Diam layaknya sebuah benda tak bernyawa.Itulah hal yang masih terjadi pada Samudra hingga detik ini.Satu hal yang sudah biasa dia lakukan saat dirinya mendekam di dalam penjara dahulu.Duduk meringkuk di pojok ruangan sel tahanannya. Termenung. Diam. Menatap pada satu titik arah yang sama, selama berjam-jam.Dan itulah yang kini kembali Samudra lakukan di depan ruang rawat Airish sejak Sudirman pergi meninggalkannya tadi.Hingga sebuah suara lirih seseorang mengejutkannya.Perlahan, kepala Samudra yang sejak tadi tertunduk menatap lantai rumah sakit mendongak, mendapati wajah renta nan pucat seorang wanita yang terduduk di kursi roda, tepat di hadapannya."Sam... Sam anakku..." Sapa Talia mengulang ucapannya.Rasanya seperti mimpi ketika Sudirman baru saja memberitahunya bahwa kini Samudra ada di rumah sakit ini.Itulah sebabnya, Talia meminta Jingga, sang anak mengantarnya untuk menemui putra yang begitu dia rindukan."Ma..." Gumam Samudra lirih. Kelopak mata lelaki itu kembali ber
"Jika memang, Aisha benar wanita baik-baik, itu artinya, ada oknum tertentu yang sengaja menjelek-jelekkan nama Aisha di hadapan Adipati. Itulah sebabnya, Adipati jadi sangat membenci Aisha. Apa menurutmu, dugaanku ini benar, Sam?" Tanya Sudirman pada Samudra.Entah kenapa, keyakinan Sudirman mengenai kebenaran akan dugaannya tersebut terasa begitu kuat. Sudirman yakin ada sesuatu yang tidak beres tengah terjadi dengan sahabatnya itu, sejauh ini.Samudra menggeleng pelan. "Saya tidak pernah berpikir sampai ke situ, Om. Yang saya tahu, Papa tidak menyukai Aisha karena Aisha hanya wanita miskin. Itu saja," jawab Samudra apa adanya.Sudirman mengesah berat. Tak tahu lagi bagaimana caranya dia menjelaskan pada Samudra mengenai hal yang sebenarnya terjadi menimpa Aisha.Bahwa kematian Aisha, disebabkan karena ulah Ayah kandungnya sendiri.Rasa-rasanya, Sudirman tidak mungkin memberitahukan hal itu pada Samudra karena dia tak ingin membuat Samudra jadi lebih membenci Adipati. Itulah sebabny
Bau tanah basah terhirup penghidu. Bercampur dengan wewangian bunga warna-warni yang tersebar di atas gundukan tanah bernisan kayu tersebut.Sebuah nama tertulis di sana."Adipati Atlanta"Beliau telah berpulang ke rahmattullah setelah mengalami anfal hingga berakibat pada kegagalan jantung.Satu persatu pelayat yang mengantarnya ke peristirahatan terakhir telah beranjak pulang.Menyisakan beberapa orang saja yang merupakan keluarga inti."Ma, kita pulang sekarang? Mama kan harus kembali ke rumah sakit?" Ucap Jingga memecah keheningan di sana.Dan anggukan kepala Talia pun membuat Jingga akhirnya mengambil tindakan, memutar kursi roda Talia meninggalkan area pemakaman.Kepergian Talia dengan Jingga, disusul oleh Mutiara, juga Senja dan Alden.Dan kini, tinggallah Samudra, Sudirman dan Gara serta Abran, asisten pribadi Sudirman yang berdiri agak menjauh."Sepertinya, sebentar lagi hari akan hujan, Sam. Kita pulang sekarang. Ada sesuatu yang ingin Om bicarakan padamu bersama Airish di r
"Apa Aisha masih memiliki keluarga yang bisa ditemui, Gar?"Lamunan Gara tentang kisah kelam masa lalunya bersama sang ibu seketika buyar begitu mendengar Sudirman menyebut namanya. Perhatian Gara pun kembali teralihkan pada Sudirman saat itu.Gara tersenyum masam. Kepala lelaki itu menggeleng pelan. "Sayangnya tidak ada, Tuan. Ibu tiri Aisha sudah meninggal saat pertama kali saya mencoba untuk menemuinya beberapa tahun yang lalu," Beritahu Gara dengan nada putus asa. "Kedatangan saya waktu itu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kehidupan Aisha melalui ibu tirinya, ternyata sudah terlambat karena beliau sudah lebih dulu berpulang sebelum saya sempat menemuinya." Jelas Gara lagi."Dan itu artinya, tak ada seorang pun yang tahu bagaimana cara Adipati membunuh Aisha?" ucap Sudirman yang masih mencoba berpikir keras untuk menemukan titik terang pada kasus ini.Di sini, Sudirman hanya ingin tahu sebatas bagaimana kehidupan Aisha yang sesungguhnya sebelum wanita itu bertemu dengan Samud
