Archand melepaskan pelukannya terhadap gadis itu, jantungnya berdegup cepat saat menatap bola mata indah milik Floresnia. Gadis bertubuh jenjang itu menatap tajam kepadanya, hal tersebut membuat Archand semakin terpesona padanya, sungguh indah senyuman yang di umbarkan gadis itu. Archand berusaha menahan hatinya agar tak jatuh cinta dengan adik kandung dari Diandra.
“Ma–af ya, Archand. Aku tidak sengaja, kalau gitu terima kasih karena sudah menolongku. Aku pamit ya.” ucap Florensia lalu melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Archand.
Sontak membuat gadis itu tertegun saat Archand menarik pergelangan tangannya sehingga memusnahkan jarak di antara mereka membuat mereka kembali saling menatap satu sama lain. Archand menatap tajam kepada mata gadis itu, rasanya berat untuk mengakhiri momen terindah itu. Diam-diam Archand telah menjatuhkan hatinya kepada Florensia, gadis yang sebelumnya sangat dia benci. Ternyata benar apa orang-orang bilang, benci bisa berakhir dengan p
Revan mengangguk pelan pertanda jawaban yang di lontarkan gadis itu memang benar-benar tepat. Revan tertawa saat melihat ekspresi wajah Diandra, pria itu menggenggam jemari Diandra. Kali ini dia tidak lagi memperlakukan Dinadra dengan kasar, dia memandang gadis itu dengan tatapan prihatin. Meksipun Revan tak tahu apa yang sedang gadis itu sembunyikan darinya. Namun, Revan merasakan kesedihan yang sama seperti apa yang dia rasakan sekarang, saat kehilangan jejak Florensia. “Katakan kepadaku, apa yang sedang membebani pikiranmu! Siapa tahu aku bisa membantumu, Diandra Friyanka Putri.” titah Revan. “Walau bagaimanapun kamu menutupi kesedihanmu, aku pasti akan tahu, Diandra.” lanjut Revan. “Hah, bagaimana kamu bisa tahu? Kamu kan gak bisa baca pikiranku tuan Revan Aldhinara Putra! Jangan berharap kalau aku mau curhat denganmu!” tegas Diandra yang tetap kekeh untuk berpura-pura tegas di depan sahabatnya itu. “Nona Diandra Friyanka Putri, sudah lupakah kamu? Aku in
Floresia mengaduk-aduk makanannya, dia masih memikirkan tentang kejadian beberapa jam yang lalu. Gadis itu tampak dilema dengan pilihannya, apakah dia harus mengejar Archand cinta lamanya? Ataukah harus mencari cinta yang baru yaitu; Revan? Entahlah Florensia tidak tahu harus memilih siapa di antara mereka berdua. Hal itu di lihat oleh Suci sahabatnya, dia tampak heran melihat gadis itu. Tidak biasanya Florensia galau seperti itu, biasanya gadis itu adalah gadis periang. “Kamu kenapa sih, Flo?” tanya Suci khawatir. “Aku gak apa-apa kok, Ci.”sahut Florensia singkat. “Gak apa-apa tapi kok makanannya cuma di aduk-aduk aja.” Suci menghela nafas dan berusaha mempertanyakan apakah yang sedang di pikirkan oleh temannya. “Bukannya di makan, eh malah di aduk doang. Ada masalah apa sebenarnya, kamu bisa cerita kok sama aku. Kamu gak perlu ragu sama aku.” Lanjut Suci seraya memegang tangannya gadis itu. “Kalau kamu mau curhat ya curhat aja. Aku pasti akan
Archand dan Revan bermain game online bersama, mereka terlihat sangat bahagia. Untuk sementara waktu Archand mampu melupakan segala kesedihannya saat mengingat Diandra. Namun, hanya sementara. Ketika sudah selesai bermain game bersama Revan dia kembali teringat akan kejadian siang tadi. Pria itu kembali termenung saat mengingat mantan kekasihnya. Dia merasa bersalah karena telah memarahi mantan kekasihnya tadi. Revan memperhatikan tingkah sang adik yang tiba-tiba saja terdiam, pria itu mengatur posisi duduknya dan mencoba menenangkan hati adiknya. Revan merasa prihatin dengan kondisi sang adik yang tiba-tiba saja terdiam dan menghentikan permainan game online. “Kamu teringat masalah yang tadi ya? Sebenarnya ada apa?” tanya Revan. “Diandra ngambek sama aku, Kak.” sahut Archand yang menyapu wajahnya dengan kasar, dia benar-benar menyesal karena telah memarahi Diandra. “Aku menyesal udah nuduh dia naksir sama kakak, sementara aku sendiri telah jatuh cinta sama a
Mereka saling berbalas pesan dan mengutarakan perasaan satu sama lain. Florensia sangat bahagia ketika melihat senyuman yang kembali terlukis di wajah sang kakak. Setelah beberapa jam yang lalu senyuman itu telah menghilang di wajahnya. Florensia merengkuh tubuh sang kakak dan memeluknya dengan erat. Gadis itu tersenyum dan meledek sang kakak yang tengah di landa cinta. Diandra tersenyum dan membalas pelukannya. “Hedeh, manja banget sih, Dek.” ledek Dinadra. “Biarin, kan Flo manjanya sama kakak, bukan sama Archand.” sahut Florensia tersenyum. Gadis itu mencoba mengintip isi pesan singkat yang di kirimkan Archand kepada Diandra. Senyuman semakin mengembang sempurna di bibir gadis itu setelah memastikan bahwa hubungan Diandra dan Archand baik-baik saja. “Cie, romantis benget sih, Archand.” Ledek Florensia. “Heh, ngintip kamu ya?” Diandra tertawa dan menggelitik adik semata wayangnya itu, mereka saling tertawa dan saling mengejar, sud
