Hari ini merupakan hari ke sebelas setelah pertemuan Rey dan Zinnia. Tepat hari Senin, hari di mana mereka mulai kembali bekerja. Rey sudah bangun pada pagi itu. Bukan karena sengaja, tapi ia dibangunkan oleh dering alarm pada ponsel Zinnia yang begitu berisik. Terpaksa pria itu duduk mengumpulkan nyawa.
Belum apa-apa tubuh yang dirasuki Rey sudah merasa lemas. Memangnya Rey hantu apa?
Pria itu kaget saat ia mendapati bercak darah pada celananya. Bingung dirasakan pria itu. Menerka-nerka apa yang telah ia lakukan pada tubuh Zinnia. Bukan Rey yang biasanya, pria sombong itu panik lalu menyingkirkan barang bukti itu dan mengganti dengan yang baru.
Beberapa saat kemudian benar saja gadis pemilik tubuh asli itu datang menghampirinya. Meski panik, pria itu tetap mencoba tenang. Duduk pada kursi kayu sembari menopang dagu. Zinnia melihat gelagat aneh sang atasan. Namun, gadis itu hanya diam. Melaksanakan kewajibannya.
"Kenapa Bapak senyum-senyum gitu? Sudah tah
Hari ini merupakan hari ke dua belas. Kedua orang itu sudah kembali pada tubuh masing-masing. Mereka kini tengah bersiap untuk meeting dengan perusahaan lain yang akan menjalin kerja sama dengan SJ Grup. Rey tampak begitu rapi dan tampan sempurna dengan mengenakan setelan jas dan celana biru dongker. Setelan itu sudah disetrika sangat licin, hasil kerja Zinnia pada hari Minggu.Rey menatap Zinnia dari atas ke bawah. Menilai penampilan gadis itu. Pria itu juga masih memikirkan hal yang baru saja ia alami. Rasa nyeri yang menyerangnya pada hari sebelumnya membuat ia penasaran. Mengapa gadis sekecil Zinnia bisa menahan rasa sakit seperti itu dan bilang sudah biasa? Padahal pria itu merasakannya seperti mau mati."Ke-kenapa, Pak?" tanya gadis itu merasa malu ditatap lama oleh seorang pria."Lumayan. Yang penting sekarang kita berangkat," ucap Rey dengan nada dingin yang khas, mengalihkan pandangannya."Baik, Pak." Gadis itu terdengar antusias.
"Memangnya kenapa, Pak?" tanya gadis itu heran."Aku mau makan siang.""Iya, Pak. Silakan kalau mau makan siang. Biasanya juga pergi gitu aja," cecar Zinnia mulai dongkol."Kau ikut denganku!" perintah Rey kemudian dengan jeda beberapa detik."Eh? Kenapa? Tumben," gumam Zinnia sembari menatap tembok di sampingnya, tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan pria itu."Nggak usah ngomong sama arwah. Cepet!" perintah Rey lagi."Ba-baik, Pak," ucap Zinnia sembari berlari kecil mengekor sang direktur."Mau ke mana kamu, Rey?" tanya Dani yang kebetulan hendak memasuki ruangan pria itu."Makan.""Ikut dong. Aku juga mau makan siang. Apalagi bareng sama Zinni," ucap Dani sembari menatap gadis di belakang kawannya itu."Terserah.""Dih. Cuek amat jadi atasan," sungut Dani. "Kamu yang tabah ya, Zinni. Meski sombong dan dingin, Rey ini sebenarnya baik hati kok," imbuhnya. Zinnia hanya tersenyum simpul. Sedangkan
Hari ke tiga belas. Rey dan Zinnia kembali bertukar jiwa. Meski tubuhnya perempuan, tapi Reyner masih belum terbiasa memakai pembalut. Zinnia pun sebenarnya risih rutinitas tiap bulannya harus diketahui sang atasan. Apalagi atasannya itu seorang pria."Hari ini sakit lagi gak?" tanya pria itu dengan suara wanita. Menatap tubuhnya sendiri yang sedang sibuk mendandaninya."Enggak kok, Pak. Biasanya cuma di hari pertama saja," terang gadis itu."Syukur deh.""Duh aku cantik banget ya ternyata. Apalagi lihat diri sendiri dari dekat kaya gini," tutur Zinnia dengan percaya diri. Gadis yang berada di tubuh Rey itu melakukan gaya gemas ala perempuan."Jangan memuji diri sendiri dengan mulutku!" ucap Rey kesal. Pria itu kesal karena melihat dirinya sendiri yang bertubuh tinggi, tegap, dan kekar bertingkah kemayu."Apaan sih, Pak? Pak Rey iri? Ya udah deh bentar lagi Pak Rey juga jadi cantik," ucap gadis itu sembari tersenyum penuh arti."Ck,"
Hari telah berganti. Kedua orang yang baru kenal itu kembali pada tubuh masing-masing. Zinnia asli kembali duduk pada kursi sekretaris. Sang direktur pun duduk pada singgasana miliknya."Pak, Rey. Siang ini ada janji dengan ditektur dari divisi pemasaran," ujar Zinnia mengingatkan."Hm. Oke," jawab Rey singkat."Dan ini beberapa dokumen yang harus Bapak tandatangani," imbuh gadis itu sembari menyerahkan beberapa lembar kertas penting pada sang direktur utama."Ya." Tanpa mengucapkan terima kasih, pria itu membaca sekilas dan langsung menandatangani kertas-kertas itu. Untung saja Zinnia sudah tak kaget lagi dengan perlakuan dingin sang atasan."Oh ya. Nanti kamu nggak usah ikut rapat. Aku mau ditemani Dani saja," ujar Rey membuat hati Zinnia berucap syukur."Baik, Pak."Gadis itu pun sendirian di ruang direktur utama SJ Grup. Menyelesaikan beberapa laporan yang masuk serta memeriksa jadwal meeting sang atasan yang sudah ia bua
