Share

BAB 5

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2023-10-26 20:49:08

Keduanya cepat menghampiri kami. Naya menunduk ditatap tajam mantan Ibu mertuanya. 

"Bagus. Suami baru meninggal sudah menikah lagi."

"Maafin Naya, Bu." 

"Jangan kasih maaf, Bu. Gampangnya pindah ke lain hati. Jangan-jangan mereka sudah selingkuh lebih dulu." 

"Jaga mulut kamu, ya!" Aku tidak suka ucapan adik Akbar. Itu fitnah. 

"Apa?!" Dia menantangku. "Puas kamu bikin Kak Akbar celaka terus ngambil istrinya?" 

Ingin kusumpal mulutnya sudah berkata-kata tidak sopan. Tanganku terkepal menahan geram. 

"Gak nyangka kalian bisa sekejam ini pada anakku." 

"Maafin Naya, Bu. Naya gak bisa menolak semua ini." Naya meraih tangan Ibu Akbar, menciuminya.

"Tidak sudi tanganku disentuh olehmu!" Dia mendorong Naya, aku bersigap menahannya dari belakang.

"Jangan kasar pada istriku!" 

"Istriku? Istri di dapet dari hasil maling," ejek gadis muda mantan ipar Naya.

"Perumpamaanmu sangat kotor. Naya sudah lepas masa iddah siapapun bisa menikahinya termasuk aku. Tidak ada salahnya semua itu." 

"Kamu teman Akbar, harusnya kamu bisa menjaga perasaannya." Aku tahu Ibu Akbar sangat kecewa. Tapi, dia tidak berhak melarangku. Aku sudah menyelamatkan kesulitan anaknya. 

"Jangan terus menghakimiku dan Naya jika anda sendiri berlepas tangan dengan urusan Akbar." 

"Apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura tidak tahu. Ingat, Akbar yang memiliki sejumlah hutang padaku. Usaha, rumah, mobil, semua miliknya tidak ada sekarang. Naya kesulitan sendiri menghadapi itu semua. Anda tidak peduli itu. Aku menikahi Naya melindunginya sekaligus membebaskannya dari jerat hutang. Hingga Akbar bisa bebas dan tenang di alam sana."

"Apapun, aku tetap tidak setuju kamu menikahi Naya." 

"Iya, dia sudah serakah, Bu." Anaknya menimpali. 

"Akbar berjuang untuknya, dia memang pantas menanggung hutang. Dan kamu teman Akbar paling buruk dan sombong." 

"Dasar egois!" Anak gadisnya tak kalah sinis. 

"Kalian yang egois." Tidak sudi aku terus dijelekkan. "Aku sudah membantu Akbar, kalian harusnya berterimakasih."

Adik Akbar meludah ke bawah dan mencebikkan bibir. Tidak takutkah dia, ini di area pemakaman? 

"Puas kamu, perempuan mandul?" Ibu Akbar mencaci. 

"Naya tidak mandul. Aku pastikan akan segera memiliki keturunan darinya." Kugenggam erat tangan Naya. Istriku tak berdaya. Dia hanya diam meratapi semua peristiwa yang sudah dan yang sedang dilalui. 

"Silakan buktikan kalau bisa." Setelah menatapku tajam gantian dia memindai Naya, "Kamu tidak pantas datang menemui Akbar. Ikatanmu sudah putus dengannya. Adelia, ayo kita pergi dari sini."

"Iya, Bu." 

Keduanya pergi meninggalkan kami melangkah lebar-lebar. Kulirik Naya yang masih diam saja. "Kamu gak apa-apa, Nay?" 

Naya melepaskan tanganku dengan sekali hentakkan. Tanpa menjawab ia berjalan ke pusara Akbar. Berjongkok mengelusi papan nisannya. "Maafin aku, Mas ...." 

***

"Ada tamu, Tuan." Mbok Rum menyambut kedatanganku dan Naya saat tiba di depan rumah seraya memberi tahu. 

