MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM

MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM

Oleh:  Mita el Rahma  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
16 Peringkat
28Bab
6.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Perjodohan seorang Gus selalu menjadi kisah klasik dalam percintaan di keluarga Pesantren. Perjodohan itulah yang memisahkan cinta antara Gus Nadzim dan Aricha. Gus Nadzim dan Aricha dipertemukan kembali oleh takdir setelah lima tahun terpisah, dalam kerjasama pengelolaan event pernikahan salah satu klien Wedding Organizer mereka. Pertemuan yang diliputi kesalahpahaman, intimidasi, dan cinta yang tetap membuncah ini mampu mengaduk-aduk rasa, menjungkirbalikkan logika, dan mengorek luka. Keindahan destinasi Karimunjawa yang menyimpan banyak kenangan justru menambah perih luka yang tertinggal di hati keduanya karena sama-sama menggenggam rasa itu dengan sangat kuat. Bagaimanakah kelanjutan kisah percintaan mereka setelah lima tahun terpisah, sementara ada Gus Yasser yang masuk dalam kehidupan Aricha?

Lihat lebih banyak
MENJEMPUT CINTA DI UJUNG GELAM Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mita el Rahma
Mampir di Gus Mantan, Kak ...
2023-08-31 20:40:46
0
user avatar
Biru
sanggupkah kita menyongsong mentari pagi seiring kicauan burung
2022-09-01 18:06:32
1
user avatar
Mita el Rahma
Assalamualaikum.. Hallo reader-reader kece. Author udah up satu cerita lagi di pf ini, yang tetap berlatar kehidupan pesantren dengan judul GUS MANTAN. Mampir ya. Ditanggung baper abis deh ......
2022-03-12 00:34:41
2
user avatar
Rendra Lima
lanjutannya usahain ceritanya yang ringan aja..klo bs konflik nya sedikit aja..klo terlalu banyak dan muter2 bakal bosen juga hehe...so far msh ringan lah...masih bisa dinikmati sambil minum soklat hangat di Indomaret..wkwkwkwkwk...
2021-11-14 07:16:34
1
user avatar
Jha Pelu
suka cerita nya
2021-11-13 20:08:41
1
user avatar
Yohana Sih Mintart
kok gk ada lanjutannya...???
2021-11-11 05:29:41
2
user avatar
afaya lana
karya yang keren abis. bahkan sampe menguras air mata. selalu ditunggu karya nya mbak. semangaaaaat.....!!!
2021-08-09 15:42:32
2
user avatar
Mita el Rahma
Semoga terhibur dan mendapatkan sesuatu yang terselip-selip dalam cerita setiap chapternya ... Jangan lupa tinggalkan jejak rate dan komen karena itu adalah vitamin buat author ... Tengkyu untuk semua reader kesayangan yang udah kasih support. Semoga Allah limpahkan kasih sayangNya pada kita ...
2021-08-09 07:42:07
2
user avatar
afaya lana
aku dah nulis banyak komentar di chapter tadi. agak bingung juga karena baru pertama pake app iki
2021-08-09 03:45:05
2
user avatar
afaya lana
buku yang menguras air mata
2021-08-09 03:42:06
2
user avatar
Wifiq Aizz
karya yang luar biasa...
2021-08-08 06:43:21
1
user avatar
Laila Hamidah
Kisah yang sangat indah, membawa kita dalam nuansa kasih berbalut agama yang kental namun tidak meninggalkan sisi romantis yang begitu sweet...selalu menanti lanjutan kisahnya sayangkuuu...
2021-08-07 20:23:51
1
user avatar
Wifiq Aizz
sabar menanti episode selanjutnya
2021-08-06 20:41:17
1
user avatar
Wifiq Aizz
sabar menanti cerita selanjutnya
2021-08-06 20:40:53
1
user avatar
Wifiq Aizz
sabar menanti episode selanjutnya...
