Share

Bab 3. Pernikahan Dadakan

"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.

Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?

Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.

Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.

Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar.

"Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.

Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar. Ada banyak pengunjung manca negara yang datang untuk menawar para gadis. Lebih mudah bagi mereka untuk menggunakan nilai tukar dengan mata uang tersebut.

Well, uang itu memang tidak sepenuhnya menjadi miliknya. Ia hanya akan mendapatkan setengah dari itu, dan setengahnya lagi akan dipotong oleh pihak penyelenggara pelelangan.

Namun, tentu saja dirinya belum sepenuhnya selesai dalam urusan ini. Masih ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh pembeli sebelum bisa membawanya pergi- atau sebelum dirinya dapat mengantongi uang tersebut.

Agen pelelangan akan melakukan verifikasi data terhadap pembeli terlebih dahulu. Hanya sekedar memastikan bahwa dirinya aman dan masa depannya terjamin.

***

"Alan Sander. Baiklah, data anda sudah diverifikasi. Sekarang kita akan mengurus pernikahannya." Wanita bertubuh berisi dan bermake-up tebal di hadapannya itu berkata sambil tersenyum lebar.

"Ma-maaf? Apa maksud Anda dengan pernikahan?" Alan mengernyitkan dahinya tidak mengerti.

"Atau Anda ingin keluarga anda yang melihatnya dan menunjukkan ketertarikan yang sama terhadap Nona Meyra?" Wanita itu balik bertanya.

"Apa? Apa maksud Anda?" tanya Alan lagi semakin bingung.

Wanita itu menatapnya lama penuh penilaian, lalu menghela napas panjang, sebelum akhirnya kembali membuka suara untuk menjelaskan.

"Hanya ada dua pilihan, Anda harus menikahi gadis yang anda beli, Tuan. Sebagai bukti kalau anda akan mengambil tanggung jawab atas hidupnya." Wanita itu berkata tegas.

Mata Alan terbuka semakin lebar. Ia kemudian menatap Mr. Handoko yang sejak tadi juga ikut bersama dengannya. Lelaki itu hanya menyengir dan mengangkat bahunya sekilas.

"Dia jelas tahu tentang hal ini!" pikir Alan kesal.

Kesialan apa yang sedang menimpa dirinya kini? Menikah adalah hal terakhir yang ia inginkan sekarang!

"Atau ... Anda juga bisa membawanya jika ada salah satu anggota keluarga anda menginginkannya sebagai pelayan di rumah kalian. Tentu saja ada beberapa hal yang akan disepakati bersama nanti." lanjut wanita bertubuh bongsor itu lagi di hadapannya.

Pandangan Alan kembali berpindah pada wanita itu. Lalu menatap gadis yang saat ini hanya diam berdiri di belakangnya dengan gugup.

"Kecuali kalau Nona Merya sendiri mau mengambil resiko ikut bersama dengan Anda tanpa ikatan apapun seperti yang kami tawarkan tadi."

Kata-kata terakhir dari wanita ber-make up tebal itu membuat Alan sedikit lega.

"Ayo kita pergi dari sini. Ini sungguh konyol." ujar Alan sambil mengulurkan tangan pada gadis itu.

Namun, lama tangan Alan tidak bersambut. Gadis itu masih berdiri di sana sambil memilih tangannya sendiri.

"Ayo. Tunggu apa lagi. Aku akan membawamu pergi dari tempat gila ini!" ajak Alan meyakinkan.

Namun, yang paling mengejutkan dari semuanya adalah ... gadis itu menggeleng. Dia menolak ajakan Alan!

"dia menolak ajakanku?" batin Alan tidak percaya.

"Aku tidak akan pergi kemanapun tanpa pernikahan." ucapnya dengan suara bergetar. Namun, dengan berani membalas tatapan mata Alan. Sorot matanya penuh keyakinan walau di balik genangan bening air mata.

Alan kehabisan kata-katanya. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Apa?" tanyanya setengah tertawa.

"Tanpa pernikahan itu, Anda bisa saja menelantarkan saya nanti." ucap gadis itu lagi.

Alan memutar bola matanya jengah. Ayolah. Setelah sekian lama, rasa kemanusiaannya muncul saat melihat ketidakadilan atas nasib para perempuan yang dilelang seperti barang, namun niat baiknya malah diragukan oleh gadis yang akan ia selamatkan ini?

"Apa gadis ini tidak pernah tahu tentang kisah para istri yang ditelantarkan oleh suami-suami mereka?" tanya Alan kesal di dalam hati.

"Oke baiklah." Akhirnya Alan memutuskan. Ia akan menjelaskan duduk persoalannya pada gadis ini nanti. Ia yakin, gadis ini tidak akan keberatan dengan kesepakatan yang akan ia tawarkan. Sekarang yang penting mereka pergi dulu dari sini.

Lagi pula, ia juga tidak berniat menelantarkan gadis ini begitu saja.

"Ayo kita menikah."

***

Mata Meyra berbinar penuh kelegaan saat mendengar Alan setuju melakukan pernikahan. Semua rasa cemas dan khawatir yang sejak tadi membebaninya seketika lenyap.

Tidak dapat dipercayai, ia akan segera menikah dan memiliki uang yang banyak. Bagaimana pun, 5000 dollar akan segera menjadi miliknya. Meyra berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menghamburkan uang itu sembarangan. Itu adalah modal untuk masa depannya.