"Di mana dia?"

"Ada, nunggu di dalam." 

Aku memperhatikan sebuah mobil bukan punya milikku yang terparkir di halaman. Senyum kecil terbit di sudut bibir. Kemudian masuk ke dalam rumah sembari menggamit Naya meski Ia enggan. Membiarkan Mbok Rum sendiri di luar. 

 

"Lepasin." Naya sangat tidak betah tangannya aku sentuh. 

"Diam dulu. Kamu harus tersenyum dan bersikap ramah." 

"Memangnya kenapa?" 

 

"Hei, Bro!" Belum aku menjawab, seseorang memanggil. Dia menghampiri kami meninggalkan sofa yang didudukinya. 

"Elo, Fir, udah lama dimari?" Namanya Firman, rekan kerja di kantor.

"Lumayan." Firman melihat pada Naya. Dia menscan penampilanya. Aku tahu Naya sedikit risih karenanya. "Jadi, ini istri lo?" 

"Iya. Namanya Naya." Aku meliriknya, "Nay, ini Firman temenku." 

"Oh, iya." Naya mencoba tersenyum meski kutahu sedikit dipaksakan. 

Firman mengulurkan tangan, tapi Naya tidak menerima jabatan tangan itu. Dia malah mengatupkan tangannya sendiri di dada. Melihat itu Firman tertawa kecil seraya menarik tangannya kembali. "Sorry." 

Firman mendekat dan berbisik padaku. "Sepertinya lo trauma dan udah bosen sama cewek cantik yang seksi dan memilih cewek tertutup kaya gini." 

"Diam lo." Aku menekan ucapanku tidak suka yang dikatakannya. "Jangan buat gaduh di rumah gue." 

Firman menjauhkan diri seraya terkekeh. Menyebalkan. Dia datang hanya untuk tahu siapa perempuan yang kunikahi. Naya mengeryit, semoga istriku tidak mendengar bisikannya. 

"Mau apa lo kemari?" 

"Silaturahmi aja, gak boleh emang?" Dia bertanya tetapi arah matanya tertuju pada Naya. Meski samar aku dapat menangkap gurat senyum di bibirnya. Untungnya istriku melengos. Ah, Naya, itu salah satu yang kusuka darimu. 

"Gue denger dia janda, masih gres gak saat lo coba?" Firman mendekat lagi dan berbicara pelan sekali. 

"Naya, kamu boleh istirahat. Mungkin Firman ada perlu denganku." Naya mengangguk kemudian pergi. Aku tidak ingin dia mendengar omongan-omongan Firman. 

"Katakan tujuan lo ke sini. Jangan ngomong macam-macam." Aku belum berhubungan intim dengan Naya. Pertanyaannya tidak akan kujawab. 

"Tapi, masih muda. Masih seperti gadis." Firman bergumam seraya memperhatikan langkah Naya yang pelan di depan sana. 

"Cepet katakan." 

"Sabar, Bro. Malam masih lama, lo gak perlu cepet-cepet nyuruh gue pergi."

"Gue bukan nyuruh pergi." Kuhempaskan tubuh di sofa. 

Firman membalikkan tubuhnya menghadapku. "Gue ke sini cuma nganter seseorang." 

Hah? Aku lekas berdiri lagi. Melihat Naya tidak jadi pergi naik tangga, dia berhadapan dengan seorang perempuan tinggi berambut kemerah-merahkan.  

"Nesya." Aku mengenalinya. 

"Cewek itu kangen sama lo katanya. Doi marah pas gue kasih tau lo udah merit." 

Tidak kuhiraukan ucapan Firman aku melangkah menghampiri Naya. Nesya lebih dulu melihatku. 

"Hai, Sen, jadi ini perempuan yang kamu pilih?" 

Aku sejenak menaha napas. Naya melirikku dengan raut tak mengerti. 

