Share

Kupinang Mantan Istriku
Kupinang Mantan Istriku
Author: diara_di

Pinangan Abah

Author: diara_di
last update Last Updated: 2022-02-22 17:45:22

Ayudia menyetandarkan sepedanya di garasi rumah papan milik Uti Dijah. Uti Dijah adalah nenek yang telah mengasuh Ayudia sejak usianya masih tujuh tahun. Orang tua dari ayahnya.

Ayudia bertanya-tanya siapakah gerangan tamu orang kaya yang bertandang ke gubuk reyotnya. Ayudia baru saja pulang dari menjalankan tugasnya sebagai guru honorer sekolah dasar di Kampung Kipyuh.

"Dia. buruan masuk, ada Abah Ahmad dan Umi Aida." Seruan Uti Dijah terdengar menggelegar. Apa sangking senangnya, Uti sampai heboh.

Ayudia yang masih lelah dan bau keringat menyeruak dari tubuhnya, memilih masuk lewat pintu belakang. Ayudia membuka pintu dapur yang terbuat dari seng tersebut dengan sangat pelan, takut kalau terdengar tamu Uti dan Atuk yang sepertinya bukan orang biasa.

Begitu Ayudia akan menutup pintu itu, Atuk datang dengan pakaian ladang. Atuk masih sama seperti Ayudia, tetapi bau Atuk lebih menyengat. Masih mending Ayudia yang hanya bau asam dari ketiak.

Meski berada di kepulauan tengah lautan, namun sumber perekonomian di Kampung Kipyuh adalah hasil ladang. Yakni kopi dan Minyak Nilam. Komoditi yang seharusnya menjanjikan. Namun, karena akses jalan yang sulit sehingga pengepul membeli dengan harga sangat rendah.

Pengolahan Minyak Nilam pun masih dengan cara dan peralatan tradisional. Membutuhkan kesabaran untuk mendapat kualitas minyak yang baik.

"Buruan ganti baju, terus temui Abah Ahmad, Nduk," seru Atuk Darmo, sembari beliau menarik handuk dari tali tambang yang terulur saling terikat dari kayu penyangga dapur yang satu ke yang lain.

"Emang, Abah Ahmad siapa, Tuk?" Ayudia bertanya, ia masih diam santai memperhatikan gerak-gerik Atuk yang sepertinya ingin cepat-cepat selesai membersihkan diri.

"La kamu apa ndak tahu kalau Abah Ahmad itu, pengasuh pondok pesantren Asmaul Husna di Kampung Sandur?" jelas Atuk penuh penekanan sambil menatap Ayudia. Atuk masih membersihkan sandal dari tanah yang menempel. Menggunakan sabit yang biasa beliau gunakan untuk merumput.

Ayudia masih terdiam, ia agak bingung dan kaget. Pasalnya Pondok Pesantren Asmaul Husna adalah satu-satunya ponpes di Kabupaten Pagar Emas. Dan tentu saja semua orang tahu siapa pengasuhnya, kecuali Ayudia. Ia hanya tahu anak dari pengasuh ponpes tersebut yang memiliki rupa seperti artis drama Korea yang sangat ia idolakan.

"Sudah, sana ganti baju. Malah ngelamun aja kamu, Nduk. Jangan kelamaan, Atuk juga mau mandi bebek saja." Lanjut Atuk sembari berlalu ke belakang. Kampung Kipyuh merupakan salah satu kampung yang tertinggal di Kabupaten Pagar Emas. Jarang sekali yang memiliki kamar mandi di dalam rumah. Mayoritas warganya mengais rezeki dari bertani dan beternak.

Ayudia adalah gadis pertama yang memiliki ijazah sarjana. Banyak yang mengidolakan gadis tersebut. Di desanya ia di juluki bunga desa. Ayudia menyimpan aura yang bersinar, kecantikan tanpa make-up itu, mampu membius siapa saja yang menatapnya.

Sampai anak pak lurah yang memiliki kekayaan tumpah ruah juga jatuh hati pada sosok Ayudia.

Selain kecantikan fisik, kecerdasannya patut diapresiasi. Ayudia juga memiliki semangat yang membara untuk kemajuan kampungnya. Ia tak mau Kampung Kipyuh tetap menjadi desa tertinggal di era modern seperti sekarang. Ayudia sekolah ke kota dengan mengandalkan beasiswa, beruntung karena Uti dan Atuknya tak menghalangi ambisi Ayudia demi meraih cita-cita.

Baru satu tahun Ayudia lulus dari universitas terbaik di propinsinya. Ia menjadi lulusan terbaik dengan predikat luar biasa, atau biasa disebut oleh orang-orang dengan istilah cumlaude.

Ayudia sengaja mengambil jurusan pendidikan sekolah dasar, karena bagi Ayudia pendidikan TK dan SD merupakan pondasi bagi anak-anak menuju pendidikan selanjutnya. Kalau pendidikan awal bagus, insyaallah akan disimpan oleh memori anak-anak sampai dewasa. Modal tersebut akan menjadi bekal anak-anak mencapai pendidikan yang baik.

Ayudia juga mengajar les di rumah pada jam siang sampai sore. Jadi, aktivitas Ayudia memang padat. Ia memberikan ilmu secara cuma-cuma, alias gratis. Tak hanya pengetahuan umum, Ayudia juga mengajarkan membaca huruf hijaiyah.

Perannya sebagai guru honorer, hanya dibayar tiga ratus ribu perbulan. Namun, Ayudia tak melihat dari nominal besar kecilnya gaji. Tekad Ayudia adalah mengubah kampung yang kolot menjadi kampung yang memiliki pemikiran terbuka.

Ayudia mengganti pakaian dengan kaos putih kebesaran dan celana trening yang sudah cingkrang. Maksudnya adalah kependekan, trening yang ia pakai adalah seragam SMA dulu. Sudah sangat lama, wajar kan kalau ngatung. Selesai mengganti pakaian, Ayudia menyemprot sedikit parfum di bajunya. Jarang-jarang kan kedatangan tamu besar, Ayudia harus harum saat menemui kiyai besar.

"Nah, ini gadis, Uti. lama amat sih, Nduk?Abah sama Umi sudah dari tadi menunggu," seru Uti Dijah kala Ayudia masuk ke ruang tamu.

Ayudia hanya tersenyum tipis, ia menyalami Abah Ahmad dan Umi Aida dengan sopan. Atuk Darmo kemudian ikut bergabung setelah mengenakan pakaian rapih. Atuk pun menyalami pimpinan pondok pesantren besar tersebut dengan santun.

Ayudia mendadak gemetaran, entah karena apa ia sendiri tak tahu. Atuk mulai berbicara, gurat wajah tuanya menyiratkan kebahagiaan. Ya jelas bahagia kan disambangi tamu besar.

"Ma'af, Bah, saya dari ladang. Tadi habis ngasih pupuk tanaman kopi."

"Ndak papa, Tuk. Kami juga ndak buru-buru kok. Apa sudah mau panen?" jawab Abah dengan senyum. Ayudia seperti teringat seseorang kala melihat senyum Abah Ahmad, ia berusaha memutar memori di kepalanya. Nah, ketemu. Ternyata senyumnya sama persis dengan senyum Ammar. Anak lelaki tertua dari Abah Ahmad. Ayudia sering menscroll akun sosial media milik pria tersebut.

Bukan Ayudia jatuh cinta. Namun, ia lebih penasaran, karena demam Ammar menjadi trend yang sedang digandrungi gadis seusianya. Semua teman kuliah Ayudia bahkan telah mengikuti akun Ammar, Ayudia pun sejak setahun lalu mengikuti jejak teman-temannya. Ayudia jadi senyum-senyum sendiri kala mengingat wajah tampan nan memesona dari pria yang banyak didamba gadis-gadis. Ia yakin Ammar menjadi most wanted di pesantrennya sendiri.

"Dia, Nduk." Panggil Uti Dijah. Namun, Ayudia masih saja asyik dengan pikirannya yang sedang berkelana.

"Heh, Nduk," sentak Atuk menggeplak bahu Ayudia.

"Eh, iya, Kak Ammar." Latahnya saat terkaget. Semua orang yang ada di sana terkejut. Umi Aida yang sedari tadi diam, kini ikut bicara.

