Beranda / Rumah Tangga / Madu Pilihan Mertua / Bab 7. Cinta yang disia-siakan

Share

Bab 7. Cinta yang disia-siakan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-19 13:30:41

Tangis tanpa suara itu mengguncang seluruh jiwanya. Ia sudah terbiasa menahan air mata, tapi kali ini rasanya sesakit hidup yang dicabik-cabik dari dalam. Ia ingin berteriak, tapi tak ada suara yang keluar.

Ia ingin mengadu pada seseorang, tapi Maira rasa belum saatnya dia pulang dan mengadu pada keluarganya tentang dia yang disakiti sampai sejauh ini.

Menangis tanpa suara memang hal paling menyakitkan di dunia. Apalagi Maira tidak ada tempat untuk bercerita tanpa menimbulkan masalah.

Beberapa menit setelahnya, Maira menghapus air mata dengan punggung tangan. Ia melepas infusnya pelan, tubuhnya masih lemah tapi tekadnya lebih kuat. Ia harus tahu apa yang terjadi. Ia harus tahu sejauh mana kebohongan suaminya berjalan.

Dengan langkah tertatih, ia menyusul ke arah Revan dan Riri pergi. Setiap langkah menusuk perutnya, tapi ia tak peduli. Hatinya jauh lebih sakit daripada luka fisiknya.

Sementara itu, di ujung koridor, Revan menarik Riri ke dalam toilet dan tanpa menutup pintu. “Kamu gila ya, Tan? Ngapain kamu ngomong kayak gitu di depan Maira?” Revan gemetar menahan emosi.

Sumpah demi apapun Revan tidak akan rela kehilangan Maira gara-gara adanya Riri.

Riri pura-pura meringis, tangannya menempel di perut. “Aduh, Mas kasar banget. Aku bisa keguguran tau.”

“Berhenti acting!” Revan menggeram. “Aku udah cukup sabar sama kamu. Aku udah kasih kamu uang, mobil, rumah mewah. Kurang apa lagi, hah? Aku cuma minta kamu jaga sikap di depan Maira, tapi malah makin ngelunjak.”

Tatapan Riri berubah tajam. “Kamu pikir aku peliharaan, Mas? Aku bukan boneka yang bisa kamu atur sesukamu!” balas Riri lantang. “Lagian, apa lagi yang kamu harapkan dari Maira? Dia tuh nggak bisa ngasih kamu anak dan aku yang bisa.”

Revan terdiam beberapa detik, matanya menatap tajam Riri. Senyum miring muncul di wajahnya. “Kamu lupa posisi kamu, Tan. Kamu cuma wanita yang aku bayar buat ngelahirin anak aku. Maira itu istri aku satu-satunya yang aku cintai dari dulu. Dia yang nemenin aku dari masa sekolah, dari nol sampai sekarang aku sukses. Kamu cuma pelengkap rencana, bukan pengganti karena Maira segalanya buat aku. Dan jika bukan karena mama, mungkin aku akan lebih memilih Maira dibandingkan anak dalam perut kamu ini." Revan mengetuk pelan perut Maira.

Kata-kata itu menusuk ego Riri lebih dalam dari pisau. Matanya berkilat penuh amarah. “Anak ini nggak akan kamu kasih ke dia!” bentaknya sambil menepuk perutnya sendiri. “Aku yang bakal besarin anak ini, dan aku juga yang bakal rebut kamu dari Maira!”

Revan menggeleng, kakinya mundur selangkah. “Jangan harap. Anak ini milik aku dan Maira sesuai dengan kesepakatan kita di awal.”

Dan saat itulah, dari celah pintu yang sedikit terbuka, Riri melihat Maira berdiri di sana.

Riri tiba-tiba tersenyum licik. Ia melihat Maira dari pantulan cermin di dinding dan tahu bahwa wanita itu sedang berdiri di luar.

Dengan cepat, ia mengubah ekspresinya menjadi lembut dan menunduk. “Maaf, Mas,” bisiknya manja. “Aku salah. Aku cuma terbawa suasana.” Ia mendekat perlahan, jaraknya tinggal beberapa sentimeter dari Revan. “Aku janji nggak akan ganggu Maira lagi.”