"Kupikir lebih modis dari aku, ternyata nggak." Nesya melihat Naya dengan pandangan meremehkan. "Gara-gara kamu, Sendy ninggalin aku." 

"Nes, jangan bicara yang tidak-tidak." Kulirik Naya yang menghela napas. Dia melihatku sekilas. 

"Aku lebih cantik dari dia, tubuhku lebih bagus dan aku bukan janda. Kenapa kamu milih dia yang norak?" 

"Nesya!" Dia sedikit tersentak aku bernada tinggi menyebut namanya. Paling tidak suka terhadap orang yang suka menghina dan lisannya tidak dijaga. Ini salah satu alasan aku menjauhinya. 

"Selesaikan urusan kalian. Tapi, jangan berisik." Naya berucap dengan cuek. Setelahnya ia pergi menapaki anak-anak tangga. 

Nesya dan Firman terheran-heran melihat tingkahnya yang biasa saja. Aku terdiam menatap kepergiannya. Di satu sisi merasa senang Naya tidak marah-marah, di sisi lainnya merasa sakit, itu artinya ia tidak peduli. 

"Istri lo kalem." Ocehan Firman tidak kutanggapi. Aku meninggalkan keluar dua orang di sini. Tidak kuhiraukan panggilan Nesya yang berulang. 

"Sendy!" 

"Sebaiknya kalian pulang." Kataku tanpa berbasa-basi lagi pada Nesya dan Firman. 

"Kamu jahat Sen, ninggalin aku dan menikah dengan orang lain tanpa sepengetahuanku." Nesya mengeluhkan isi hatinya.

"Kita tidak ada hubungan apa-apa, Nes. Aku sudah bilang kita hanya teman, jangan berharap lebih." 

"Tapi aku tidak. Aku selalu menunggumu." 

Aku melirik Firman yang diam. "Fir, bawa Nesya pergi dari sini. Lo bisa hibur dia." 

Lelaki itu menarik tangan Nesya mengajaknya pulang. "Oke, kita pulang."

"Jahat kamu Sen." Walau enggan Nesya mengikuti masuk ke dalam mobil bersama Firman. Aku kembali dalam rumah. 

Naya tengah duduk di tepi tempat tidur. Aku menghampirinya yang membelakangiku. 

"Nesya hanya temanku Nay. Dia emang suka sama aku, tapi aku tidak. Aku sudah menyuruhnya pulang bersama Firman." 

Naya tidak menjawabku, bahkan dia terlihat tidak terusik sama sekali. Kepalanya menunduk. Aku semakin mendekatinya dan melihat jelas apa yang sedang ia lakukan. Jari-jarinya tengah mengusap lembut permukaan wajah dalam poto. Seketika hatiku rasanya terbakar dan langsung merebutnya. Tidak kupedulikan reaksi Naya yang terkejut. 

"Kalau suami bicara itu dengarkan dan jawab. Jangan mengalihkan pandangan pada orang lain." 

"Aku tidak peduli apa yang kamu katakan. Kembalikan poto suamiku!"

"Dia bukan suamimu lagi. Harus berapa kali aku menjelaskan itu, hah?!" Emosiku benar-benar tersulut. "Atau, kamu mau aku membakar poto ini?"

Naya menggeleng cepat. "Jangan! Kumohon jangan lakukan itu." Amarahku seketika luruh melihatnya kini bersimpuh di kaki dan terisak-isak. "Ijinkan aku untuk tetap menyimpannya ...."

