Share

MEMALUKAN

Danu melempar batang rokok kelimanya ke sembarang lalu menginjaknya kasar. Sudah hampir dua jam ia hanya duduk di atas motor sembari memperhatikan rumah besarnya yang kini terasa sunyi dan sepi. Biasanya saat ia pulang, akan di sambut oleh jeritan Hana yang selalu  diganggu oleh Hafiz dan disusul  teriakan Rena yang sedang melerai mereka berdua. Namun kini semua tak ada lagi, kini ia hanya disambut suara jangkrik dan beberapa binatang malam.

“Pulang saja ke rumahmu, kami tak sudi menampungmu di sini,” ucap lelaki yang tak lain adalah ayahnya saat Danu mencoba pulang ke rumah orang tuanya.

“Tapi, Yah, di rumah sepi,” tolak Danu.

“Sepi malah bagus, biar kamu bisa berpikir jika perbuatanmu telah menghancurkan segalanya. Rena dan kedua anakmu telah menjadi korban perbuatan bejatmu yang tak bisa mengendalikan nafsu!”

“Maafin Danu, yah ...”

“Percuma saja minta maaf, semuanya sudah berakhir. Sebenarnya apa kurangnya Rena sampai kamu bermain-main dengan wanita lain, hah?”

Lelaki yang biasanya selalu bertutur kata lembut kini terlihat garang karena sangat geram pada anak lelakinya itu. Ia tak pernah membenarnya kelakuan anaknya yang seenaknya berhubungan dengan wanita lain sedangkan ia sendiri telah berkeluarga.

“Aku khilaf, Yah.” Danu meraih Pak Rudi namun dengan cepat ditepisnya.

“Alasanmu enggak bermutu, mulai sekarang silakan urus hidupmu sendiri. Kalopun mau menikah tak usah mengundang kami.” 

Danu mengacak rambutnya kasar sebelum berjalan pelan memasuki rumahnya. Ia tak menyangka jika tak hanya Rena yang menolak berdamai dengannya, orang tuanya pun kini terlihat sangat membencinya. 

Danu mengedarkan padangan ke segala sudut ruangan yang kini terasa dingin. Tak asa lagi mainan serta barang-barang yang berserakan milik anak-anaknya yang selalu membuatnya rumahnya terasa penuh.

 Pandangan matanya terpaku pada pintu bercat putih tempat favoritnya menghabiskan waktu bersama Rena. Meski sudah tak secantik dulu, tapi sikap hangat Rena selalu membuatnya nyaman. Tapi semua itu hanya tinggal kenangan karena mereka memutuskan pergi tanpa ia mampu mencegahnya. 

“Rena, kembalilah ..., aku butuh kamu,” gumam Danu.

Andai saja waktu bisa diputar kembali, Danu ingin kembali pada saat ia masih berpikiran lurus dan hanya memikirkan keluarganya dan tak ingin bermain api yang akhirnya bisa menghanguskan segalanya. Rumah tangga yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun membuatnya sedikit bosan karena hidupnya terasa begitu-begitu saja. Di tengah rasa jenuh yang melanda, ia seakan mendapat penyegaran saat Vani tiba-tiba hadir dan memberikan suasana baru yang berbeda dengan keadaan di rumahnya.

Berawal dari berbalas pesan biasa, ia mulai merasa nyaman saat Vani memberikan perhatian yang berbeda dengan yang diberikan Rena padanya. Sebagai lelaki normal yang mempunyai jiwa petualang akhirnya ia memutuskan menjalani hubungan dengan Vina sebagai peralihan suasana saat ia suntuk di rumah. Hubungan yang sengaja disembunyikan dan berbagai alasan yang Danu berikan pada Rena saat berniat menemui Vani tak menjadikan sensasi tersendiri hingga mereka berhubungan terlalu dalam yang akhirnya menjadi jalan terbongkarnya bangkai yang telah lama disembunyikan. 

[Mas, besok jadwal aku kontrol ke dokter. Kamu bisa menemani, kan?]

