“Sepertinya begitu,” jawab Awan dengan nada suara yang masih ragu-ragu.
Awan tidak menyangka sama sekali, bahwa ia akan mengalami kejadian yang seperti ini. Awan mungkin pernah mendengar bahwa ada beberapa tempat yang memang memiliki fenomena kabut menyesatkan. Entah siapa pun yang berada di dalam lingkup kabutnya, mereka hanya akan dibuat berputar-putar di area itu-itu saja.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Rosie sudah mulai mengkhawatirkan banyak hal lagi.
“Ayo, coba kita melangkah lagi untuk memastikan!” ajak Awan.
Rosie pun mengangguk, menyetujui apa yang disarankan Awan. Mereka berdua berjalan dengan langkah agak cepat, membelah sunyinya malam di Hutan Terlarang. Bahkan saking sunyinya, yang terdengar hanya suara langkah kaki mereka berdua saja. Setelah beberapa menit berjalan.
BUK..
“Aduh, eh, ada apa ber
Dalam lingkup kabut yang tebal, cahaya itu mulai terlihat semakin jelas bentuknya. Sesekali angin pun bertiup menggoda tubuh mereka berdua dengan hawa dingin yang menusuk tulang, menambah debar jantung keduanya menyaksikan cahaya itu mendekat.KRETEK..Samar-samar terdengar suara ranting yang terinjak oleh sesuatu, dari arah yang sama dengan cahaya itu terlihat. Seiring berlalunya waktu, cahaya itu terlihat memancarkan warna kuning, dengan pergerakan yang tampaknya tidak stabil. Bergoyang-goyang tidak beraturan.“Wan, i.. itu.. bukan sepasang mata besar bukan?” tanya Rosie sambil mengeratkan pegangan tangannya pada jaket Awan.Awan hanya diam, karena ia sendiri pun tidak yakin apa itu. Ketika jarak mereka berdua dengan kedua cahaya hanya terbilang tujuh langkah saja, terlihat jelas sumbernya.“Hmmph…” Awan menghembuskan napas pelan.
Sosok yang tinggi besar dengan kalung tulang belulang itu terlihat berdiri menatap mereka berempat. Ekspresinya datar, namun sorot matanya memang tajam. Rambutnya panjang dan agak acak acakan. Pertama kali melihatnya tentu saja orang bisa terkejut dibuatnya.“Pak Jogoboyo!” sapa Cantigi sambil tersenyum kepada sosok itu.“Eh?” Rosie kaget sambil menelan ludah melihat ke arah Cantigi.“Ros, Wan, beliau Jogoboyo di pondokan ini. Pak, ini teman kami, Rosie dan Awan,” kata Jhagad memperkenalkan.Jogoboyo itu hanya mengangguk pelan dengan ekspresi yang tetap datar. Menatap satu per satu per satu ke arah Rosie dan Awan. Kemudian tersenyum tipis, tatkala melihat Awan.“Ehm. Mohon maaf Pak, apakah teman kami ini juga boleh menginap di sini malam ini?” tanya Jhagad dengan sopan.Sambil terus melangkah, Jogoboyo itu
Kali ini Awan tidak menimpali perkataan Jhagad. Karena Awan juga merasakan hal yang sama. Perasaan yang tidak bisa dijelaskan, ketakutan yang tidak diketahui pasti penyebabnya. Tapi itu ada, menghantui mereka sejak menginjakkan kaki di kawasan Hutan Terlarang.“Ayo! Ada banyak hal yang harus kita bagi bersama, tentang Jazlan dan Tegar. Cantigi dan Rosie mungkin juga akan khawatir kalau kita tidak kunjung kembali ke pondok!” ajak Jhagad kepada Awan.Awan tidak menjawab. Namun langsung melangkah mengikuti Jhagad yang sudah melangkah lebih dulu menuju pondok mereka. Tidak jauh, mungkin hanya beberapa ratus meter saja berjalan, mereka berdua pun sampai di depan pondoknya.“Wan, jangan beri tahu mereka tentang tempat ini dan Jogoboyo. Kau tidak ingin kondisi menjadi lebih merepotkan bukan?” bisik Jhagad kepada Awan sebelum memasuki pondok.Awan mengangguk. Tentu saja, Awan sebisa m
