Amanda keluar dari kantin dan menghempaskan napasnya dengan lega setelah tadi dia hanya bernapas setengah-setengah. Dia meruntuki dirinya sendiri kenapa juga harus jadi grogi pada Wisnu. Tidak bisa dibiarkan, dia harus memformat ulang perasaannya. Lagipula yang semalam itu Wisnu membantunya karena merasa kasihan padanya, bukan karena hal lain. Kok dianya malah jadi baper begini?
Mungkin ini karmanya karena suka menganggap perempuan-perempuan yang ke-GR-an pada Wisnu itu konyol semua.
"Tidak Amanda, fokus untuk liontin itu. Lagian kamu cuma OG, gak selevel dengan dirinya," gumam Amanda sambil kembali ke pantry.
"Wow, hebat ya kamu. Anak baru tapi sudah bisa dekat sama Pak Purwa dan Pak Wisnu!" sindir seorang pegawai HRD yang berpapasan dengannya dengan tatapan sinis.
Amanda maunya tidak pedulikan ucapan itu, tapi hatinya tak terima dengan sikap mereka. Sementara beberapa rekan OG nya yang lain tampak menghindarinya dan berisik-bisik dibelakangnya.
"Udah biarin saja, gak perlu pikirin mereka. Lagipula wajar juga sih kalau misalnya--Ini misalnya lho ya, Pak Wisnu suka sama kamu. Kamu cantik sih." Lesti menyenggol lengan Amanda membuat pipi gadis itu merona.
"Apaan sih, Les! Lagian atas dasar apa kamu bilang Pak Wisnu suka sama aku? Ketemu saja gak pernah. Kamu mah sama kayak yang lain, tukang gossip," Amanda memukul lengan Lesti karena sudah menggodanya.
"Ssst, sebenarnya kemarin aku lihat kamu sama Pak Wisnu bersih bersih lantai bareng" Lesti berbisik.
"Apa?!" Amanda terkejut bagaimana bisa Lesti tahu itu, dan jika dia kemarin masih di kantor mengapa juga tak membantunya? Benar benar ini orang minta di cubit.
"Tenang, hanya aku dan Dion kok yang tahu. Kemarin aku gak tega sama kamu jadi balik lagi ke kantor. Bu Dora bilang kamu masih ada repot di lantai atas. Pas aku dan Dion samperin, oh so sweet banget!" Lesti makin menjadi menggoda Amanda.
"Terus kamu tinggalin begitu saja? tega kamu!"
"Ya, gimana lagi? nanti kalau aku tiba-tiba datang Pak Wisnu pasti tidak nyaman karena ada yang tahu dia bersihin lantai. Dan yang pasti kalian tampak serasi, jadi aku kasih kesempatan saja untuk kalian lebih dekat"
"Huss, jangan asal bicara! Aku gak enak kalau ada yang dengar. Lagian Pak Wisnu lakuin itu mungkin karena kasihan, udah malam juga kan?"
Pembicaraan berakhir karena terdengar suara Adoria berteriak pada mereka yang bekerja sambil ngrumpi.
"File yang difotokopi sudah disusun belum? Itu sudah diminta Mbak Sella."
"Iya Bu, akan saya antar!" tukas Amanda merapikan kertas kertas itu dan keluar untuk menyerahkannya.
"Kamu anak baru, sini!" Sella berteriak pada Amanda.
Amanda heran apakah dikantor ini kebanyakan orang berteriak-teriak pada rekannya. Kenapa juga pakai marah-marah seperti masa orientasi mahasiswa saja. Dia menghela napas panjang untuk mengumpulkan kesabarannya agar tidak protes dan malah berbuntut panjang.
"Ya Mbak?"
"Jangan sok centil ya kamu, ingat kalau mau dekat dengan Pak Wisnu harus melalui persetujuan Bu Bella. Semua orang di kantor tahu hal itu. Dan kamu jangan mentang-mentang cantik trus tebar pesona gitu pada Pak Wisnu dan Pak Purwa. Jadi OG saja bangga kamu!"