Pernikahan dilakukan sederhana. Seorang Pendeta dihadirkan dan janji suci diucapkan.

"Sekarang, kau bisa mencium pengantinmu." ucap sang pendeta.

Meyra merasa gugup saat Alan mendekat dan menyatukan bibir mereka.

"Tenanglah Meyra, ini hanya sebuah ciuman singkat." Wanita itu berusaha menenangkan debaran jantungnya.

Seharusnya begitu. Namun, ciuman singkat itu berubah menjadi semakin lama dan dalam saat Meyra mencoba mengikuti nalurinya untuk menggerakkan bibir. Ia membuka bibirnya sedikit secara alamiah, jangan tanya alasannya apa. Ia hanya ingin melakukannya.

Dan saat itu, seakan mendapatkan lampu hijau untuk melakukan lebih jauh, Alan menyambut reaksi dari wanita itu dengan cara yang memang seharusnya. Ia juga tidak dapat menahan diri untuk mengecap lebih banyak lagi rasa manis dari bibir ranum wanita di dalam rengkuhan tangannya itu.

"Ehm ..." Suara sang pendeta yang berdehem seakan memberikan peringatan pada Mereka. Lalu Alan melepaskan bibir Meyra dengan enggan.

Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat. Meyra merasa dirinya ditarik ke dalam sepasang bola mata biru yang bak lautan dalam itu. Mengajaknya menyelam lebih jauh dalam kabut gairah yang saat ini jelas terlihat di mata Alan.

Jantungnya berdebar kencang. Menggila dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Membuatnya ingin terus merebahkan diri dalam rangkulan tangan lelaki yang baru dijumpainya beberapa saat yang lalu. Menanti untuk dijamah.

"Ya Tuhan. Ada apa denganmu, Meyra? Kendalikan dirimu." Meyra memperingati dirinya sendiri di dalam hati.

"Dengan ini, Aku menyatakan kalian resmi menjadi suami istri."

***

Selembar surat sebagai pernyataan bahwa keduanya sah menjadi suami istri dikeluarkan aparatur setempat yang berwenang. Semuanya memang sudah diurus oleh pihak penyelenggara pelelangan.

Walau tidak secara negara, tapi menurut kepercayaan penduduk setempat, pernikahan mereka sah di mata Tuhan.

Mereka percaya, untuk menyatukan dua insan yang telah ditakdirkan bersama, Tuhan tidak akan mempersulit prosesi penyatuan itu. Hanya perlu ucapan janji suci, dan Tuhan akan merestui kebersamaan mereka. Semudah itu.

Meyra telah resmi menjadi istri dari Alan Sanders. Namanya pun kini menjadi Meyra Gharvita Sanders.

Rasanya tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang istri saat ini. Selama ini, ia telah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri. Apa pun yang ia lakukan, dirinya adalah pengambil keputusan tunggal.

Neneknya yang sudah tua tentu saja hanya bisa mempercayakan semua keputusan padanya. Ia hanya memberikan nasehat-nasehat yang akan selalu diingat Meyra.

Terlebih ketika dirinya menjadikan seorang istri suatu saat nanti. Dan 'suatu saat' itu telah tiba hari ini.

"Ayo, kita pergi." Sosok pemilik suara berat dan dalam itu mengajak Meyra tanpa menoleh padanya. Sosok yang kini menjadi suaminya.

Alan Sanders telah menyelesaikan semua administrasi, dan kini dapat membawanya pergi dengan resmi.

Meyra mengangguk sebagai respon. Reaksi getaran yang dihasilkan dari ciuman mereka tadi masih terasa hingga saat ini. Ia ingin menggandeng tangan lelaki yang akan mengangkat derajat hidupnya itu. Namun, Alan malah terlihat tidak peduli, dan berjalan di depan Meyra dengan langkah lebar.

Tidak masalah. Ia dapat mengikuti langkah Alan dan rekan yang sejak tadi menemani lelaki itu. Sekilas, ia menoleh pada kedua gadis lainnya yang ikut dilelang bersama dengannya tadi. Tatapan sinis dan iri terlihat jelas di raut wajah mereka.

Meyra teringat kata-kata mereka sebelum acara pelelangan tadi dimulai, "jangan berkecil hati jika nanti tidak ada yang menginginkanmu, kau bisa ikut pelelangan selanjutnya nanti. Nyonya Kartika akan mengupayakan yang terbaik untuk kita."

Dan lihatlah, saat ini dirinya malah mendapatkan harga tertinggi dari semua gadis yang pernah dilelang. Memang benar, tidak ada yang tahu nasib seseorang ke depan.

Sambil tersenyum lebar penuh rasa bangga, Meyra mempercepat langkahnya dan berjalan tepat di samping suaminya. Alan Sanders.

Lelaki itu hanya melihatnya sekilas, cenderung sinis. Namun Meyra tidak peduli. Ia terlalu bahagia untuk menyadari hal itu. Wanita itu malah memberikan senyum terbaiknya pada sang suami. Senyum penuh ketulusan dan rasa terima kasih.

Meyra menyadari bahwa episode baru dari hidupnya akan dimulai hari ini. Dan ia sangat siap untuk itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status