Tubuhku ikut menyusut jongkok. Kuberikan lagi poto itu dan Naya mendengkapnya. Ia masih meratapi hal yang belum bisa dilupakan dan begitu nelangsa. Aku mengusap-usap kepalanya lembut. Aku tidak bisa membenci perempuan ini. Berikan aku kesabaran lebih untuk menghadapinya sampai ia benar-benar siap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 37

    Suaranya ...."Evelyn?" "Ya, sayang. Ini aku." Keterkejutanku berusaha dinetralkan. Bukankah ini yang ditunggu-tunggu? Dia akhirnya menghubungiku juga. Aku berdehem pelan, sebisa mungkin tenang. "Ada apa?" "Tumben gak marah atau ngelarang saat kutelfon?" Sengaja kutanya baik-baik. "Ada perlu apa, Eve?" Kuulangi lagi pertanyaan itu ketimbang menanggapi keheranannya."Cuma kangen." "Mau ketemu?" "Ap-appa?" Dia tergagap pelan seperti tak menyangka. "Kalau gak mau yaudah." "Mau dong!" Sudut bibirku tersenyum miring. Perempuan itu perlu sedikit dibaiki. Memang maunya bertemu.Kami memutuskan dinner privat room. Hanya aku berdua dengannya. Evelyn tampak sumringah. Dia makan dengan lahap. Sedikit aneh, bukankah perempuan hamil di trimester pertama tidak selera makan? Aku tidak mau mempedulikan itu, mencoba tersenyum sambil mengiris steak sapi dan memakannya perlahan. "Kamu kangen juga sama aku kan?" Evelyn meminum air di gelas ramping berkaki satu. Makanannya sudah tandas. Kemudi

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 36

    Aku dan mama mengintip dari balik pintu yang membuka sedikit, melihat Naya bersama seorang psikolog perempuan. Mereka duduk berhadapan. Entah mendapat pertanyaan apa, istriku menggeleng pelan sambil menunduk dalam. "Sudah, biarkan saja." Mama mengajak pergi. Aku mengikutinya. "Semoga konsultasi sama psikolog itu bisa membantu." Aku pun berharap begitu. Kami duduk tidak jauh dari kamar Naya berada. Menanti Psikolog itu selesai. Ingin mengetahui bagaimana hasilnya. "Semalam kamu habis dari mana, pulang malam sekali?""Ada perlu." "Kamu jangan lama-lama meninggalkan istrimu.""Untuk kebaikan Naya kok." Aku tersenyum ingat wajah takut Firman. Tidak mungkin aku senekat itu untuk melukai. Ternyata baru digertak begitu saja dia sudah kalah. "Gue belum kawin. Lo jangan apa-apain otong guee." Dia terus merengek saat aku tidak lantas menjauh dari bawahnya. "Gue bilang gue bakal ngaku!" Ingin menyemburkan tawa, tapi kutahan. Tetap memasang wajah serius, guna bisa mendapatkan info dariny

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 35

    "Ya ampun, Tuan. Wajah Tuan kenapa?" Mbok Rum tampak panik saat membukakan pintu rumah."Awas, Mbok." Tidak menjawabnya langsung menerobos masuk membawa Naya digendongan tanganku."Ya ampun, Non Naya." Dia mengikut di belakang. Tangis Gathan terdengar, seakan ingin menyambut kedatangan mamanya. Tangis bahagia atau sedih, entah. Mungkin dua-duanya. "Urusi Gathan.""Ya, Tuan." Langkah Simbok yang ingin memasuki kamar bersamaku berputar arah. Di tempat tidur kubaringkan Naya langsung menyelimutinya. Meraba keningnya yang hangat. Dia demam. "Nay?" Dia tidak terusik. Apa aku harus hubungi dokter? Terdiam sejenak mempertimbangkan. Baiknya dikompres saja dulu mengingat waktu yang tidak memungkinkan. Aku keluar lagi untuk menyiapkan kompresan. Gathan sudah tidak rewel di tangan Simbok. Kembali ke kamar membawa wadah berisi air dan handuk kecil. Kain itu kuperas menempelkannya di kening Naya. Dia harus makan dan minum obat saat sudah bangun. Aku terdiam sesudahnya. Sudut bibirku perih.

