Share

Bab 7

Author: Azalea
last update Last Updated: 2025-04-25 17:07:37

“Nadira! Seret wanita ini keluar.”

Nadira datang tergopoh-gopoh dengan dua orang petugas keamanan, ia sudah antisipasi saat tadi diminta keluar ruangan.

“Mas, jangan kurang ajar kamu. Awas kamu, Mas. Aku tidak akan diam!” teriak Sitta saat diseret keluar dari ruangan itu.

Dalam hatinya Adeline bersorak. Ia memang baik, tapi kalau ada yang sudah berani melukainya maka jangan salahkan kalau mereka akan hancur termasuk Bram.

“Sayang, maafkan aku.”

Adeline mengulas senyum. “Mas, kamu akan benar-benar mengakhiri hubunganmu dengan dia ‘kan?”

Bram mengangguk pasti. “Iya, aku tidak akan lagi mengkhianatimu. Maafkan aku.”

“Buktikan kalau kamu memang menyesal. Tebus lima tahun ini saat kamu mengabaikan keberadaanku karena wanita itu.”

“Ya, aku akan lakukan apapun asal kamu memaafkanku.”

“Kamu melakukan ini juga pasti ada alasan ‘kan? Mungkin saja aku masih belum bisa menjadi istri yang baik untukmu.” Adeline merendah.

“Tidak. Kamu itu istri terbaik, aku saja yang tidak bersyukur.” Bram mengakui dirinya yang tak bersyukur karena memiliki istri yang nyaris sempurna seperti Adeline.

Bahkan dari wajah saja Sitta sudah kalah jauh, nilai plus seorang Sitta hanya mudah menggoda dan memuaskan laki-laki jadi itu yang membuat Bram betah meski lebih sering lelaki itu jengah karena sikap Sitta yang selalu bersikap seenaknya.

“Soal bulan madu kita ... kamu mau ‘kan?”

“Tentu saja.”

“Kita lupakan apa yang sudah terjadi. Aku berjanji akan menjadi suami yang baik.” Bram menggenggam erat tangan Adeline.

“Aku pegang janjimu, Mas.”

“Terima kasih, sayang.” Lelaki itu menarik Adelin ke dalam pelukannya.

Mudah sekali kamu bilang lupakan. Seumur hidup bahkan aku tidak akan melupakan apa yang sudah kamu lakukan padaku, Mas. Tunggu saja giliranmu.

Keduanya melanjutkan makan siang seolah tidak terjadi apa-apa. Bram merasa lega karena Adeline tidak murka seperti dalam bayangannya.

Mereka membicarakan soal jadwal bulan madu mereka.

Selesai makan siang, Adeline langsung pulang dan Bram melanjutkan pekerjaannya.

***

Adeline membuat karir Sitta sebagai model menjadi hancur, semua bukti perselingkuhan ia sebarkan di internet tapi sengaja Adeline tidak memperlihatkan kalau Sitta berselingkuh dengan Bram. Karena bukan giliran lelaki itu, ada waktunya sendiri nanti.

Tidak akan ada yang tahu kalau ia yang ada di balik berita viral yang mengguncang dunia hiburan itu.

Sitta yang terkenal sebagai sosok wanita idaman, dengan paras cantik dan hati baik langsung dihujat habis-habisan karena semua bukti sangat jelas bahkan foto-foto mereka pun disebar. Wajah Bram diburamkan, Adeline mendapatkannya tentu dengan meretas dari ponsel Sitta. Orangnya yang melakukan itu.

Memang salah memilih lawan. Sitta harus menanggung malu plus kehancuran karirnya yang sudah sepuluh tahun ia geluti.

[Sitta Amalia diduga menjadi selingkuhan seorang pengusaha kaya. Mirisnya ia sampai melarang lelaki berinisial B itu untuk menyentuh istrinya sendiri selama bertahun-tahun. Saat ini Sitta tidak bisa ditemui dan menolak dimintai keterangan.]