Revan menghela napas berat, menatap Riri sekilas. “Udah, cukup.”

Namun sebelum ia sempat mundur, Riri sengaja menyentuh pipi Revan dengan ujung jarinya, lalu mencium pipinya dengan lembut. Tangannya bergerak turun ke dada Revan, pura-pura mencari pegangan, tapi jelas niatnya lain.

Revan terdiam, kaget dengan gerakan tiba-tiba itu.

Dan dari luar pintu, Maira melihat semuanya. Maira diam di sana menyaksikan suaminya dipegang wanita lain.

"Sudah berapa sering kamu melakukan itu, Mas?" gumam Maira dengan perasaan saling yang tak dapat di artikan.

Maira pikir, Revan adalah seseorang yang paling dalam mencintainya, tapi nyatanya Revan adalah seseorang yang paling dalam menyakitinya.

Seluruh tubuh Maira seakan kehilangan tenaga. Matanya memanas, napasnya sesak. Dunia berputar di sekelilingnya melihat sang suami dicumbu wanita lain.

Maira berbisik lirih, “Mungkin memang begini takdirku. Mungkin cinta yang aku perjuangkan cuma untuk disia-siakan.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 48. Memikirkan

    Meskipun dalam hatinya Maira sangat mengutuk wanita di hadapannya ini, tapi bibir Maira tetap tersenyum. Tidak akan Maira tunjukkan dengan lantang bahwa dia membenci Riri.“Untuk maaf mungkin nggak semudah itu, Riri. Tapi kalau kamu udah sadar ya itu bagus, aku harap nggak ada lagi korban berikutnya dari serakahnya kamu,” balas Maira sangat menohok hati Riri.Maira masih mempertahankan senyumnya. “Aku permisi, carilah kehidupan terbaik dan aku harap kamu terhindar dari rasa sakit yang aku rasakan karena ulah kamu.”Riri hanya bisa menelan ludah dengan kelu menatap punggung Maira perlahan menghilang.Sedangkan Revan, pria itu sangat kacau. Revan sampai jalan kaki dari pengadilan agama sampai ke rumahnya sambil melamun. Revan bahkan sampai melupakan mobilnya yang masih ditinggal di pengadilan agama.Pria itu sangat linglung dan ingin menolak kenyataan bahwa Maira sudah bukan lagi miliknya.Sesampainya di rumah, Revan

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 47. Permintaan maaf

    Di depan ruang sidang, beberapa orang sudah duduk menunggu. Namun pandangan Maira langsung tertarik pada satu sosok yang berdiri dekat pintu.Pria itu mengenakan kemeja putih dan jas hitam, tapi wajahnya terlihat jauh lebih kusut dibandingkan biasanya. Di sampingnya berdiri seorang pengacara, merapikan berkas-berkasnya sambil sesekali berbisik pada Revan, namun Revan tidak mendengarkan. Tatapannya terpaku pada Maira sejak detik ia muncul di lorong.Maira merasakan tatapan itu seolah ingin mengatakan sesuatu yang tak terucap. Tapi Maira memilih memalingkan mata. Ia sudah terlalu lelah untuk mencari makna dari sorot pria itu.Pintu ruang sidang akhirnya dibuka. Panitera mempersilakan kedua pihak masuk.Maira duduk di kursi sebelah kiri bersama pengacaranya, sementara Revan duduk di kanan bersama tim hukumnya. Suasana tegang, namun hening. Hanya suara kertas yang dibalik dan detak jam di dinding yang terdengar jelas.Majelis hakim memasuki r

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 46. Sidang pertama

    Hari ini adalah sidang pertama perceraian Maira dan Revan. Suasana di sekitar pengadilan agama sudah cukup ramai, namun di sebuah restoran kecil tak jauh dari gerbang utama, Maira duduk berdua dengan Zila ditemani segelas teh hangat yang sudah mulai kehilangan asapnya. Maira menatap jam. Masih ada satu jam sebelum sidang dimulai. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Perasaannya tegang, tapi hatinya sudah mantap dengan keputusan ini. Ia sudah mempersiapkan mental sejak lama untuk hari seperti ini. Namun sebelum Maira sempat menyesap tehnya, suara langkah tergesa-gesa datang dari arah pintu masuk restoran. “Maira!” Maira langsung menoleh. Wita dan Mario berdiri di sana dengan wajah kusut, jelas sekali mereka sudah menunggu momen untuk bisa menemui Maira sebelum sidang dimulai. Maira hanya merapikan duduknya, tidak kaget, tidak pula ramah melihat dua orang yang paling berperan dalam hancurnya rumah tangga

