MENJADI SUAMI PENGGANTI

MENJADI SUAMI PENGGANTI

By:  Tika Pena  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
37Chapters
1.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Aku tidak sengaja membuat teman kecelakaan di hari saat memanggil interviuw kerja. Akbar yang dalam perjalanan menuju kantor meninggal. Naya, istrinya begitu terpukul. Kepergian Akbar menyisakan hutang tidak sedikit, kendaraan dan rumahnya pun di sita. Dia juga memiliki sejumlah hutang yang tidak sedikit padaku. Aku putuskan menjadi suami pengganti dan membebaskan Naya dari hutang itu. Bukan semata-mata karna kasihan. Melainkan karna rasa yang sejak lama ada. Tidak peduli ke depan akan serumit apa dengannya yang belum membuka hati. ***

View More
MENJADI SUAMI PENGGANTI Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Novi Sundari Manti
ikut berdebar ikuti cerita nya. semoga happy ending.. sehat selalu thor, setia menunggu lanjutan kisah ny.
2024-02-28 02:37:40
0
user avatar
Isabella
selalu keren dan gak bosan bosan bacanya ceritanya
2024-02-19 21:09:43
1
default avatar
senjaminah
ceritanya bagus thor, d lanjut atuh
2024-02-10 12:50:39
1
37 Chapters
BAB 1
Satu persatu anggota keluarga berpamitan pulang saat malam menjelang. Aku mengantar Mama dan adik-adik ke luar rumah. "Mama pulang dulu, ya." "Ya, Ma.""Aku juga, Kak. Selamat menikmati belah duren." Adik perempuan paling muda mengerling menggoda lalu melangkah cepat lebih dulu ke mobil. Aku tersenyum kecil sedikit tersipu mendengarnya. "Semoga pernikahan kamu yang sudah berlangsung bisa langgeng." Adik perempuan paling besar juga pamit."Yuk, Sayang, pulang. Kita takut ganggu kalau menginap di sini." Dia pergi menggandeng tangan suaminya."Seperti kata mereka, Mama juga takut mengganggu kenyamanan kalian kalau di sini.""Gak bakal kok, Ma.""Nanti mama ke sini lagi deh." Mama menyusul adik-adikku masuk dalam mobil. Mereka melambaikan tangan dari kaca jendela sebelum pergi dibawa sopir.Disusul satu mobil lain berisi masih kerabat mengikuti di belakangnya, mereka sama melambaikan tangan padaku. Aku membalas lambaian tangan semuanya. "Gue juga pamit." Sepupu laki-laki yang ikut ha
Read more
BAB 2
Kulirik kursi paling dekat, harusnya Naya duduk di situ menemaniku sarapan. Tetapi, pagi ini aku masih makan sendiri. Makan bersamaku saja kamu tidak mau, Nay?"Anu, Pak. Maaf." ART-ku mendekat. Aku meliriknya. "Non gak nyaut-nyaut saat saya panggil buat sarapan. Ditungguin gak keluar-keluar." "Yasudah." Pandanganku kembali pada piring makanan yang belum habis. Seleraku hilang jadinya. Sendok yang kupegang diletakkan. Wanita paruh baya itu membungkuk pergi setelah menjelaskan. Air mineral di gelas kuteguk habis. Dasi pada kerah kubetulkan sebentar lalu meninggalkan tempat duduk. Menapaki anak tangga menuju tempat istriku masih sembunyi.Pintu kamar dibuka. Naya tampak duduk bersandar pada besi ranjang. Kakinya ditekuk. "Kamu tidak mau sarapan denganku?" Tidak ada jawaban dan tidak ada pergerakan sama sekali meski hanya lirikan mata. Wanita itu membisu dengan tatapan kosong.Apa semalam aku keterlaluan dan menyakitinya? Aku membawa paksa ke kasur hanya menyuruhnya istirahat tidur.
Read more
BAB 3
"Iya. Menjadi istriku. Dengan begitu kamu tidak usah repot-repot membayar hutang. Aku anggap lunas." Naya menggeleng. Kemudian menunduk. "Jangan asal bicara." "Aku serius. Ayo, kita menikah." "Tidak!" Wajah Naya terangkat kembali. "Mas Akbar belum lama meninggal, masa iddahku juga belum habis, beraninya kamu!" "Aku akan tunggu setelah masa itu selesai. Kita bisa melakukan pernikahan." "Satu tahun terakhir hidup Mas Akbar penuh kesulitan hingga akhir hayatnya dalam keadaan susah. Kamu teman dekatnya, tau semua itu. Sekarang kamu mau mengambil sosok berharga darinya yaitu aku. Di saat kematiannya masih baru. Tega kamu!" "Aku ingin membantu meringankan beban Akbar. Apa itu salah? Bersamaku kamu tidak akan kesulitan lagi." "Tolong pergi dari sini sekarang juga." Naya membelakangiku. Aku menarik napas panjang. "Pikirkan baik-baik tawaranku jika tidak mau hidupmu lebih sulit lagi." Kutinggalkan ia melangkah cepat. Memasuki mobilku dan membanting pintu cukup kencang saat menutupnya.