"Oh, enggak kok Mbak. Saya mana mungkin seperti itu" Amanda melandai.
"Jangan munafik ya, semua orang lihat kamu genit di kantin sama Pak Purwa dan Pak Wisnu. Kalau saja Bu Bella tahu, bisa dijambak rambut kamu sampai botak." Ancam Sella dan merebut fotocopi yang dipegang Amanda kemudian berlalu.
Sebenarnya hati Amanda sedih mendengar ucapan pedas itu, tapi dia tidak mau ambil pusing. Masih ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Yang penting adalah, dia bukan wanita yang seperti itu.
“Yang sabar ya, kamu pasti bisa melewati semua ini. semangat!” Gumamnya sendiri di depan cermin toilet.
***
Hari itu Wisnu datang lebih awal. Schedul kegiatannya sedang padat-padatnya. Baru saja dia menutup telponnya dan hendak berangkat menemui kliennya. Seseorang mengetuk pintu.
Amanda masuk membawakan beberapa dokumen ke ruangan. Entah ada apa dengan tatapan itu, entah ada apa dengan senyum itu, tiba-tiba Wisnu begitu saja melupakan bahwa dirinya sedang terburu-buru. Dia ingin sedikit mengulur waktu setidaknya untuk menikmati wajah cantik itu.
"Selamat pagi Pak! ini dokumen yang Bu Leny suruh bawakan ke ruangan Bapak," ujar Amanda.
Wisnu menerimanya dan mengambilnya langsung dari tangan Amanda. Tangan itu tak sengaja saling bersentuhan membuat Amanda mengedip-kedipkan matanya dan menunduk. Sementara Wisnu seolah cuek tapi sebenarnya dia melirik wajah Amanda yang sepertinya malu itu.
"Saya permisi dulu," ujar Amanda dan hendak berlalu pergi.
'Eh, kenapa dia langsung pergi?' Wisnu bingung harus mencari alasan apa agar Amanda tetap di ruangannya barang beberapa saat lagi. Dia tidak rela gadis itu berlalu dengan cepat. Dia harus bertanggung jawab dulu karena sudah membuatnya sepanjang hari memikirkannya dan mengganggu tidurnya.
"Dokumennya kenapa tidak diurutkan?" tukas Wisnu melihat dokumen sekilas dan meletakan lagi di meja, sementara dia meribetkan diri dengan ponselnya agar terlihat sedang sibuk. Sebenarnya dia memang sibuk, sih.
"Maaf pak, dari Bu Leny tadi sudah seperti itu," ujar Amanda bingung. Dia hanya kebagian mengkopi saja dan mengantarnya.
"Tolong urutkan ya, berdasar tanggal pembuatannya." Wisnu meminta lagi sembari menghubungi seseorang dan sibuk mengobrol. Gadis OG itu mana tahu mau diurutkan atau tidak, tentu tak ada bedanya. Batin Wisnu jahil.
Saat berbicara di telpon sesekali Wisnu mencuri pandang pada wajah cantik yang nampak menggemaskan saat harus serius memperhatikan kertas-kertas itu. Dia merasa kasihan juga bila harus mengusilinya sepagi ini.
"Ini ada beberapa yang tanggalnya sama, harus diurutkan yang mana dulu ya pak?" tanya Amanda polos seraya menyodorkan dokumen-dokumen itu.
"Ya sudah, biar aku urutkan sendiri," tukas Wisnu tersenyum menerima dokumen-dokumen itu dari Amanda.
Amanda sedikit salah tingkah saat mengetahui Wisnu menatapnya dan melempar senyum padanya. Sepagi ini sudah mendapat senyuman dari bosnya itu, hati Amanda jadi tidak karuan.
"Saya permisi dulu Pak," ujar Amanda menyembunyikan perasaannya dan cepat-cepat mau berlalu.
"Apa kau terburu-buru?" tanya Wisnu menghentikan langkah Amanda.
"Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" Amanda membalikan tubuhnya dan siap menerima komando dari Sang Bos.
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny