Mendengar itu, pakde Yono langsung menoleh kearah yang di tunjuk oleh Maya. Tapi tetap saja, tak ada apapun yang di atas sana.
“Ha!? Tidak ada apa-apa kok non. Ada jangan bercanda ah…” Kata pakde Yono.
“Eh, enggak loh pakde, itu serius ada seseorang yang tergantung di ranting pohon, tapi mengarah ke bawah sini loh! Kalau dia sampai jatuh, otomatis dia akan langsung mendarat ke tempat kita yang sekarang ini pakde. Jaraknya sangat tinggi loh pakde, sekitar 40 meter ke atas sana kalau dari tempat kita berdiri sekarang ini.” Kata Maya sembari masih menunjuk kearah atas puncak.
“Ah, anda sepertinya sedang berhalusinasi saja non..”
“Tidak loh pakde, itu sepertinya salah satu pendaki yang tadi sempat bertanya tentang jalur pendakian yang kita temui di jalan tadi. Masak pakde di melihatnya?”
“Ah, anda serius non?”
Kemudian, Maya menutup matanya dan mencoba berbicara dengan Otoy,
‘Permisi bu… Ma… Maaf, numpang tanya bu… Emm… Jalan mau ke… Eh!? Bu… Kok Ibu bawa-bawa pisau? Bu… Tolong jangan…’‘Aaaakhhhh!!!’‘Niaaaa!!! Nisa! Mundur Nisa! Yura! Lenny! Mundur!’‘Aaaakhhhh!!!’‘Aaaakhhhh!!!’‘Aaaakhhhh!!!’“Tiiidaaaak!!!”“Huffttt… Huffttt…”Seketika, gadis pendaki itu tersadar.“Eh, kamu sudah sadar kak? Jangan terlalu banyak gerak dulu, nanti lukanya makin parah loh… Nih, minum dulu kak biar sedikit legah.” Kata Maya kepada gadis pendaki itu.“Ak… Aku… Aku dimana? Kamu siapa?” Tanya gadis itu sembari memegangi kepalanya yang sakit.“Oh, kakak di rumah Eyangku… Aku yang kemarin itu loh kak, yang kakak tanyain soal jalur pendakian itu…”“Hah?
“Ya takut lah, sakit tau! Yasudah, ayo kita berkeliling sekalian berkenalan dengan teman-temanku yang kemarin. Sekalian juga, kamu minta maaf ke mereka atas kejadian yang kemarin…”“Emm… Iya deh iya…”“Yaudah, yuk kita jalan…”Lalu, Maya dan Otoy berjalan masuk ke dalam hutan dan satu-persatu sosok-sosok mulai bermunculan. Tapi kali ini, mereka tidak berani untuk muncul secara tiba-tiba di hadapan Maya. Melainkan, mereka muncul setelah Maya melewati mereka. Sampai beberapa saat, mereka tiba di sebuah yang bentuknya seperti istana yang ada di tengah-tengah hutan.“Eh, kok ada sebuah istana di tengah hutan ini? Milik siapa ya?” Tanya Maya kepada Otoy.Tiba-tiba, ketika Maya dan Otoy mendekati istana itu, ada sekitar 4 sosok yang sangat tinggi banget. Kemudian, Maya memandangi sosok itu dari bawah kaki sampai ke atas dan,“Ehh… Jangan memandanginya begitu,
“Toy… Tolong Toy… Jangan sampai, kejadian yang kemarin terulang lagi… Tolong deh bilangin ke dia, jangan dekat-dekat begitu…” Kata Maya sembari memandangi wajah sosok itu.“E… Eh kuy-kuy, jangan terlalu dekat begitu ya, hehe. Tidak enak dilihat tetangga sebelah nanti…” Kata Otoy sembari sedikit menjauhkan si Kuyang dari Maya.“Nah, gitu dong, kalau begini agak sedikit berkurang rasa takutnya, hehe.”Kemudian, sosok-sosok yang lainnya mulai bermunculan satu-persatu bersamaan dengan si Genderuwo yang tadinya sempat pergi tidak tau kemana. Dan sekarang, di depan istana itu sudah ramai dengan berbagai jenis sosok. Mulai dari yang paling pendek, sampai yang paling tinggi, mulai dari yang kurus, sampai yang paling besar tubuhnya. Ada yang memiliki kepala dengan wajah yang masih utuh, ada yang memiliki kepala, tapi dengan wajah yang abstrak, bahkan sampai ada yang berwajah rata. Kemudian, ada