Read more
BAB 4
Beberapa minggu berlalu. Naya tidak memberi kabar sama sekali. Aku berpikir mungkin karena masa iddahnya belum habis jadi dia belum bisa memutuskan. Ketika aku meneleponnya, ternyata nomornya sudah tidak aktif. Dia memutuskan akses komunikasi dengan memblokir nomorku. Kudatangi lagi rumahnya tapi rumah tersebut sudah digembok pintunya. Pihak Bank sudah menyita dan Naya pergi. Aku terlambat, mengapa aku tak terpikirkan ini? Di mana perempuan itu sekarang? Tak rela dia menghilang.Hampir saja aku putus asa jika seseorang tidak memberitahu. Aku sudah bertanya-tanya dan mencarinya kemana-mana. Dengan berbekal informasi dari orang itu aku pergi ke tempat Naya berada.Mobil kuberhentikan di depan sebuah rumah berhalaman cukup luas. Baru saja hendak keluar, Naya muncul dari dalam rumah tersebut bersama dua orang laki-laki dan satu perempuan. Aku urung turun. Kaca mobil kubuka memperhatikan mereka. Ekspresi Naya datar, satu laki-laki paruh baya terus menatapnya seraya tersenyum. Pandangan m
Read more
BAB 5
Keduanya cepat menghampiri kami. Naya menunduk ditatap tajam mantan Ibu mertuanya. "Bagus. Suami baru meninggal sudah menikah lagi.""Maafin Naya, Bu." "Jangan kasih maaf, Bu. Gampangnya pindah ke lain hati. Jangan-jangan mereka sudah selingkuh lebih dulu." "Jaga mulut kamu, ya!" Aku tidak suka ucapan adik Akbar. Itu fitnah. "Apa?!" Dia menantangku. "Puas kamu bikin Kak Akbar celaka terus ngambil istrinya?" Ingin kusumpal mulutnya sudah berkata-kata tidak sopan. Tanganku terkepal menahan geram. "Gak nyangka kalian bisa sekejam ini pada anakku." "Maafin Naya, Bu. Naya gak bisa menolak semua ini." Naya meraih tangan Ibu Akbar, menciuminya."Tidak sudi tanganku disentuh olehmu!" Dia mendorong Naya, aku bersigap menahannya dari belakang."Jangan kasar pada istriku!" "Istriku? Istri di dapet dari hasil maling," ejek gadis muda mantan ipar Naya."Perumpamaanmu sangat kotor. Naya sudah lepas masa iddah siapapun bisa menikahinya termasuk aku. Tidak ada salahnya semua itu." "Kamu tema
Read more
BAB 6
Suara bel rumah terdengar saat aku sedang di ruang makan bersama Naya. Kami sama-sama diam menerka siapa yang datang."Biar simbok yang bukain." ART-ku itu lekas pergi setelah beres menuangkan air mineral pada gelas. Naya menunda sendok pada piring kemudian meneguk minum. Kulihat makanannya sudah habis. Aku sendiri menikmati suapan terakhir. Kami sudah selesai. "Assalamualaikum!" Naya lekas berdiri mengetahui siapa yang datang dan menjawab salamnya. Ia menyalami Mamaku. "Apa kabar, Nay?" "Alhamdulillah, baik. Mama sendiri bagaimana?" Naya bertanya balik."Alhamdulillah baik sekali." Mama menjawabnya ramah. "Hallo, Kak." Mela—adikku—menyapa Kakak Iparnya. Mama datang bersamanya. "Hai, Mela." "Wah, lagi makan ganggu nih berarti." Mela berujar kembali."Sudah selesai, kok. Ayo, Ma, Mel." Naya membawa keduanya pergi ke ruangan lain. Betapa hangat perempuan itu pada keluargaku. Aku senang Naya bisa bersikap ramah dan sopan pada mereka meski kepadaku sendiri belum bisa sebaik itu.