Kedua sudut bibir terangkat membentuk senyuman.

“Lawan mainmu salah, Sitta. Kau pikir aku akan diam saat harga diriku diinjak-injak begini.” Adeline melemparkan benda pipih itu ke atas ranjang lalu beranjak keluar kamar karena perutnya keroncongan.

“Nyonya butuh sesuatu?” Bik Atin menanyai sang nyonya yang tidak biasa ke dapur, padahal kalau butuh sesuatu akan memanggil.

“Aku lapar, Bik.” Adeline mengusap perutnya yang rata.

“Lapar?” Bik Atin mengernyit heran karena belum sampai dua jam Adeline makan, sekarang malah sudah lapar.

“Aku mau telur mata sapi.”

“Ya sudah. Nyonya tunggu ya, Bibik buatkan dulu.”

Adeline menggeleng cepat. “Tidak. Aku mau Dimas yang masak.”

“Hah?” Bik Atin sampai melongo.

Ada apa dengan Nyonya Adel, kenapa aneh sekali. Malah mau Dimas yang memasak.

“Dimas mana, Bik?”

“Tadi lagi di belakang bantu Mang Supri membersihkan rumput di taman.”

“Ya sudah, biar aku panggil. Bibik tolong belikan aku kerupuk ya.”

“Kerupuk apa, Nyonya?”

“Itu loh, yang warna putih, besarnya seperti piring. Aku mau itu.”

Adeline pernah melihatnya saat sedang menggulir layar ponselnya mencari menu makanan yang enak. Tak sengaja melihat orang yang makan hanya dengan telur mata sapi yang diberikan kecap dan juga kerupuk. Padahal sebelumnya Adeline paling anti bahkan dibilang tidak pernah makan kerupuk karena sangat menjaga pola makannya.

Meski terheran-heran karena semua yang diminta Adeline tidak seperti biasanya, Bik Atin tetap membelikannya. Ia harus keluar dari komplek karena biasanya ada di jual di warung-warung makan atau warung kelontong sederhana. Sedangkan mereka tinggal di perumahan elit, tidak ada warung satupun disana.

Kenapa Nyonya Adel semakin hari semakin aneh ya. Bik Atin geleng-geleng kepala.

Adeline menghampiri Dimas di taman belakang. Lelaki itu terlihat membantu Mang Supri mencabut rumput liar sambil mengobrol ringan.

“Dimas.” Adeline memanggil.

Tidak hanya Dimas, tapi Mang Supri ikut menoleh.

“Cepat sana, Dim. Biar Mamang selesaikan sendiri.”

Tanpa diminta dua kali, Dimas menghampiri Adeline.

“Mau pergi sekarang, Nyonya?”

“Siapa yang mau pergi? Aku mau makan.”

Kening Dimas berkerut dalam. “Makan? Nyonya mau dibelikan apa?”

Dimas berpikir kalau Bik Atin tidak ada di rumah makanya Adelin memanggilnya.

“Aku mau kamu yang masak,” ujar Adeline santai dan ketus.

Moodnya mudah sekali berubah, jadilah seperti ini.

Mata Dimas membulat sempurna. “Saya?”

“Iya, kamu. buatkan telur mata sapi ya. Pinggirannya harus kering tapi kuningnya setengah matang.”

Bukan tidak bisa masak, Dimas masih tidak percaya saat disuruh untuk masak.

“Kamu dengar ‘kan?”

“I-iya, Nyonya.”

Tergesa. Dimas melangkah ke dapur, mencuci tangannya lebih dulu sampai bersih.

Bibik kemana ya? Aku tidak tahu selera makanan Nyonya Adel seperti apa. Aku takut bertanya karena sepertinya sedang sensitif, wajahnya saja terlihat galak.

“Dimas, jangan lama ya. Aku sudah sangat lapar.”

Dimas terlonjak. “Iya, Nyonya.”