“Umm… Umm… Umm…” Teriak Sukma sembari mulutnya di bungkam oleh Maya dan menunjuk kearah Otoy yang sepertinya tiba-tiba muncul.“Sssstttt… Sudah, dia tidak mengganggu kok kak. Dia temanku, hehe”“Huh! Memang ya, manusia kalau sudah di tolong tidak tahu terima kasih! Eh, malah tunjuk-tunjuk, ga sopan tau!” Kata Otoy dengan sedikit jengkel kepada Sukma.“Di tolong? Siapa? Aku? Hah!?” Tanya Sukma kepada Maya.“Iya kak, dia yang sudah menyelamatkan kakak. Ga tau deh, bagaimana cara dia menyelamatkan kakak. Tapi yang jelas, kakak selamat, hehe”“Hah!? Hadehh…”“Eeeittttsss… Jangan pingsan, tolong jangan pingsan. Bakal ribet entar urusannya… Oke-oke, aku pergi…” Kata Otoy.Dan seketika, Otoy perlahan menghilang.“M… May… Itu tadi apa? Siapa? Kok dia punya dua tanduk begitu? Pun
“Emm… Tidak tau kalau masalah itu… Dari cerita kamu saja, kalian sudah melanggar aturan yang ada disini. Pantas saja, penunggu yang ada disini marah kepada kalian.” Jawab pakde Yono.“Tapi pakde, yang sudah membunuh teman-temanku itu bukanlah hantu atau makhluk gaib lainnya. Melainkan, manusia biasa seperti kita ini!”“Hah!? Manusia? Siapa itu? Emm… Kamu tau cici-ciri orang yang sudah membunuh teman-teman kamu?” Tanya pakde Yono.“Ya jelas tau pakde, yang lebih jelasnya sih, tidak mungkin pakde tidak mengenal orang itu.”“Hah!? Siapa orang nya? Kok pakde tidak tau?”“Orang yang telah membunuh teman-temanku itu adalah…”“Eh! Sepertinya kita sudah terlalu lama disini pakde, kak sukma… Lebih baik kita turun saja yuk, hehe. Soalnya, kurang enak aja gitu kalau kita berlama-lama disini.” Kata Maya memotong pembicaraan.&ldq
“Huwaaaaaa!!! Pergi kamu… Pergi!!!” Teriak Sukma sembari menutup matanya.“Hah!? Hei kak… Ini aku, Maya! Hei… Apaan sih teriak-teriak!” Bentak Maya sembari memukul-mukul pundaknya Sukma.Mendengar itu, Sukma langsung membuka sedikit sela jari tangannya untuk mengintip ke depan. Dan ya, ternyata itu adalah Maya.“Eh! Kamu ternyata May… Bikin kaget saja ih!” Kata Sukma sembari menurunkan tangannya.“Lah!? Yang bikin kaget itu kakak! Apaan coba teriak-teriak begitu? Kayak lagi lihat hantu saja! Emang, wajahku yang cantik dan imut ini tampak seperti hantu? Eh, tapi mana ada hantu yang imut seperti aku, hahaha”“Hissss! Ga gitu loh May… Tadi, aku melihat seorang anak perempuan sedang berdiri disini dan melambai-lambai kearahku. Itu sebabnya aku…”“Sssstttt… Sudah, simpan pertanyaan kakak! Ayo kita cerita di kamar saja.”
“Oh, bisa kok Eyang… Emm… Rumah kamu dimana Sukma?” Tanya Reno kepada Sukma.“Di Yogyakarta mas, tidak jauh kok dari sini.”“Oh dekat ternyata, yasudah, mau berangkat kapan?”“Emm… Kalau hari ini bagaimana mas?”“Sekarang?”“Emm… Tidak sih, aku harus merapihkan barang-barangku dulu…”“Ah, yasudah, kamu rapihkan saja dulu barang-barang kamu. Mas juga mau makan dulu nih, laper soalnya, hahaha”“Yasudah, nak Sukma, kamu kemaslah barang-barangmu dulu, minta tas kamu ke bi Sari. Pakaian kamu juga sepertinya sudah bersih. Biarkan Reno makan dan istirahat dulu sebentar, dia mungkin lelah karena baru saja sampai di rumah.” Kata Eyang putri.“Ah, iya Eyang, akan ku kemas barang-barangku sekarang.”Setelah itu, Sukma langsung bergegas ke dapur untuk menghampiri bi Sari.“Bi Sar
“Ada apa sih May, hmmphhh… Huaaahhhh” Kata Sukma yang baru saja terbangun dari tidurnya.“Kita sudah sampai di Yogyakarta kak, lihat tuh”“Hah? Oh iya, kita sudah sampai… Emm… Mas Reno, di depan sana nanti kita ambil jalur kiri ya… Nah, dari sana nanti tinggal lurus saja.” Kata Sukma kepada Reno.“Oh, iya Sukma… Emm… Kira-kira masih jauh lagi?” Tanya Reno.“Tidak kok, nah, dari sini kan tinggal lurus saja, nanti di pertigaan yang ada di depan, kita ambil kiri lagi, nah, setelah itu ada sebuah Gang yang pertama, kita masuk, sudah sampai deh.”“Oh, oke lah…”“Kak, rumah teman-temannya kakak dimana?” Tanya Maya.“Emm… Satu Gang denganku sih, tapi hanya beda jarak sedikit saja, nanti aku tunjukan.” Jawab Sukma.Setelah itu, percakapan berakhir. Dan tidak lama kemudian, mereka tiba d