Kok lama amat?" t
"Teteh." Ayumi memeluk Asti saat gadis itu sampai di kontrakkan kakak iparnya.Asti menyediakan minum hangat untuk Ayumi. Setelah berkirim pesan kemarin, Asti bersedia kalau gadis itu datang berkunjung.Gadis itu menatap sedih kakak iparnya. Tidak menyangka kehadiran orang ketiga membuat Asti tersingkir begitu cepat.Banyak ide di otak Ayumi untuk menyingkirkan Mawar. Namun, hal itu belum terlaksana karena Asti sudah keluar dari rumah sang suami."Yum, kamu makan siang sama malam bagaimana?" tanya Asti khawatir."Kakak, mencemaskan aku atau Apa Bayu?""Ya, kamu.""Aku, baik kok. Makan di warteg atau di mana ajalah. Yang penting makan, Teh."Asti tidak tega mendengar penuturan Ayumi. Kini, Asti kembali memikirkan Bayu. Segala sesuatu dahulu dirinya yang melayani.'Bagaimana dengan Aa Bayu? Apa Mawar merawatnya dengan baik? Bagaimana makannya? Guman Asti dalam hati."Teh, apa sudah nggak cinta sama
Fajar, kakak Asti, terus saja mengumpat kesal atas perlakuan Bayu. Andai saja dia tidak mengirim pesan, mana tahu jika sang adik sedang meratapi rumah tangga nya yang kandas.Seperti biasa, pria berjambang itu sebulan sekali akan datang untuk mengecek pabrik di Jakarta. Namun, tidak biasa, dia teringat sang adik. Benar dugaannya, cobaan sedang dialami Asti."Kamu nggak bisa gegabah begitu saja. Kamu pikir ini permainan anak-anak. Bayu juga, seenak pikirannya menalak kamu. Panggil dia ke sini, atau Mas yang ke sana.""Mas, jangan. Ini Asti yang mau, Mas. Jangan memperkeruh keadaan."Asti tidak ingin membuat masalah dengan sang kakak. Namun, Fajar bersikeras mau bertemu dengan Bayu."Asti, jangan buat Ibu sama Bapak cemas. Mas mau menyelesaikan masalah kamu dengan Bayu. Kalau kalian memang akan berpisah, tidak seperti ini. Kamu juga, bukan pulang ke rumah, malah ngontrak. Kalau ada apa-apa siapa yang mau tanggungjawab?"Fajar terus
Setelah membuat Mawar khawatir karena tidak pulang semalam, Bayu datang memberikan kejutan. Pria itu datang bersama dengan Asti. Hampir saja bola mata Mawar keluar sangking terkejutnya.Bayu mengerti kedatangan Asti membuat Mawar dan sang ibu heran. Perlahan dia mencoba menjelaskannya."Aku khilaf kemarin saat menalak Asti. Jadi, aku memutuskan untuk rujuk. Semalam aku ke rumah Asti bersama Ayumi dan Papa."Rahayu langsung melirik sang suami. Sementara, Mawar menatap tidak suka pada Ayumi. Semalam Mawar bertanya pada gadis itu, tetapi Ayumi malah menghinanya.Sebuah pembalasan kini ada di kepala Mawar. Belum lagi melihat Asti tersenyum penuh kemenangan. Dirinya tidak bisa terima jika Asti kini kembali menjadi istri Bayu."Aa, kenapa nggak bertanya sama Mawar? Dia menghina Aa mandul, untuk apa Aa kembali sama dia?" Mawar mencoba menjelekkan Asti."Mawar, kamu nggak mencerna ucapan aku? Aku menyesal mentalak Asti. Untuk apa a
Mawar pandai bersandiwara, setelah diberi obat oleh dokter, ia sudah tidak mual-mual lagi. Akan tetapi, nafsu makannya kini bertambah.Terkadang saat malam, ia sibuk memilih makanan di ponsel dan memesan online. Asti mulai curiga, tetapi ia tidak mengerti salahnya di mana.Dua bulan berlalu, Mawar sama sekali tidak merasakan mual atau lemas dalam hamil muda. Ia malah terlihat segar. Rahayu mengelus dada karena tidak perlu mencemaskan kehamilan Mawar.Namun, yang ia cemaskan adalah Asti. Ia takut kalau menantunya membuat Mawar lelah dan berefek pada kandungannya.Rahayu sudah merencanakan sesuatu, ia sudah menghitung tanggalan. Semuanya akan berjalan sesuai dengan perhitungan wanita tua itu.Sengaja ia meminta Mawar untuk merasakan mual. Saat mereka semua di meja makan, Asti menatap cemas.'Mawar mual-mual? Apa dia hamil? Ya Allah, bagaimana kalau dia hamil? Apa Mas Bayu lebih sayang padanya?' Gumam Asti dalam hati."