Adeline duduk di meja bar, ia memperhatikan Dimas yang sibuk untuk memasak. Mungkin jika ia memasak untuk istrinya maka tidak masalah tapi ini untuk majikannya, takut ada yang salah.

Tidak sampai lima menit, Dimas sudah berhasil memasak telur mata sapi, ia menyerahkannya pada Adeline yang tampak antusias.

“Loh, kenapa kuningnya tidak setengah matang?” Wanita itu merengut kesal. “Aku maunya setengah matang kuningnya tapi pinggirnya harus garing.”

Dimas memasak ulang, bahkan sampai tiga kali dan yang ketiga akhirnya berhasil karena ia memisahkan putih dan kuningnya, ia memasukan kuning telur terakhir setelah pinggiran putih telur berubah kecoklatan.

Bersamaan dengan itu, Bik Atin kembali membawa kerupuk yang diminta Adeline.

Tidak menunggu lama, Adeline langsung makan dengan lahap, ia bahkan sampai dua kali tambah padahal hanya makan dengan nasi, telur mata sapi dan kerupuk yang di atasnya ditambah kecap.

“Kemaun Nyonya Adel aneh-aneh belakangan ini, seperti orang ngidam saja.” Bik Atin bergumam sambil memperhatikan Adelin dari jauh.

Deg. Jantung Dimas seperti lompat dari tempatnya. Pikirannya langsung tertuju pada satu hal.

Ia menggeleng mencoba menepis semua itu.

Tidak mungkin. Lagi pula hanya satu kali. Tapi kalau benar bagaimana?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 37

    “Kok Mbak Adel belum datang ya?” Erina tampak gelisah.“Mungkin masih di jalan, Dek. Kalaupun tak datang bisa jadi ada urusan lain. Tak apa.”Sebelumnya Erina tidak pernah berpikir untuk meminta Adeline datang apalagi untuk acara penting menyangkut Mentari.Tapi kali ini hatinya berontak, Erina tidak bisa hanya diam. Ia tidak mau berlarut dalam keegoisannya, ia ingin Adeline datang menyaksikan kebahagiaan Mentari yang akan memulai hidup baru dengan Angkasa.“Lihat dulu Tari, Dek. Tidak usah dipikirkan.” Dimas mengelus pundak istrinya.Erina beranjak menuju kamar Mentari. Ia dan Dimas merasa tidak salah untuk memberi restu karena keluarga Angkasa menerima Mentari apa adanya, tidak seperti keluarga calon-calon Mentari sebelumnya yang selalu mempermasalahkan latar belakang.“Bu.” Mentari bisa melihat sang ibu dari pantulan cermin.Gadis yang mengenakan kebaya putih gading itu tampak menawan, riasan tipis namun sukses membuat wajahnya semakin bersinar, menampakan aura yang memikat siapa s

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 36

    “Aku tidak mau menyakitimu lebih dalam lagi dengan hubungan ini.”Batari meremas tangannya, ia menahan diri untuk tidak memotong penjelasan Angkasa.“Kamu berhak bahagia dan mendapatkan lelaki yang benar-benar mencintaimu.”Bibir gadis jelita itu bergetar. “Jadi ... selama ini ... kamu tidak mencintaiku?”Hatinya seperti tersayat sembilu. Bungkamnya Angkasa sudah bisa disebut jawaban. 7 tahun ini bersama Angkasa merupakan kebahagiaan bagi Batari namun menjadi penderitaan untuk Angkasa.“Maaf.”Tanpa bisa ditahan, buliran bening itu berjatuhan membasahi pipi Batari. Riasan yang membuatnya semakin menawan dengan dress indah membungkus tubuhnya tidak berarti apa-apa lagi, semuanya percuma karena kepahitan yang didapatkannya sekarang.“Aku akan bicara pada orang tuamu soal ini.” Angkasa tidak mungkin hanya memutuskan begitu saja tanpa bicara pada mantan calon mertuanya, ia masih punya etika.“Apa ... apa kurangku? Apa salahku?” Dengan kasar Batari mengusap pipinya yang basah. Untuk perta