Tidak ada jawaban. Namun, bayangan samar sosok dalam kabut itu tiba tiba saja terlihat berhenti. Cantigi pun memberanikan diri melangkah mendekat. Tapi tiba tiba."Hah.. Hah... Hah.."Seseorang muncul, menarik tangannya dengan napas terengah engah sambil berkata, “Apa yang kau lakukan?”Cantigi pun menoleh, kemudian berkata, “Ish.. kau ternyata Gad, mengagetkan saja!”“Kau sebenarnya kenapa tiba tiba saja mengejar serigala?” tanya Jhagad kesal.“SSST…” ucap Cantigi sambil menunjuk ke arah di mana bayangan sebelumnya terlihat.Tapi sayang, bayangan itu pun sudah tidak terlihat lagi di sana. Benar benar musnah tanpa jejak, seperti serigala yang dikejar oleh Cantigi sebelumnya.“Kenapa?” tanya Jhagad tidak mengerti.“Tunggu! Tegar?” bukannya menjawab, Canti
Di dalam benteng tua, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang.HA..HA..HA.. HATJING…Jazlan tiba tiba saja bersin bersin. ‘Pasti ada yang sedang membicarakanku sekarang!’ gumam Jazlan dalam hati.“Kau tidak apa apa anak muda?” kata pendaki paruh baya kepada Jazlan.“Eh, iya tidak apa apa, Pak!” jawab Jazlan singkat.“Terima kasih, kau sudah baik sekali mau berbagi makanan dan minuman dengan kami, nak!” ucap pendaki paruh baya itu, penuh penghargaan kepada Jazlan.Jazlan pun jadi malu sendiri dibuatnya. Sambil tersenyum, ia menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal. Walaupun cuma sedikit, makanan dan minuman dari Jazlan sangat membantu para pendaki di dalam benteng tua itu. Sementara itu.“AAAAAAARGH!Terdengar suara teriakan dari arah lorong benteng tua. P
Saat berteriak, tiba tiba saja Jazlan teringat dengan ruang bawah tanah.‘Tunggu dulu, kalau tidak salah…” gumam Jazlan sambil menyentuhkan tangannya ke dinding lorong.Dan benar pintu ruang bawah tanah itu terbuka.KREEETSetelah derit lantai terdengar, Jazlan terjatuh, masuk ke dalam ruang bawah tanah sebelum Roman menerjang tubuhnya.BRUKNamun sayang, Roman pun ikut terjatuh ke dalam ruang bawah tanah itu. Dalam kegelapan Jazlan tidak terlalu jelas melihat. Hanya suara desisan saja yang terdengar.SSSSSSH….‘Astaga! Dia dekat sekali dengan posisiku’ gumam Jazlan sambil menutup mulut.Anehnya, dari jarak sedekat itu, Roman tidak menyerang Jazlan juga. Dari situlah Jazlan tahu, bahwa Roman mungkin tidak melihat atau merasakan kehadirannya. 
Setelah menutup pintu bawah tanah, mengunci Roman di dalamnya, Jazlan mulai berjalan, menuju tempat di mana para pendaki berkumpul. Suasana di dalam benteng tua malam itu sungguh sangat mencekam. Para pendaki berlarian.“Sial, di luar sana lebih terang, mahluk itu pasti leluasa menyerang!” ujar Jazlan setelah mengintip kondisi di ujung lorong.Tidak seperti di dalam lorong yang remang remang, di luar lorong cahaya cukup terang dengan api unggun kecil yang dibuat para pendaki untuk menghangatkan diri. Mahluk Haus Darah pun dengan mudah berlarian ke sana kemari menyergap siapa saja di dalam benteng.“LARIII!” teriakan para pendaki parau sambil berlarian mencoba menyelamatkan diri masing masing terdengar menggema di dalam benteng.‘Ayolah Lan, jangan menjadi pengecut!’ gumam Jazlan berusaha memantapkan diri untuk keluar dari lorong.Beberapa
Sayang teriakan Riki tidak membuat Jazlan sadar dari keterguncangan jiwanya karena membiarkan orang lain meninggal begitu saja di depan matanya. Sementara satu per satu tumpukan barang mulai terjatuh ke bawah.BUK.. BUK.. BUK..Riki pun tidak punya pilihan lain kecuali melempar headlamp miliknya hingga mengenai tubuh Jazlan. Akhirnya Jazlan pun menoleh ke atas.“Aduh! Sakit tahu!” keluh Jazlan kesal.“Cepat naik! Kau mau jatuh ke bawah dan jadi mangsa mahluk mahluk itu, hah?” ujar Riki tidak kalah kesal.“Eh, jatuh?” tanya Jazlan masih belum sepenuhnya sadar.“Cepat naik, jangan diam saja di situ!” teriak Riki sekali lagi.Nahaz, ketika Jazlan mulai menyadari keadaannya saat itu, tumpukan barang barang sudah mulai merosot ke bawah. Tubuh Jazlan pun ikut terseret ke bawah. Sedangkan di bawah