2021-08-06 20:40:05
1
  • 1
  • 2
28 Bab
Disergap Kenangan
Kepalaku berdenyut hebat saat mendengar permintaan Bu Umma, “Konsep pernikahan outdor, di pinggir pantai.” Mendengar nama pulau itu saja sudah membuatku pusing, apalagi harus mempersiapkan pernikahan di sana. “Harus di Karimunjawa?” tanyaku menandaskan. Bu Umma mengangguk dengan ekspresi tak boleh ada penolakan. Aku memejamkan mata untuk beberapa saat, lalu menarik napas panjang untuk memenuhi kembali rongga-rongga paruku dengan udara yang kurasakan tiba-tiba menghampa. Aku mengangguk dengan senyum setengah paksa. Ya Allah. Kenapa harus Karimunjawa? ucap batinku nelangsa. *** Langkahku gontai menelusuri selasar pelabuhan menuju Kapal Express Bahari yang akan mengantar kami ke Pulau Karimunjawa. Aku menyodorkan tiket dan KTP dengan sedikit malas pada petugas yang berdiri di pintu masuk pelabuhan. Sementara kulihat binar kebahagiaan menguar dari wajah para partner kerjaku. Seluruh pojok dan sepanjang selasar pe
Baca selengkapnya
Merawat Kenangan
Perjalananku kali ini benar-benar tak menyenangkan. Tak ada semangat seperti biasanya ketika aku menangani event pernikahan. Biasanya aku paling antusias. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa membuat hari spesial itu sebagai momen istimewa. Kepayahan, lelah, dan segala keruwetannya dalam menghadirkan konsep-konsep pernikahan yang indigenous terbayar lunas dengan wajah-wajah bahagia kedua mempelai, keluarga, dan tamu. Perjalanan kami ke Pulau Kemujan lancar tanpa hambatan. Jalan beraspal yang masih bagus tanpa tambalan seperti jalan-jalan di kotaku, menunjukkan jika tak banyak mobil berat seperti truk dan tronton yang melintas di atasnya. Putaran roda mobil yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Hutan Mangrove berderet di kanan kiri sepanjang jalan Karimunjawa menuju Kemujan. Masih sama dengan lima tahun lalu. Aah, lagi-lagi sebuah kenangan menyergapku. "Sebentar lagi kita sampai resort," kata Rofiq saat mobil kami melewati Bandara Dewandaru. Tampak sebuah pesawat terbang
Baca selengkapnya
Remahan Mimpi
Suara azan subuh terdengar sangat dekat di kamarku. Mataku masih lengket, dan kepalaku terasa berat. Semalam tidurku tak nyenyak. Bayangan laki-laki yang duduk di gazebo bersama beberapa bule dan dua lelaki berblangkon cukup mengusikku. Kami baru saja memasuki resort  pukul sepuluh malam setelah ziarah ke makam Sayyid Abdullah bin Abdullatif dan Syaikh Amir Hasan Sunan Nyamplungan, saat tawa renyah dari gazebo paling ujung dekat bibir pantai mencuri perhatianku. Suara seraknya yang khas mengingatkanku pada seseorang. Pandangan mataku menubruk sebuah siluet. Bentuk dan gestur tubuh laki-laki yang tak kulihat jelas wajahnya karena jarak kami yang cukup jauh serta terhalang oleh gelapnya malam itu kembali mengingatkanku pada Gus Nadzim. Aku merutuki diri sendiri. Segala sesuatu yang kutemui selama di Karimunjawa selalu terhubung padanya. Sebait lirik lagu Judika tiba-tiba mengetuk alam bawah sadarku. Cinta kar
Baca selengkapnya
Memagut Bayangan
Aku membaca jadwal acaraku hari ini di whiteboard yang menggantung di samping pintu ruang kantor. Pagi sampai siang acara selapanan di pesantren, dilanjutkan pertemuan wali santri. Pukul tiga sore memberi materi Workshop Packaging produk UMKM kepada ibu-ibu di pulau Parang. Habis Maghrib rapat bersama EO persiapan resepsi pernikahan. Zaenal kuminta menjadwal ulang rapat dengan EO melalui LAN telepon. Menurut perkiraanku, habis magrib belum bisa sampai resort sebab jarak Pulau Parang cukup jauh. Perjalanan dari pulau Parang ke resort butuh waktu sekitar tiga setengah jam. Zaenal masuk ruanganku dan menyerahkan setumpuk berkas rencana resepsi pernikahan yang akan kami kerjakan bersama. "Aricha Event Planner and Organizer," kataku mengeja proposal kerjasama yang disodorkan Zaenal. "Ya gus. Itu nama EO yang
Baca selengkapnya
Memeluk Luka
Aku sudah bersiap di lobby resort. Lima menit kemudian kulihat Aricha keluar dari kamarnya. Suite Room yang ditempatinya kebetulan terletak di sebelah kanan lobby. Sehingga aku bisa melihatnya keluar kamar dari tempatku saat ini.Ia terlihat cantik dengan padu padan blouse yukensi neck warna putih berbahan satin, outer hijau tosca, dipadu palazzo pants abu-abu dengan pasmina sifon warna abu-abu. Pouch bag warna pink abu menggantung di pundak kirinya, serta kacamata hitam menempel di kepala.Sapuan tipis make up pada bagian mata, eye liner hitam memberi kesan lebih besar pada mata sipitnya, eye shadow coklat dan lipstik warna peach membuatnya tampak makin segar.Kuberikan senyum terbaikku dari tempatku berdiri. Ia membalas senyumanku. Hatiku sa
Baca selengkapnya
Kota Kelana
