Reva belum sepenuhnya berpikir jernih ketika Artan melangkah semakin dekat dan berdiri di depan pintu utama rumahnya. Saat menyadari akan tindakan Artan yang main nyelonong saja, Reva berlari dan berusaha menghalangi Artan.
"Kenapa?" tanya Artan tak suka karena Reva yang membentangkan kedua tangannya menghalangi Artan agar tak ikut masuk ke dalam rumahnya.
Reva menatap tajam Artan, namun yang di tatap sama sekali tak berpengaruh sedikitpun.
"Aku kan sudah mengusirmu, kenapa kau malah berjalan dan seakan ingin masuk ke dalam rumahku?!" ucap Reva ketus dan kini mendelikkan matanya pada Artan.
"Suka-suka ku dong." sahut Artan cuek dan kembali melangkah, dengan gampangnya Artan menyingkirkan tubuh Reva yang tadi menghalangi langkahnya.
Artan menatap gembok yang terpasang di pintu rumah Reva, berbalik badan ke arah Reva dengan tatapan memohon.
"Apa?!" tanya Reva yang sudah kelewat ketus pun tak bisa mencegah suaranya yang ketus.
"Buka pint
"Jadi karena itu nomormu gak bisa di hubungi?" tanya Artan."Apa? Kau menghubungiku? Kapan?" tanya balik Reva bingung.Kepala Artan menggangguk, "ya, hampir setiap hari aku menghubungimu."Jawaban Artan suskes dan nyaris bikin Reva syok, tak menyangka jika Artan mengubunginya hampir setiap hari.Pengakuan Artan barusan juga melemparkan pemikiran Reva seolah Artan merindukannya? Apakah mungkin?"Apa kau merindukanku, bos?" tanya Reva yang berhasil membungkam mulut Artan dan wajah memerah."Rindu?" kekeh Artan mengalihkan debaran jantungnya karena Reva berhasil menebak.Melihat Artan yang terkekeh geli dengan pertanyaannya membuat Reva malu setengah mati. Apa-apaan coba pertanyaannya itu? Memalukan!"Ah tidak, lupakan saja."Artan tertawa, "kenapa? Apa kau malu, hm?"Artan suka menggoda Reva apalagi seperti saat ini. "Atau jangan-jangan sebenarnya kau yang merindukanku?""T
"Ibu, ayah, bolehkah saya menginap di rumah ini?" tanya Artan meminta izin pada orang tua Reva untuk menginap di rumahnya."APA?!" Reva luar biasa kagetnya.Ini gila! batin Reva berteriak."Tidak!" ucap Reva menolak usulan permintaan Artan.Artan yang mendengar itu pun memasang raut wajah sedih, menatap sendu ke arah orang tua Reva.Reva yang melihat itu pun jadi kalut, takut-takut jika kedua orang tuanya setuju dengan usulan gila Artan. Sedangkan Deva yang ada disitu terlihat cuek saja, baginya yang mana saja keputusannya maka ia setuju. Karena Deva suka dengan sikap Artan yang enak dan asyik saat mengobrol, terlebih lagi Deva menghormati Artan sebagai bos dari kakaknya, makanya itu ia merasa yang paling muda maka ia hanya diam saja dan lebih memilih menonton televisi yang baru saja ia nyalakan dengan volume suara pelan."Ibu, ayah, pokoknya Reva gak setuju!" ucap Reva menegaskan sekali lagi jika ia menolak permintaan Artan."Baiklah
Artan merasakan bulu kuduknya meremang berdiri merinding, suasana tidur di dalam mobil seperti ini semakin terasa mencekam dan horor. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit, tetapi Artan masih belum bisa memejamkan matanya terlelap, setelah usai makan malam tadi Artan langsung berpamitan keluar.Memang tadi orang tua Reva mencoba membujuk Artan agar tak tidur di mobil, dan menyuruh Artan untuk tidur satu kamar dengan Deva. Deva dengan senang hati tentu saja setuju, tapi lagi-lagi Reva seakan tak ingin melewatkan penderitaan yang akan Artan lalui.Dengan kejamnya Reva menolak usulan ide kedua orang tuanya, Artan yang tak ingin terlihat lemah bagi mereka semua terutama Reva. Untuk itu Artan tetap pada pendiriannya, tidur di dalam mobil.Bunyi suara-suara burung hantu yang saling bersahutan membuat Artan semakin kalut. Artan ingin sekali keluar dan berlari masuk ke dalam rumah jika ia tak mengingat gengsinya.Dan sayangnya Artan t
Ketukan di kaca jendela mobil Artan semakin jelas terdengar dan kini begitu kuat ketukannya. Artan mengumpat kesal dalam hatinya, hantu apa yang begitu kuat tenaganya? Mungkin saja setannya ini habis makan makanya kuat.Artan mencoba memejamkan matanya saya mengabaikan suara ketukan pintu itu. Nanti setelah itu juga pasti tuh hantu merasa lelah. Namun sebaliknya, ketukan pintu itu tak berhenti dan semakin kencang dari sebelumnya, merasa lelah akhirnya Artan membuka matanya dan menoleh perlahan ke arah kaca jendela mobil.Artan sudah menyiapkan mentalnya untuk menjerit apabila yang ia lihat setan dengan wajah yang mengerikan. Sayangnya, ketika Artan menoleh ke arah jendela kaca mobilnya ia tak menemukan hantu berwajah seram, melainkan wajah cantik Reva yang kelihatan kelelahan mengetuk kaca kaca mobil Artan sedari tadi.Jeritan Artan tertahan di dalam hatinya, bukan jeritan ketakutan melainkan jeritan kebahagiaan. Dengan cepat Artan membuka pintu mobilnya u