Rey membuka amplop biru yang diserahkan sang adik. Ada selembar foto beserta data diri dari seorang wanita cantik berambut panjang. Wanita itu terlihat sangat sempurna untuk ukuran fisik. Rey paham dengan apa yang dimaksud ibunya."Hahhh. Kenapa Mamah masih bersikeras?" gumam Rey. Pria itu duduk di sebelah sang adik. Pada sofa panjang di ruangan itu."Mamah hanya ingin yang terbaik buat Kakak.""Tapi aku tidak tertarik." Rey menatap tajam kedua mata adiknya."Lalu kenapa Kak Rey mempekerjakan seorang perempuan di sini? Kakak sendiri bilang kalau semua perempuan itu merepotkan. Hanya memandang fisik dan jabatan untuk mendekati Kak Rey. Jika Kakak sama sekali tak suka perempuan, kenapa malah menjadikan Zinnia sebagai sekretaris pribadi Kakak? Padahal aku sendiri tahu kalau Kakak tak pernah mau satu ruangan dengan orang lain," ucap Chandra panjang lebar. Mengungkapkan kecurigaannya."Kamu cerewet sekali, Ndra. Itu bukan urusanmu!""Itu hal yang
"Astaghfirullahal'azim. Pak Rey!" seru Zinnia dengan suara pria. Gadis itu langsung keluar dari kamarnya sembari menatap layar ponselnya. Rey tersenyum penuh kemenangan."Apa-apaan ini, Pak? Nggak sopan tahu! Saya sendiri nggak pernah foto kaya gini," sungut Zinnia sembari mendelik pada dirinya sendiri yang masih duduk santai menikmati emosi."Ya Allah. Ada banyak sekali fotonya. Bapak bener-bener ya!" ucap gadis itu lagi sembari menghapus semua foto dirinya."Itu sebagai balasan atas perbuatanmu kemarin. Jadi kita impas," balas Rey santai. Zinnia memicingkan kedua matanya."Apa? Mau melawanku? Aku bisa membalas lebih dari ini," ujar Rey menaikkan dagunya."Ish. Ngeselin banget sih jadi cowok! Itu lagi. Benerin kancing baju saya!" perintah Zinnia saat ia sadar dengan penampilan dirinya."Kau berani memerintahku?" Pria itu malah menaikkan sebelah alisnya."Pak Rey!" sungut gadis itu lagi."Sudahlah aku mau mandi. Yang penting ki
Mentari kembali menyapa langit kota Jakarta. Cahayanya menerobos masuk ke celah-celah gorden berwarna kuning keemasan. Sang penunggu kamar pun menggeliatkan tubuhnya. Bangun sembari mengucek kedua kelopak matanya. Pria itu sudah kembali ke tubuh aslinya. Merasa senang karena jiwanya sudah tak berada di tubuh Zinnia. Hari itu hari Sabtu, jadi Rey menghabiskan waktunya di rumah. Ponselnya pun tiba-tiba berdering. "Assalamu'alaikum," sapa Rey pada orang yang menghubunginya. "Wa'alaikumussalam, Rey. Nanti sore kamu harus pulang ke rumah! Chandra sudah memberitahumu tapi kamu malah tak mengindahkannya. Ini perintah Mamah jadi kamu harus pulang sore ini!" ujar wanita yang merupakan ibu kandung dari sang direktur. "Iya, Mah. Nanti sore Rey pulang ke rumah." Pria itu menjawab sembari membayangkan wajah sang adik yang mengadukannya pada sang ibu. "Bagus. Pokoknya harus pulang. Ada yang mau Mamah omongin sama kamu," tutur sang ibu. "Iya, Mah. Iy
"Ck. Dasar. Siapa juga yang mau malam mingguan? Pacar aja nggak punya. Memangnya malam mingguan harus gitu sama pacar? Kan bisa nonton dorama kesukaan sambil makan," gerutu gadis itu sembari menutup pintu. "Dasar direktur sableng. Suka ngatur. Sombong. Ngeselin."Tak ingin terlarut dalam emosi, Zinnia mengeluarkan laptopnya. Malam itu ia akan menonton serial drama favoritnya. Melihat para ikemen beraksi. Dari serial itulah Zinnia belajar bela diri. Bukan. Belajar berkelahi lebih tepatnya. Karena tak ada sang direktur dan pekerjaan yang mengganggu, gadis itu bisa puas menikmati malam minggunya.Sekarang kita menilik Reyner. Pria itu sudah sampai di rumah utama. Sang ibu sudah menunggunya. Wanita itu pun menyambut kedatangan putra sulungnya. Mereka kini duduk di ruang makan. Menikmati makan malam mereka."Syukur kamu bisa datang malam ini, Rey. Gimana pilihan Mamah nggak salah, kan?" tanya wanita paruh baya yang bernama lengkap Nurmala Sukmajaya."