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 34

    Evelyn. Pasti dari dia. Mencoba menghubungi tapi nomornya sudah tidak aktif. Jika tahu akan ada pesan masuk darinya, tidak akan diberikan pada Naya. Akan kuperiksa lebih dulu. Ceroboh lagi. "Astaghfirullah, ya Allah ...." Naya luruh di lantai. Memegangi dada tersedu-sedu. "Sakit sekali."Aku harus bagaimana? "Nay?" Terpaksa mendekati dia lagi. "Aku bersumpah itu bukan anakku." "Tapi kamu sudah berzina dengannya."Kupeluk dirinya. Dia terus tersedu-sedu. Wajahnya kuangkat menyeka linangan air mata wujud sakit hati yang kembali menggelora. Mata indah itu terpejam tapi terus mengeluarkan cairan. "Akan aku buktikan semuanya." Membenamkan wajah itu kembali di dada. Menangislah sepuas hatimu. Mau memukulku juga tidak apa. Aku siap. Pantas menerima itu. Entah lelah atau terlalu larut dalam kesedihan Naya diam saja. Masih dalam keadaan terisak aku menggendongnya memindahkan di tempat tidur. Bantal yang berserak kuambil meletakkan di bawah kepalanya. Juga menutupi dengan selimut. Dia me

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 33

    "Aku gak ngapa-ngapain kamu.""Pergi!""Tenang, Naya."Dia terus menggeleng-geleng sambil mempertahankan selimut menutupi dadanya. "Pergi, kamu." Dia melempar bantal. Dada yang tertutup melorot lagi. Aku memungut benda itu di lantai setelah mengenaiku. Meletakkan kembali di kasur. Naya beranjak turun membawa selimut. "Kamu mau ke mana, jangan pergi, Nay!" "Enggaa!" Dia berjalan tergesa menuju pintu. Aku mengejar. Dia keburu sudah membukanya. Tertegun saat didapatinya mama berdiri di depan."Ada apa?" Mama bertanya panik. Naya terisak. "Kenapa Naya?""Dia mau memperkosaku ...." Tangannya menunjuk ke belakang. Ke arahku. Mama seketika melotot padaku. Aku menggeleng tersudut. Istriku menyusut duduk di lantai. Selimutnya sedikit melorot menampakan separuh dada. Mama melihat itu. "Sendy." Mama bergumam geram. "Sudah mama peringatkan kenapa begitu lagi?!" "Salah paham, Ma.""Salah paham apa? Pasti kamu yang sudah buka bajunya, iya?!" "Engga, Ma." "Tidak ada gunanya menyangkal."

  • MENJADI SUAMI PENGGANTI   BAB 32

    "Tolong ke sini, Ma.""Naya sudah sadar?""Mama cepat ke sini.""Iya, iya, mama akan segera ke sana. Lagi kasih Gathan susu ini.""Kasih ke Mbok Rum.""Iyaa."Telepon bersama mama kumatikan. Mengusap wajah gusar sesudahnya. Naya bersama perawat sedang ditenangkan di dalam. Dia menjerit dan marah-marah. Sama sekali tidak mau kudekati. "Enggaa. Bajingan. Biadab. Pergi kamuu!" Dia mengusirku saat mengajaknya ke luar dari kamar mandi. Melemparkan apa yang ada di dekatnya. Aku terpaksa membiarkannya dulu. Memanggil perawat melalui interkom yang ada. Tidak lama perawat perempuan datang menghampiri Naya membujuknya. Sedangkan aku diperintahkan ke luar dulu. Aku hanya diam di luar tidak berani masuk juga tidak ingin pergi. "Kenapa, Sen?" "Ma." Aku lekas berdiri setelah menunggunya cukup lama. "Naya sudah sadar?""Iya, sudah lumayan lama.""Kok baru kasih tau mama.""Maaf." "Kok kamu gak menemani, kenapa dibiarkan sendiri?""Naya gak mau kutemani. Dia marah tau apa yang kulakukan padany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status