"Assalamualaikum," Samudra mengetuk pintu ruangan rawat Airish dan melongokkan kepalanya ke dalam."Waalaikumsalam, masuk aja," jawab suara wanita dari dalam sana. Suara yang terdengar lemah.Samudra masuk ke dalam ruangan VVIP itu, di mana seorang wanita bernama Airish kini sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan selang infus yang terpasang di punggung tangan kirinya. Airish tersenyum tipis ke arah Samudra yang kini duduk di kursi lipat, di sebelah ranjangnya.Keadaan Airish sepertinya sudah jauh lebih baik ketimbang saat lusa kemarin Samudra menjenguknya. Bahkan dia sudah bisa bernapas tanpa harus memakai bantuan selang oksigen lagi, meski wajah Airish masih terlihat pucat dan lemah, namun hal itu tak sama sekali memudarkan kecantikan di wajah sang Dara.Dan jika ingatan Samudra kembali tertuju pada apa yang telah Airish alami tadi malam, hati Samudra kembali dihantui rasa bersalah. Pastinya, percobaan pembunuhan yang di alami oleh Airish semalam cukup mengerikan. Bahkan
"Jadi, apa yang sebenarnya mau kamu omongin sama aku? Kata Om Sudirman, kamu mau bicara sesuatu yang penting?" Tanya Samudra pada Airish."Oh, iya Sam. I-ini tentang Aisha..." Jawab Airish sedikit terbata.Mendengar nama Aisha disebut, seketika kepala Samudra pun kembali mendongak cepat menatap Airish.Kerutan di kening lelaki itu menjelas. "Aisha?" Katanya terdengar kaget.Airish mengangguk cepat, "Iya, Aisha. Mantan istri kamu.""Kamu kenal sama Aisha?" Tanya Samudra lagi."Nggak sih, cuma aku tau aja kalau nama mantan istri kamu itu Aisha.""Aisha itu istri aku, Rish. Bukan mantan istri!" Potong Samudra tegas.Mendengar kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Samudra, Airish pun semakin yakin bahwa sosok Aisha memang belum tergantikan oleh siapa pun di hati Samudra hingga detik ini."Iya, maaf kalau aku salah ngomong," balas Airish yang jadi takut.Samudra diam tanpa reaksi apa pun. Tatapannya lurus dan dingin. Terlihat kalau laki-laki itu seolah sedang menahan sesuatu di dalam d
Sesampainya di ruang rawat Airish, Sudirman yang tak mampu menahan kekesalannya terhadap Samudra lekas mengajak Samudra keluar untuk bicara.Tak perlu lagi bertanya siapa yang mulai membicarakan rencana pernikahan itu, Sudirman yakin pastinya itu adalah perbuatan Samudra."Apa yang sudah kamu katakan pada Airish, Sam? Kenapa Airish tiba-tiba membicarakan soal pernikahan?" Tanya Sudirman dengan tatapannya yang penuh dengan emosi."Saya tidak mengatakan apa-apa pada Airish, Om. Airish yang tiba-tiba saja mengajak saya menikah," Jawab Samudra masih dengan ekspresinya yang penuh dengan kebingungan. Sampai detik ini, Samudra memang belum menanggapi serius ucapan Airish, meski, sesungguhnya Samudra sendiri menginginkan hal itu.Entahlah, Samudra sendiri tak tahu mengapa dia merasa seantusias ini menyambut ajakan Airish yang konyol itu, semata-mata hanya demi mengetahui siapa sebenarnya pembunuh Aisha.Namun, yang jadi pertimbangan saat ini adalah, apakah semudah itu mempermainkan sebuah per
Waktu tengah malam sudah lewat.Airish sudah tertidur lelap sejak tadi sehabis meminum obat, namun berbeda dengan Sudirman yang masih asik menatap layar ponsel di tangannya.Maju mundur Sudirman ingin menghubungi Samudra.Satu sisi, dia merasa begitu berat untuk mewujudkan permintaan sang putri tercintanya, namun di sisi lain, Sudirman melihat adanya binar cerah kebahagiaan di balik sorot mata indah milik Airish saat sang putri menceritakan tentang sosok Samudra padanya.Sebagai seorang Ayah, Sudirman pun paham, bahwasanya Airish, memang sudah menyukai Samudra.Pada akhirnya, setelah cukup lama menimang-nimang dengan segala konsekuensi yang mungkin harus dia tanggung kelak, Sudirman pun memutuskan untuk menghubungi Samudra malam itu.Dan mengajaknya bertemu.Tak membutuhkan waktu lama, begitu Samudra di sana menyanggupi ajakannya, Sudirman pun langsung mendatangi Samudra ke daerah pasar ikan di Muara Baru."Airish bilang, kamu sudah pulang ke rumahmu, kenapa masih di sini?" tanya Sudi