"Loh, Nak Dia ternyata sudah kenal sama Ammar?" Umi Aida bertanya, suaranya lembut bagai kain sutra, hingga Ayudia terhipnotis olehnya.

"Tidak, Umi. Dia ingat teman ngajar yang namanya Ammar, beliau PNS yang baru ditugaskan di SD Kipyuh." Ayudia berbohong, memang ada guru baru di sekolahnya, akan tetapi bernama Annan bukan Ammar.

Obrolan ringan mengalir seperti air, Ayudia juga enjoy bicara dengan Abah dan Umi. Meski menjadi kyai besar, namun Abah dan Umi sama sekali tak memiliki sisi sombong dan berbangga diri.

Masuk ke inti pembicaraan, Ayudia masih setia mendengarkan secara baik. Uti Dijah dan Atuk seperti sudah mengetahui arah pembicaraan Abah Ahmad. Ayudia mengernyit bingung, ia tak memahami isi obrolan mereka. Melamar, pernikahan. Walau dirinya cerdas, namun ia tak pandai menerka kalimat yang kurang jelas menurut Ayudia.

"Assalamu'alaikum, Kak Dia ... !" teriak anak-anak yang mulai berdatangan.

"Sebentar ya, Ti, Dia bilangin anak-anak untuk nunggu dulu. Permisi Abah, Umi." Ayudia kemudian keluar sebentar menyuruh anak-anak bermain lebih dulu, setelahnya ia kembali masuk ke dalam.

Saat sampai di kursinya, mata Ayudia langsung mengarah ke kotak beludru berwarna emas. Ayudia yakin jika itu adalah kotak perhiasan, meski dirinya tak pernah membeli perhiasan, tetapi sering melihat di serial televisi.

"Mana jari tengah, Dia. Sini, Umi pakaikan. Emang calon mantu idaman, sudah pintar, ndak pelit ilmu." Celetuk Umi tiba-tiba.

Ayudia melongo bak sapi kelaparan, ia benar-benar tak mengerti.

"Sini." Umi kembali mengulang kata-kata. Ayudia mengulurkan tangan kirinya. Umi Aida menyematkan cincin emas dengan hiasan permata di tengah, indah sekali.

"Jadi, untuk menentukan tanggal pernikahan nanti, kami mengundang Atuk sekeluarga untuk bersilaturahmi ke rumah. Ya, Tuk, Ti," ucap Abah.

Ayudia yang masih kebingungan mencoba mengajukan pertanyaan.

"Hahh ... emang siapa, Ti yang mau menikah?" Semua menertawakan kepolosan Ayudia, tawanya Abah dan Umi hanya sebatas senyum terkikik pelan. Ya beliau jelas lebih paham aturan tertawa. Beda dengan Atuk dan Uti yang terbahak sampai memperlihatkan amandelnya.

"Ya jelas, Cucung Atuk lah yang mau nikah, masa sapi, Pak Lik Yono?" Atuk lagi-lagi bercanda, Ayudia semakin bingung.

"Lah, Dia nikah sama siapa, Ti?"

"Sama Muammar, anak sulung Abah dan Umi, Nak." Umi Aida menjawab. Uti Dijah masih meredakan tawanya, air bening sampai membasahi sudut matanya saking termehek-mehek.

Ayudia mematung di tempat. Hahhh, apa? Menikah dengan Muammar? Pria tampan seantero Pagar Emas? Ayudia mencubit pipi tirusnya.

"Auuw, sakit," pekiknya. Lagi, kelakuan absurdnya membuat tawa Uti kembali pecah.

"Kamu kira ini mimpi? Abah memang melamarmu untuk Ammar, Dia?" kata Uti sambil menahan tawa.

"Astaghfirullah, mimpi apa aku semalam. Ini sih ketiban bulan purnama," ucap Ayudia dalam hati.

Ayudia mengutarakan bahwa ia menerima. Padahal tak ada yang bertanya pendapatnya. Ayudia lupa, kalau pernikahan adalah ikatan dua manusia, sedangkan Muammar tak ada di sana. Apakah ia setuju? Atau justru menolak? Ayudia tak berpikir sampai ke sana. Gadis itu terlalu kegirangan. Bahkan, Ayudia sama sekali belum mengenal sosok Ammar.

Terkadang, sesuatu yang tampak baik, belum tentu baik untuk diri kita sendiri.

Bersambung..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kupinang Mantan Istriku    Extra part

    Tiga hari sudah Ammar menjabat sebagai suami dari Ayudia Prasasti. Ia sangat menikmati perannya tersebut. Ia ingin menjadi suami yang terbaik untuk Ayudia, tidak akan mengulang kesalahan dahulu, atau bisa fatal akibatnya. Selama tiga hari, Ammar senantiasa membantu Ayudia dalam hal apapun. Ia cekatan merawat Fa dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan mencuci pakaian. Ammar juga memutuskan untuk tidak pergi ke luar kota, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Sementara hanya menerima pekerjaan dari rumah, agar bisa menghabiskan banyak waktu bersama.Hari ini, Ammar mengajak Ayudia untuk pindah ke rumah baru mereka. Tempat yang akan menaungi hari-hari keluarga kecil Ammar ke depan. Rumah yang berhasil Ammar wujudkan dalam kurun waktu satu bulan. Ia mendesain sendiri rumah itu. Berkonsep minimalis dan estetik. Sengaja Ammar hanya memberi dua kamar pada rumah tersebut, dengan alasan agar Ayudia tidak kelelahan membereskan pekerjaan rumah saat ia sedang ke luar k

  • Kupinang Mantan Istriku    73. Ikrar Cinta (Ending)

    Ayudia mematut dirinya di depan cermin, memandang dan menatap detail tubuhnya yang terbalut gamis berwarna navy dengan kerudung senada, menutup sampai di bawah perut. Pakaian sederhana berbahan brukat tanpa pernak-pernik apapun. Namun, aura kecantikan tetap memancar dari wajah ayu itu. Ia memoles bedak dan lipstik. Tidak perlu foundation, tidak perlu eyeliner, blashon dan lain sebagainya. Ayudia pikir, hanya lamaran, tak perlu tampak berlebihan juga.Fa juga terlihat tampan dengan kemeja abu, pakaian yang Ammar belikan. Bocah kecil itu anteng sekali sejak tadi, seakan ia paham benar suasana hati sang ibu. Bahagia. Sudah pukul delapan malam, Ammar juga sudah mengabarkan jika ia sudah berjalan dengan rombongan menuju rumah Ayudia. Akan tetapi, sudah lebih dari sepuluh menit belum juga sampai."Mbak, ayo keluar. Mas Ammar sudah datang. Biar Fa, aku yang gendong.""Sudah sampai? Kok ndak kedengeran suara mobil?"Najma tersenyum, "Ya ndak, orang jalan kaki."Ayudia membelalak, kurang yakin

  • Kupinang Mantan Istriku    72. Kupinang Mantan Istriku

    Dua hari kemudian Ammar baru menanyakan lagi perihal jawaban Ayudia. Sebab ... semakin ditunggu, Ayudia justru semakin kelihatan menjauh, membuat Ammar dilanda kegalauan. Dengan amat sangat terpaksa, Ammar membuang urat malu dan melapisi wajahnya dengan tembok, Ammar menagih jawaban Ayudia. Dengan santai dan hanya dalam sebuah pesan singkat. Ayudia menjawab dengan Jawaban yang masih sama. Tetap iya, membuat Ammar merasa bingung akibat tak mau terlalu percaya diri dulu dan akhirnya kecewa. Lalu ia desak lagi agar menuliskan jawaban yang jelas menggunakan kalimat, bukan sekedar satu kata. [Iya, Dia mau kembali dengan Kakak.] Pesan yang Ayudia kirim barusan, Ammar pandangi sampai lama, sampai seluruh kepingan jiwa dan kewarasannya kembali. Lalu ... "Yey! Yes! Alhamdulillah ya Allah ...! Alhamdulillah! Hore ... Umi ... Dia mau, Dia mau, Mi ....!" Umi tidak heran, sebab beliau begitu paham dengan tabiat anaknya yang memuja Ayudia. Janggal jikalau Ammar tidak jingkrak-jingkrak. Jika sud

  • Kupinang Mantan Istriku    71. Ingin Rujuk

    Ayudia memanggil-manggil Umi dan Abah. Sayangnya tidak ada sahutan. Albi lalu meninggalkan Ammar di kursi saja, dan pergi keluar. Fatma malah meringkuk dengan Fa, tidak mungkin Ayudia membangunkan, yang ada Fa akan kaget. Akhirnya ia sendiri yang menangani Ammar."Kak, Dia siapkan air hangat untuk mandi ya? Tapi di kamar mandi belakang, Kakak ambil bajunya dulu di kamar.""Ndak kuat, Dia ... tolong sekalian."Meski ragu-ragu, Ayudia tetap membuka pintu kamar Ammar, lalu menghidupkan lampu kamar."Dia ..." Panggil Ammar,Ayudia terlonjak, "Ya.""Ehm, itu ... itunya ... ndak usah."Ayudia berbalik dan mendekati Ammar. Ia tidak mengerti apa yang sedang Ammar bicarakan. "Itu itunya itu apa sih, Kak?""Ya itu, ndak usah. Di belakang ada."Ayudia menggeleng, masih tidak paham ia melengos dan masuk ke kamar lalu membuka lemari. Barulah saat pupilnya menangkap segitiga berkerut, bulu kuduknya meremang. Ia baru memahami ucapan Ammar tadi. Mengalihkan pandangan lalu menarik satu kaos dan celana

  • Kupinang Mantan Istriku    70. Temaram

    Pukul sebelas malam, Ayudia dan Ammar baru saja akan pulang dari bidan Diva. Fa tidak perlu pengobatan serius karena memang hanya mau pilek biasa. Kegelapan menemani sepanjang perjalanan mereka, tak nampak sepercik sinar kehidupan dari rumah-rumah warga, semua gelap dan mencekam.Cuaca memang sering tidak terduga, bulan yang seharusnya menjadi musim panas, tiba-tiba terguyur hujan lebat. Biasa begitu kalau lama tidak hujan, giliran hujan petir tampil paling garang. Ayudia yang terkantuk-kantuk sambil mengepuk-ngepuk paha Fa, memaksa buka suara untuk menemani Ammar yang tengah menyetir."Kak ... nanti langsung pulang ke rumah Kak Ammar saja, Dia biar pulang sendiri. Baju Kak Ammar kan basah, takut masuk angin."Ammar mengangguk dalam temaram. Entah terlihat atau tidak. Bibirnya sudah tidak mampu lagi mengatup, dingin yang menyeruak sampai ke tulang sumsum, membuat pria itu menekan gigi-giginya untuk menahan getaran pada tubuh. Rasanya Ammar sudah ingin ambruk, akan tetapi ... dua malai

  • Kupinang Mantan Istriku    69. Penuh Arti

    Semua aktivitas sudah berjalan seperti sediakala. Ayudia sudah terlepas dari bayang-bayang trauma. Ia fokus mengasuh Fa dan mengelola rumah semai bersama Najma. Sedang Ammar juga sibuk sendiri dengan proyek yang membanjiri peminat jasanya. Ya, Ammar memutuskan untuk berhenti mengajar, karena merasa bosan dan itu memang bukan bidangnya. Sudah hampir sepuluh hari Ayudia tidak melihat wajah teduh pria yang semakin sering membayangi dirinya. Selama itu juga Ammar hanya beberapa kali mengirim pesan. Terakhir kemarin siang, pesan yang menanyakan kesehatannya dan Fa. Namun, saat Ayudia membalas, pesan hanya centang satu abu-abu ... sampai hari ini. Ingin bertanya kepada Najma, namun Ayudia sedikit malu. Seakan ia tidak bisa menahan rindu yang menggunung. Iapun hanya pasrah menanti kepulangannya. Kadang terbersit prasangka buruk; apakah Ammar benar-benar dengan perasaan dan pernyataannya? Atau sekedar menghibur dirinya yang kesepian? Ayudia tidak paham. Tetapi, lebih dari seminggu tanpa kab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status