Kami hampir saja ketinggan kapal. Berlari sepanjang pelabuhan menuju kapal untuk mengejarnya. Tanpa kusadari Gus Nadzim menggandeng tanganku selama kami berlarian.Aku baru menyadarinya ketika masuk pintu kapal. Sejujurnya, ada hawa aneh yang menentramkan menjalari hati saat ia menggandengku. Namun aku sadar, dia bukan milikku. Maka kukendurkan pegangan tangannya. Ia meminta maaf.Saat kuletakkan pouch bagku di bawah televisi di ruang penumpang, kalung tasbihku menjuntai keluar dan sempat ia perhatikan. Cepat-cepat kumasukkan kembali kalung tasbih itu kedalam blouseku.Ia juga sempat memperhatikan gelang Kokka dan gelang cangkang kura-kura yang masih melingkar di lengan kiriku. Aku merutuki diri.Seorang pramusaji kapal menawarkan aneka snack dan minuman. Ia memesan dua kopi hitam. Kopi hitam manis untuknya dan satu kopi pahit untukku.Ia mulai mempertanyakan ke mana saja aku setelah insi
Baca selengkapnya
Remukan Rasa
Tatapan Gus Nadzim yang penuh selidik membuatku urung mengusap layar ponselku untuk menerima panggilan. "Diterima saja," kata Gus Nadzim. Aku menjadi tidak enak hati. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Halo Chacha," kata suara riang dari seberang. Hanya ada satu orang yang memanggilku Chacha, yaitu Yasser Syathibi. Suaranya tambah renyah begitu kusambut sapaannya. "Aku kangen Indonesia. Di sini sepi, tidak ada celotehmu. Tidak ada yang ngomel-ngomel kalau aku menunda salat. Tidak ada yang marah-marah kalau aku tidak ikut Jumatan. Tidak ada yang menyuruhku puasa aneh-aneh." Puasa aneh-aneh yang dimaksud itu puasa-puasa sunah selain puasa Senin dan Kamis. Aku tersenyum. "Aku akan segera balik ke Indonesia. Aku akan melamarmu, membawamu ke sini, dan beranak pinak supaya aku tidak kesepian lagi." Yasser masih mengoceh, namun aku sudah tidak konsen mendengarnya. Kulihat Gus&nbs
Baca selengkapnya
Pesona Pantai Bobbi
Aku terbangun saat mendengar suara klakson kapal, sebagai pertanda bahwa kapal sebentar lagi bersandar. Cukup lama aku tertidur, hampir satu jam. Aku sedikit menggerakkan badan, menghilangkan penat di badan karena duduk cukup lama. Aku tak begitu mempedulikan Gus Nadzim yang duduk di sebelahku. Hatiku masih terluka karena kata-katanya beberapa waktu lalu. Sekali lagi kutegaskan pada otak dan hatiku jika pria yang saat ini duduk di sebelahku hanyalah partner kerja. Setiap orang punya masa lalu, tapi ia harus tetap hidup menjalani hari-harinya. Masih harus tetap merajut mimpi dan harapan. Meskipun selama lima tahun ini aku tak mampu melakukan itu. Mulai hari ini aku bertekad harus bisa meninggalkan bayangannya sebagai masa laluku. Aku tak perlu lagi mengkhawatirkan kebahagiaannya, ataupun keadaannya. Aku bukan siapa-siapanya. Aku meninggalkan kursi penumpang lebih dulu. Keluar menuju tempat parkir pelabuhan. Alfan dan Zaenal sudah m
Baca selengkapnya
Dalam Sebuah Labirin
Rofiq dan Nisa sudah menunggu kedatangan kami di pintu resort. Sebuah kursi roda sudah dipersiapkan untukku. Aku memprotes Gus Nadzim melalui tatapan mataku. "Sudah tidak usah protes. Ini standar pelayanan resort kami. Kursi roda ini memang dipersiapkan untuk tamu-tamu berkebutuhan khusus." "Tapi aku tidak berkebutuhan khusus," protesku. "Biasanya, iya. Saat ini, kamu berkebutuhan khusus. Sudah jangan rewel!" katanya lembut namun tegas. Aku akhirnya mengalah. Duduk di kursi roda seperti orang tak berdaya. Sebenarnya ada kebahagiaan tersendiri karena Gus Nadzim yang mendorong kursi rodaku menuju ke kamar tempatku menginap. Zaenal, Arfan, Rofiq, dan Nisa berjalan mengikutinya dari belakang.  Sesampainya di depan pintu kamar, seorang pelayan resort menemui Gus Nadzim. Beberapa saat mereka berbisik. Sebentar kemudian pelayan itu kembali undur diri. "Nisa
Baca selengkapnya
Nyanyian Rindu
"Adiba," katanya sambil menjabat tanganku. "Aricha." Ning Adiba sedikit kaget mendengar aku menyebutkan namaku. "Ning Icha?" tanyanya. Aku mengangguk lesu. "Kok Ning Icha lebih cantik dari yang dulu Gus e ceritakan?" Kaget mendengar ucapan Ning Adiba, spontan aku mendongak ke arah Gus Nadzim, ia tersenyum sambil memainkan anak rambut Gus Fatih. "Kemarin waktu ketemu, aku juga kaget. Dulu, dia aktifis yang sering lupa mandi dan tidak pernah sempat pakai bedak," kata Gus Nadzim. Mereka berdua tersenyum. Merasa jadi olok-olokan mereka berdua, maka aku pun pamit undur diri. "Maaf, saya ke kamar dulu," pamitku. Adlina yang tidak memahami situasinya terlihat bingung. "Biar Adlina saja yang mengantarku," kataku saat Gus Nadzim bersiap mendorong kursi rodaku. "Nisa tidak perlu menemaniku. Adlina akan tidur di kamarku," lanjutku.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status