Beranda / Romansa / Magang Di Pelukan CEO / Rumah Sakit Tante Zara

Share

Rumah Sakit Tante Zara

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-22 08:39:05

Rumah sakit milik tante Zara lebih terlihat seperti hotel bintang empat dengan fasilitas medis. Lobi mentereng. Interior calm. Pasien terlihat nyaman.

Tante Zara menyambut mereka dengan jas dokter dan senyum liciknya.

“Wah, observasi dadakan ya? Bagus, bagus. Biar si CEO-nya tahu realita bukan cuma dari presentasi PowerPoint!”

Shaquelle mencium pipi tantenya sekilas. “Tenang, Tan. Ini CEO paling serius hari ini.”

Aurelie membungkuk sopan. “Terima kasih sudah menerima kunjungan kami, Dokter Zara.”

“Aduh, Rel… jangan terlalu formal. Udah kayak calon mantu idaman.”

Shaquelle tersedak batuk-batuk kecil sedangkan Aurelie membeku.

“Maksudnya… calon SDM idaman. SDM berkualitas! Aduh lidah tante salah.” Tante Zara ngeles dengan ekspresi tak berdosa.

Mereka diajak keliling: ke bagian pendaftaran pasien, ruang dokter, sampai unit farmasi.

Aurelie mencatat. Fokus. Matanya tajam. Wajahnya serius. Tapi dari sisi pandang Shaquelle, itu semua justru sangat menggoda.

“Gila, cewek ini bahkan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
arcadians
Shaquell cocoknya jadi anak papi kana, kelakuan nyaa sama² bangsul hahaha setipe lah ama si ghaza wkwkw
goodnovel comment avatar
arcadians
Hahah shaquelle tuh cocoknya jadi anak om kana, kelakuan sama² bangsul. Setipee sama si ghaza jg wkwkw
goodnovel comment avatar
Ami Lee
shaquelle beda ya sama svarga sang kakak.. klo svarga mana akrab sama para om dan tante nya yg di indo klo shaquelle bisa akrab gtu ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Magang Di Pelukan CEO   Tragedi Di Taman

    Mereka melewati taman kota yang biasanya ramai, tapi Sabtu pagi membuatnya tenang. Ada beberapa pasangan muda berjalan santai, anak-anak kecil main sepeda roda tiga, dan beberapa orang tua duduk di bangku taman sambil baca koran atau sekadar menikmati udara segar.Shaquelle memperlambat mobilnya. Tangannya santai di setir, tapi matanya melirik ke arah taman.“Rel,” katanya, setengah serius, “kamu suka taman?”Aurelie menoleh sekilas. “Kalau taman kayak gini, suka. Enggak terlalu rame. Kenapa?”Shaquelle tersenyum kecil. “Mau turun? Jalan sebentar?”Aurelie mengerjap, ragu. Dia menoleh ke luar jendela. Taman itu memang terlihat… damai. Beda dari keramaian kantoran biasa.“Ayo lah,” desak Shaquelle. “Weekend. Jalan bentar. Hitung-hitung olahraga ringan sebelum makan siang.”Aurelie menimbang. Tapi akhirnya mengangguk pelan.“Oke. Tapi sebentar aja.”Shaquelle tersenyum lebar, langsung menepikan mobil ke area parkir kecil di sisi jalan.

  • Magang Di Pelukan CEO   Lebih Dari Cukup

    Sebuah kafe mungil di pojok Senopati, belum ramai.Halaman kecilnya ditumbuhi bunga lavender dan ada satu meja paling ujung—tersembunyi tapi cukup terbuka untuk mencuri angin pagi.Shaquelle sudah duduk di sana. Hoodie abu-abu. Rambut sedikit acak, tapi sengaja. Teh tarik dua gelas di atas meja—satu polos, satu pakai boba.Dia bolak-balik ngetuk-ngetuk meja pakai jari telunjuk. Lalu mengeluarkan ponsel, mengetik cepat di sana.Shaquelle: Aku udah di pojok, samping pohon beringin kecil. Pakai hoodie Abu-abu. Ganteng kayak biasa.Aurelie (seen).Shaquelle mendengus pelan, senyum geli sendiri.Lalu dari kejauhan…Langkah. Lembut. Netral.Aurelie muncul. Dengan celana jeans biru muda dan cardigan tipis. Wajahnya segar, tapi matanya curiga.Meski begitu, di mata Shaquelle, itu cukup membuat jantung berdegup daripada semua model yang pernah dia temui.Shaquelle berdiri cepat—nyaris tersandung kaki meja. “Hei!” sapanya, terlalu semangat. “Kamu datang!”Aurelie menyipitkan mat