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 45. Bangga

    "Sangat berusaha," jawab Revan, "hanya kalian yang menutup mata dari perjuangan Maira sampai aku pun tersesat lewat jalan pilihan kalian." "Tapi tetap saja kan dia susah untuk punya anak." Wita masih tidak mau disalahkan. "Ma, jangan kayak orang yang nggak tau terimakasih gitu. Dulu Maira keguguran sampai susah hamil lagi juga gara-gara kebodohan aku sebagai suami, jadi stop nyalahin Maira," tegas Revan. Wita berdiri mematung di ruang tamu, menggenggam tas tangannya begitu erat hingga buku jarinya memutih. Mario hanya bisa menatap barang-barang mereka yang sudah menumpuk dekat pintu, koper, kardus, dan beberapa tas besar yang tadi mereka sendiri bantu kemas. Rumah yang biasanya terasa luas dan nyaman kini berubah jadi ruang penghakiman yang menyesakkan. “Revan, Mama mohon, pikirkan lagi,” kata Wita dengan suara Wita bergetar, bukan sekadar sedih, tetapi juga terpukul oleh kenyataan bahwa putranya benar-benar

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 44. Sangat berusaha

    “Ha-halo, Riri?” Suara Wita terdengar dari ponsel itu. “Kenapa kamu telepon jam segini? Kamu sama Revan, kan?” Begitu mendengar nama Revan, tangis Riri pecah lagi. “Ma,” Suara Riri parau dan sesenggukan. “Aku, aku keguguran, Ma.” Wita langsung terdiam. Lalu suara pecahan kaca terdengar dari arah sana, entah apa yang terjatuh. “A-apa yang kamu bilang? Riri, astaga Tuhan, Riri aa,” jerit Wita, napasnya tersendat-sendat. “Cucu Mama, cucu Mama lagi—” Tangis Wita pecah. “Ya Allah, pertama Maira, sekarang kamu, kenapa, jadi seperti ini?" Riri memejamkan mata, membiarkan tangis Wita melebur dengan isakannya sendiri. “Mas Revan pergi. Dia ninggalin aku, Ma. Dia bilang dia nggak mau sama aku lagi, Aku takut, Ma. Aku nggak punya siapa-siapa.” Wita menangis semakin keras. “Riri, kamu tidak sendirian. Kamu masih punya Mama, kamu datang ke rumah. Kamu tinggal sama Mama. Revan itu memang keras kepala, tapi dia pasti bali

  • Madu Pilihan Mertua    Bab 43. Keguguran

    Revan berlari di koridor rumah sakit dengan napas tak beraturan. Pak Hans mengabarkan kegawatannya, dan meski seluruh tubuh Revan masih diliputi amarah pada Riri, darah daging tetaplah darah daging. Begitu pintu ruang IGD terbuka, suster keluar sambil menunduk. “Maaf, Pak. Kami sudah berusaha. Janinnya tidak bisa diselamatkan.” Deg! Dunia seakan berhenti sesaat. Namun bukan kesedihan yang menyeruak yang ia rasakan, melainkan sebuah kepahitan yang menohok dada. Revan mengembuskan napas panjang, menunduk, tetapi bukan karena kehilangan. Melainkan karena menyadari satu hal, segalanya kini kembali ke titik nol. Dia kehilangan Maira dan calon anak mereka, dan sekarang anak yang selama ini ia harapkan dari Riri juga sudah tiada. Di dalam ruangan, Riri terbaring lemah, wajahnya sembab, rambut berantakan, tangannya meremas selimut erat-erat. Begitu melihat Revan masuk, Riri langsung

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status