Read more
BAB 7
"Aku minta maaf soal semalam."Naya yang sedang membereskan seprai tempat tidur menoleh. Hanya sebentar dia kembali pada aktivitasnya itu. Aku menghela napas seperti biasanya saat ucapanku tidak ditimpali. Memilih melanjutkan mengancingkan seluruh kemeja. Jika tingkahku semalam menyakitinya hingga membuatnya meneteskan air mata, aku juga sama sakitnya menahan hal yang seharusnya aku dapatkan itu. "Kamu mau kan menemaniku sarapan?" Kuhampiri ia yang baru selesai merapikan bantal-bantal. Ada banyak harapan dalam diri ini darinya, salah satunya mengiyakan ajakanku. Namun, harapan itu harus pupus saat melihatnya diam saja. "Nay?" Aku berdiri dekat di hadapannya. Naya tidak bereaksi. "Naya, keluar kamu!" Mendengar suara keras itu, dia baru terusik. Aku juga. Naya bergegas ke luar kamar. Aku ikuti dia, melihatnya berlari-lari kecil menuruni anak tangga hingga di bawah. Berhenti di depan dua orang. "Jangan berbuat keributan di rumah majikan saya, Bu." Dari atas aku melihat bagaimana Mbok
Read more
BAB 8
"Tutup matanya." "Apa si?"Tidak menjawab, aku melingkarkan pita menutupi indra penglihatan Naya. "Diem aja dulu. Aku mau nunjukin kamu sesuatu." Kuperintahkan Mbok Rum membuka pintu ruangan di depan kami dengan isyarat mata. Wanita itu menurut membukakan pintu seraya tersenyum. Perlahan aku membawa Naya masuk merengkuh pelan bahunya. "Puas kamu tadi jalan-jalannya sama Mbok Rum?" Untuk menghilangkan ketegangan di hatinya aku mengajak bicara. Sengaja Naya terlebih dulu di bawa oleh Mbok Rum sementara aku menyiapkan sesuatu di rumah sesuai rencana. "Iya, sangat menghibur kegiatan di luar tadi." Kini Naya sudah ada tidak jauh dari surprise yang akan di dapatkannya. Semoga dia senang aku memberikan semua ini. Aku pun membuka ikatan pita merah di kepalanya. "Sekarang buka mata kamu." Kulihat Naya membuka perlahan kedua matanya. Dia termangu melihat apa yang terpampang di sekitarnya. "Biar gak kesal diam di rumah. Semoga kamu suka." Yang kuberikan adalah satu set mesin jahit dan mesi
Read more
BAB 9
Kulirik jam di tangan kemudian melihat dua orang perempuan di depan sana. Naya yang sedang memilih barang dan Mbok Rum yang mendorong trolly di belakangnya. Sudah satu jam lebih kami berkeliling di pusat berbelanjaan ini. Aku hanya mengikuti sambil melihat-lihat barang-barang di etalase. Istriku itu tampak akrab dengan pembantu di rumah kami. Seperti anak dan Ibu saja. Bersamanya Naya bisa ceria. Mungkin karena sesama perempuan dan mereka bisa berbagi satu sama lainnya. Jika bersamaku belum bisa sreg, tidak apa dia begitu dulu bersama simboknya.Aku melihat alat pencukur di dekatku lalu mengambilnya. Membawa benda itu pada Naya. Memasukkan dalam trolly. "Aku butuh ini." "Mbok sudah selesai kita ke kasir." Perempuan itu mengajak Mbok Rum pergi ketimbang menimpaliku. Aku sudah terbiasa rasanya dan membiarkannya pergi. Naya masuk ke salah satu barisan kasir. Antrian tidak panjang hanya ada satu orang di depannya. "Itu Naya, Bu!" Terdengar seruan seseorang. Aku melihat ke sumber suara
Read more
BAB 10
Firman masuk ke ruangan dan duduk di hadapanku begitu saja. Tangannya dilipat di atas meja. Aku menatapnya sekilas."Mau apa lo? Sembarangan masuk gitu aja." "Jadi, lo beneran mutasi Nesya ke tempat lain?""Kenapa? Lo kangen ma dia?" Lelaki itu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Biasa aja.""Terus masalahnya apa?" "Cuma nanya aja kenapa sampe harus dipindah segala. Gue liat Nesya fine-fine aja di sini." "Dia buat masalah sama gue." Firman menegapkan duduknya. "Masalah? Oo ... Gue ngerti." Dia seperti menyadari sesuatu. "Nesya selalu ganggu gue." "Sekarang, lo udah bener-bener berubah ya." Firman bergumam seraya mengusap dagunya. Aku tersenyum sumir. Meninggalkan berkas di meja kemudian berjalan melempar pandangan ke luar gedung. "Gue pengen rumah tangga gue yang sekarang awet dan tentram. Gue cukup belajar dari kesalahan masa lalu." Bercampur getir aku mengatakan itu mengingat Naya yang masih membenciku. Tapi, itulah harapan terbesarku. "Wow, bijak." Firman menghampiri berdiri
Read more
DMCA.com Protection Status