Diandara tertawa usai mendengarkan pernyataan dari adik semata wayangnya itu. Diandra menepuk pundak sang adik dan memberikan nasehat kepadanya, bahwa sang adik harus yakin kepada dirinya sendiri. Florensia merasa tidak percaya diri untuk menunjukkan kebolehan di depan orang lain. Meskipun nakal, suka membuang waktu percuma bersama teman-temannya. Tapi gadis itu sering mempelajari hal-hal yang bermanfaat, dia hobby memperaktekkan sesuatu seperti membuat karya seni tiga dimensi dan memasak. Sejak kecil Florensia memiliki otak yang cerdas, tapi karena sikap nakalnya. Membuat nilainya semakin turun karena gadis itu sering bolos sekolah. Gadis itu memiliki sikap seperti seorang pria yang pantang menangis dan suka berkelahi. Floresia merupan gadis tomboy. Sikapnya sangat bertolak belakang dengan Diandra saudara kandungnya. “Kamu jangan minder begitu, seharusnya kamu bangga dengan kelebihanmu dan teruslah belajar untuk mengasah kelebihanmu. Agar bermanfaat untuk orang lain
Alarm ponselnya berdering dan membuat bising di seluruh ruangan. Revan menyibak selimutnya untuk mencari sumber suara yang menimbulkan kebisingan itu. Revan meraih ponselnya yang berada di dalam selimutnya, lalu ketikan alarm tersebut. Setelah memastikan alarm tersebut Revan memastikan kalau Archand tidak terbangun karena suara bising yang di sebabkan oleh alarm ponsel miliknya. “Ah, kupikir kamu terbangun, Archand. Dasar, tidur atau pingsan? Bisa-bisanya kamu tidak terbangun sama sekali.” lirih Revan. Pria itu tersenyum saat melihat sang adik sedang tertidur lelap. “Sudahlah, biarkan saja dia melanjutkan tidurnya. Mungkin saja dia kecapean karena mengurus perusahaan.” sambung Revan. Revan memainkan ponselnya dan sibuk mengecek akun I*******m milik Diandra, pria itu ingin sekedar tahu kabarnya, karena penasaran akhirnya Revan memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada gadis itu. Revan menekan icon W******p dan mencari nama gadis itu di daftar kontaknya. Revan mengirim
Saat menerima jawaban dari Revan, pria itu merasa sedikit kecewa. Pria itu menghembus nafas kasar dan berusaha menyimpan semua kekesalannya. Rasanya tak percaya jika Florensia benar-benar sudah melupakan dirinya. Archand melangkah keluar menuju ambang pintu. Revan dan Florensia menatap ke arah yang sama, mereka menatap langkah kaki Revan yang terlihat tak bersemangat hingga perlahan bayangan Archand menghilangkan dari mereka. Florensia segera menjelaskan maksud pekerjaannya tadi. “Maaf kak Revan, kalau tadi aku ngaku-ngaku jadi kekasih kakak. Soalnya ...” Florensia menggantungkan ucapannya kala itu, dia tak mungkin akan menjelaskan jika dirinya telah lama mengejar cinta Archand hingga akhirnya membuat dia lelah dengan sendirinya. Namun, saat cintanya sudah hilang untuk pria idolanya itu. Malah Archand berusaha keras untuk merebut hatinya kembali. “Kenapa? Kamu pernah ada hubungan sama Archand?” tanya Revan yang memiringkan kepalanya, dia ing
Diandra sangat mengenal Archand, karena selama mereka menjalin hubungan, pria itu tidak pernah sedikitpun menyakiti tubuhnya. Archand adalah pria yang baik, dia selalu menjaga Diandra dari orang-orang yang ingin mengusiknya. Pria itu benar-benar seperti pahlawan untuknya. Gadis itu sangat bahagia karena pernah menjadi orang penting di dalam hidupnya meksipun akhirnya dia harus rela memutuskan hubungan bersama pria itu. “Maafkan aku, Diandra.” bisik Archand yang menarik tubuh gadis itu hingga jatuh dalam dekapannya. Gadis itu hanya menangis terisak-isak dan membalas pelukan pria itu dengan erat. Mereka saling larut dalam pemikiran masa lalu, sebenarnya di antara mereka memang masih ada rasa cinta. Namun, mereka tak mampu membuat pilihan dan menentukan siapakah yang akan menjadi pilihan masa depan mereka. “Aku tahu kamu pasti kecewa denganku, aku ini manusia yang bisa saja berbuat khilaf. Maafkan aku, sungguh aku tidak mengerti dengan perasaanku saat ini.” sambun