Danu melempar ponselnya setelah membaca pesan yang Vani kirimkan. Beberapa hari ini ia merasa wanita itu begitu mengganggunya dengan permintaan-permintaan yang membuatnya semakin pusing. Padahal dulu, pesan dari Vani adalah hal yang selalu ia tunggu. Belum lagi pesan yang selalu dikirimkan ibunya Vani yang memesan ini itu untuk persiapan pernikahan membuatnya ingin kabur saja dan pergi sejauh-jauhnya.

**

Rena sedang berjalan pelan bersama kedua sahabatnya sepulang dari kantor. Rumah yang Rena beli dan kos yang Shela dan Bela tempati memang berada tak jauh dari tempat kerja mereka, meski berada di beda kompleks  tapi mereka selalu bersama saat berangkat dan pulang kerja. Tak seperti biasanya, hari ini Rena tak terlalu tergesa untuk pulang karena kedua anaknya sedang berada di rumah kakak neneknya dan akan diantar malam nanti.

“Rena ...!” panggil seorang wanita yang tengah berdiri di sebelah gerobak penjual martabak yang sedang dilaluinya.

“Ta-Tante?” jawab Rena tergagap saat melihat seseorang yang sudah  lama tak ia temui.

“Baru pulang kerja? Kok jalan kaki?” tanyanya lagi.

“Iya, tante, rumahku dekat sini, kok.”

Shela dan Bela memutar bola matanya malas melihat wanita yang terlihat sengaja mencegat Rena. Mereka hafal betul jika wanita yang berpenampilan bak toko emas berjalan itu adalah Bu Septi-ibunya Vani. 

“Oh begitu. Ngomong-ngomong terima kasih loh udah mau ngalah buat Vani dan mengikhlaskan Danu buat dia. Jadi setelah menikah Vani enggak perlu berbagi sama kamu,” ucap Bu Septi manis.

“Sama-sama, tante. Semoga pernikahan mereka langgeng, ya, dan semoga Mas Danu enggak akan kepincut sama cewek lain,” jawab Rena santai.

Meski Bu Septi adalah bibi tirinya, tepatnya adik dari istri kedua ayahnya tapi hubungan mereka selama ini tak bisa dikatakan baik. Selalu ada hal-hal yang membuat mereka berseteru hingga Rena memilih tak peduli dengannya. Meski begitu bukan  berarti Rena menjauh, nyatanya sampai saat ini ia masih berhubungan baik dengan Hendra, anak sulungnya.

“Oh, iya besok kalo Vani nikah kamu bisa datang, kan? Ya itung-itung menghormati saudaralah. Ya walaupun hanya ijab kabul karena Vani maunya acaranya sederhana, biar terasa lebih terasa sakral katanya.”

“Ya iyalah sederhana, orang udah tek dung duluan,” gumam Bela pelan.

“Tante tenang aja, kami pasti akan datang kok. Ngomong-ngomong ada seragam bridesmaidnya enggak nih, tan? Kami kan teman dekatnya Vani,” potong Shela.

“Masalah itu infonya menyusul, ya. Lagian kalian pake baju apa aja juga cantik, kok. Enggak perlu pake seragam segala.” Bu Septi memaksakan senyumnya.

Shela mencebikkan bibir, ia tahu meskipun terlihat seperti wanita kaya dan berkelas tapi Bu Septi termasuk orang yang perhitungan dengan uang. Ia akan berpikir ribuan kali untuk mengeluarkan uang yang menurutnya tak penting. 

“Aku pasti akan datang kok, Tante. Di tunggu undangannya, ya! Aku pamit dulu.” Rena meraih tangan Bu Septi lalu menciumnya sekilas kemudian menyeret kedua temannya untuk segera pergi.

Ya, Rena memang berniat datang. Bukan karena rasa hormat pada saudara, tapi ia hanya ingin menunjukkan pada semua orang jika Vani menikah dengan lelaki yang tak lain adalah bekas suaminya. Dan ingin mendengar sendiri berapa banyak orang yang akan menghujat mereka di belakang. Memalukan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status