Artan terus menyesap bibir mungil dan merah milik Reva yang berada dalam kuluman bibirnya saat ini. Bibir ini yang kerap kali mengeluarkan ucapan-ucapan pedas menggemaskan, sehingga kadang kerap kali Artan memimpikan bisa mencium kembali bibir itu.Entah setan apa yang merasuki Artan hingga nyaris nekat melakukan ini untuk yang kedua kalinya. Reva malam hari ini terlihat sangat menggiurkan baginya, suasana malam yang sunyi senyap pun semakin menambah kuat keinginan Artan.Artan bersorak gembira ketika Reva yang mulai terbuai dan kini membalas ciumannya yang tak kalah ganasnya dengan dia. Tak perduli pada sikap mereka sebelumnya, kini kedua orang itu tampak begitu mesra melakoni cumbuan mereka yang terasa panas dan memabukkan.Artan melepaskan bibir Reva yang otomatis membuat tautan bibir mereka juga terlepas saat di rasakannya pasokan oksigen mulai menipis. Reva dan Artan sama-sama ngos-ngosan dengan nafas yang tersengal-sengal sambil saling menatap.
Deva merasa menggigil kedinginan demi memantau mobil Artan yang menurutnya ada sang kakak di dalam sana. Deva ingin melihat sendiri secara langsung saat menciduk dua orang itu.Deva bahkan nekat bersembunyi di bawah pohon kedondong yang besar, jarak pohon dan mobil Artan tidaklah terlalu jauh. Namun bisa di pastikan jika dari mobil itu tak ada yang bisa menemukan Deva yang bersembunyi, semuanya sudah di rencanakan Deva semaksimal mungkin.Menghiraukan suara-suara horor seperti suara yang memanggil-manggil namanya, suara menjerit, menangis, bahkan tertawa. Deva sama sekali tak takut dengan itu semua, padahal sangat jelas kedua matanya melihat sosok-sosok putih yang terbang secepat kilat. Deva santai saja dan terus melanjutkan bermain games di ponselnya, jika memang makhluk-makhluk tak kasat mata itu berniat mengganggunya maka dengan senang hati akan Deva layani.Sayangnya sampai menjelang waktu subuh tak terjadi apa-apa, dan Deva sudah tak tahan lagi menahan kant
Artan masih betah mengekori Reva yang terus berjalan menuju kamar mandi, letak kamar mandi di rumah Reva berada paling ujung di belakang. Kamar mandi sederhana yang ukurannya sangat kecil, ukuran kamar mandi itu pun hanya cukup untuk dua orang dan itu pun sepertinya harus berhimpit-himpitan.Kamar mandi dan wc di rumah Reva terpisah, letak wc-nya sendiri pun berada persis di samping kamar mandi. Jangan tanyakan ukuran luas wc itu yang pasti sama besarnya dengan luas kamar mandi."Ini wc-nya bos, kalau bos mungkin kebelet buang air besar." kata Reva menunjukkan wc setelah menunjukkan letak kamar mandinya."Ah, iya," Artan mengangguk.Reva kembali melangkah ke kamar mandi dan langsung menimba air di dalam sumur untuk Artan. Artan yang berdiri di depan pintu kamar mandi yang terbuka hanya melihat Reva yang sedang menimba, melihat Reva kelelahan pun perlahan Artan melangkah mendekat setelah menutup pintu kamar mandi."Biar aku bantu," ucap Reva m
Artan panik saat pintu kamar Deva di ketuk berulang kali, ia yang memakai celana pendek seperti ini pun rasanya sangat malu untuk bertemu Reva dan keluarganya."Buka!" seruan suara seseorang dari luar yang Artan tahu jika itu suara milik Deva.Artan bisa bernafas lega dan melangkah untuk membuka pintu, Deva baru selesai mandi dan hanya berbalutkan handuk seperti Artan tadi."Kak Artan kok masih disini?" tanya Deva heran.Artan nyengir kemudian ia menunjuk dengan jarinya ke arah celana yang ia kenakan, Deva menyipitkan matanya dan langsung mengerti apa maksud Artan."Sebentar," kata Deva kemudian berjalan ke arah lemari pakaiannya."Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran kakak ku Reva yang memberikanmu celana pendekku. Memang sih ketika aku pakai celana itu tak sependek seperti itu, tapi ya kalau dilihat dari segi tinggi badan aku kalah darimu." ucap Deva entah itu sebuah omelan atau apalah Artan tak tahu, yang pasti Artan hanya mendengarkan