Share

Sebuah Pengakuan

Seorang perempuan anggun dengan sisa-sisa kecantikan masa mudanya telah berdiri di belakangku. Setelah berputar mengikuti arah suaranya, kini aku telah berhadapan dengannya.

Seorang perempuan cantik dengan bibir tipis, berwajah tirus, dan mengenakan gamis coklat dengan tunik rajut di ujung gamis dan ujung lengan berdiri di samping ibu yang dipanggil Umi oleh Gus Nadzim.

"Maaf, Umi. Kenapa tidak menghubungiku dulu?" ujar Gus Nadzim. Ia bergerak maju dan mengambil tangan Uminya, lalu dibawa ke ujung mulutnya.

Sebagaimana adat ketimuran, aku pun mengulurkan tangan, lalu mencium tangan beliau. Karena bagaimana pun, aku telah berdiri di sana bersama putra beliau. Kusalami juga perempuan cantik itu.

"Gus Fatih apa tidak menghubungimu?"

Gus Nadzim mengambil ponsel dari saku jeansnya. Sedetik kemudian matanya telah sibuk menekuri layar ponselnya.

"Allah Karim. Maaf, Umi. Aku tadi sibuk sekal

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status