  • Magang Di Pelukan CEO   Perencanaan Matang

    Jumat malam – 22.39 WIBLangit Jakarta sudah lengang. Tapi dua kepala di tempat berbeda, sama-sama penuh.*Di rumah AurelieLampu meja masih menyala. Tablet menyala. Wajah Aurelie terang setengah cahaya kuning, setengah cahaya biru layar.Dia duduk di kasur dengan kaki menyilang dan wajah frustrasi.“Ngapain sih aku jawab email kayak gitu?” gumamnya. Lalu membaca ulang balasannya.PS: Aku enggak minum teh tarik sore-sore, Pak. Tapi kalau Sabtu pagi, mungkin boleh.“Ya ampun. Mungkin boleh? Mungkin?! Boleh?!”Aurelie menepuk bantal, lalu menenggelamkan wajahnya ke sana.Mami Nadira yang melewati kamar Aurelie saat menuju kamarnya dan mendapati lampu kamar sang putri masih terang-benderang kemudian berteriak dari depan pintu, “Aureel, tidur! Nanti kulitmu jadi kusam, sayang!”“Iya Mi!” jawab Aurelie dengan wajah yang justru makin kusut sendiri.Dia bangkit dari kasur. Menghadap lemari.Buka pintu lemari, ambil satu sweater. Letakkan lagi. Ambil jaket denim. Tatap. Lalu hempa

  • Magang Di Pelukan CEO   Agenda Penting

    Satu jam setelah demo selesai, lantai 17 seperti baru pulang dari upacara kelulusan.Reza membuka jaket dan menyender di kursinya seperti baru lolos Ujian Nasional.Sedangkan Mira berdiri di dekat printer tampak mengobrol dengan senior IT dan senyumnya lebih lebar dari biasanya.Bahkan Rika, yang biasanya sibuk mengetik sambil nyumpah dalam hati, terlihat mengunyah permen sambil scroll IG.Tapi di tengah euforia itu, Aurelie malah merasa seperti magnet perhatian. Lagi.“Gila, kamu tadi tenang banget pas presentasi. Kayak robot,” ujar Reza mengajak ngobrol sambil mendekati meja Aurelie.“Masa?” jawab Aurelie, setengah bingung.“Bukan negatif. Justru itu. Kamu kayak AI yang nyatuin coding, desain, dan tatapan penuh tekanan,” lanjut Reza.Aurelie hanya tersenyum tipis. Tapi diam-diam, dia masih kepikiran satu momen;Shaquelle.Lorong.Dinding kaca.Bibirmu, bibirku. Ya Tuhan.“Rel,” panggil Mira, tiba-tiba muncul di samping meja.Aurelie langsung duduk lebih tegak. “Ya, Bu?

  • Magang Di Pelukan CEO   Menikmati

    Aurelie menatap cermin di kamarnya.Blazer abu-abu muda. Celana bahan. Kemeja biru pastel. Rambut dikuncir rapi. Wajah full no-makeup look tapi dengan lip tint sedikit lebih merah dari biasanya.“Bukan buat dia,” gumam Aurelie sambil menepuk pipi pelan, “buat profesionalisme. Buat presentasi. Bukan buat … dia.”“Aureeeel!” Suara mami menggelegar dari bawah sana.“Iya Miiii.” Aurel bergegas memasukan barang-barang ke dalam tasnya.“Sarapan dulu, cepetaaaan!” “Iya … bentar.” Aurel keluar dari kamar, berlari menuruni anak tangga.Di ruang makan, mami sedang menatap piring sarapan pagi dengan pakaian siap kerja tapi tentunya tanpa blazer putih kebanggaan beliau.“Sudah siap presentasi?” Sang mami bertanya penuh harap.“Siap Mi ….” Tapi wajah Aurel pucat.“Semangat ya hari ini, sayang. Jangan deg-degan. Jangan jatuh cinta sama bos ganteng juga.”Aurelie tersedak ayam Garang Asem buatan mami sampai mengeluarkan air mata lalu terbatuk-batu.“Pelan-pelan makannya sayang, semangat

  • Magang Di Pelukan CEO   Gagal Total

    Shaquelle melirik Aurelie.“Kamu haus?” tanya Shaquelle ketika mereka baru saja meninggalkan ruangan tante Zara.“Udah minum tadi, Pak.”“Oh. Mau duduk sebentar?”“Mau balik ke kantor aja.”“Oke. Tapi bareng aku, ya?”“Iya lah, ‘kan tadi kita pergi bareng, Pak.”“Oh iya ….” Shaquelle menyengir.“Tapi aku haus, Rel … ke kantin dulu lah, ‘kan aku janji beliin kamu teh Tarik.” Aurelie mengangguk tanpa menatap Shaquele, mengikuti langkah pria itu ke kantin.Kantin rumah sakit itu kecil, cozy, dan—anehnya—wangi vanilla. Interiornya bergaya Jepang-minimalis, lengkap dengan lampu gantung bundar dan kursi kayu yang lebih enak dipandang daripada diduduki.Shaquelle dan Aurelie duduk di meja pojok. Bukan karena romantis, tapi karena meja lainnya penuh sama suster dan dokter magang yang sibuk rebutan colokan charger.Shaquelle meletakkan dua cup teh tarik di atas meja.Teh tarik itu tidak biasa.Ada topping boba, cream cheese tipis di pinggir cup, dan sedotan pink bergambar kelinc

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status