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 35

    Kegugupan menyelimuti lelaki tampan itu, tangannya bahkan basah oleh keringat. Seorang Xavier Angkasa Danuarta tidak pernah seperti ini sebelumnya. Sekarang ia berhadapan dengan ayah dari wanita pujaannya, kecanggungan begitu kentara.“Diminum dulu, Nak. Kenapa seperti tegang begitu?” Dimas mengangsurkan teh hangat ke hadapan Angkasa.Salah satu alasan kedekatan terjalin karena nama Angkasa, sama dengan nama mendiang anak Dimas dan Erina.Selebihnya memang karena Angkasa merasa nyaman berada di lingkungan itu.“Saya bingung mulai dari mana, Pak,” ungkapnya.“Memang mau bicara soal apa?”Angkasa mengambil cangkir teh dan menyesapnya pelan untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering kerontang.“Sebenarnya, saya tertarik pada anak Bapak.”Dimas diam, tidak langsung menjawab membuat Angkasa menjadi was-was takut jika langsung ditolak.“Putriku ada dua, Sa. Sebutkan namanya?” Lelaki yang sudah menginjak usia senja itu terkekeh.Angkasa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa sepe

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 34

    “Karena Angkasa tidak bisa ikut jadi hanya kami saja. Kalau memang Bintang keberatan, biar nanti kami datang lagi bersama Angkasa.”Gadis bernama lengkap Batari Bintang itu harus menelan kekecewaan, kebahagiaannya tidak sempurna.Orang-orang terdekat memang lebih sering memanggilnya Bintang, sesuai keinginan sang Mama. Adeline tidak mau lebih sakit karena mengingat nama anak kembarnya hampir sama, Batari dan Mentari.“Jangan. Kalian sudah menyempatkan waktu untuk datang kesini, tak apa tanpa Angkasa. Karena yang terpenting niatnya.” Bram tidak mungkin membiarkan besannya pergi tanpa menyampaikan niat baiknya.“Iya, Tante. Tidak masalah kalau Angkasa sibuk, aku mengerti.” Batari mengulas senyum meski sebenarnya ia kecewa. Tahu betapa kekasihnya itu gila kerja.Sherlly tersenyum lembut. “Pa.” Ia melirik suaminya.“Kami datang membawa lamaran untung Bintang. Bintang dan Angkasa sudah memiliki hubungan lama, sebaiknya dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius.” Danu memaparkan niat kedatan

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 33

    “Sebelum melangkah ke jenjang lebih serius. Kami ingin memberitahu kalau Mentari ... bukan anak kandung kami.”“Oh, jadi kamu bukan anak kandung ya? Dari panti asuhan atau anak haram?” Ria menatap remeh calon menantunya yang duduk mematung.“Jaga ucapan Anda ya, Bu.” Erina langsung emosi saat Mentari disebut anak haram. Ia tidak terima.“Aku tidak mau putraku menikah dengan anak haram, anak tidak jelas.”“Kalau memang Anda tidak setuju saya terima tapi jangan menghina putri kami! Silahkan pergi dari sini.” Dengan dada bergemuruh Dimas mengusir calon menantu dan besannya itu.Niat awal datang untuk melamar Mentari namun berakhir penghinaan hanya karena Mentari tidak memiliki wali untuk menikah. Setiap kali putrinya gagal untuk menikah, disitu Dimas merasa terpukul. Ia ada tapi tidak bisa menjadi wali untuk putrinya menikah.Semua orang memang tahunya kalau Mentari adalah anak adopsi. Hanya mendiang Bu Imah yang tahu soal fakta mengenai Mentari. Orang tua Erina pun tidak tahu karena mer

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 32

    “Bram, bawa istrimu kembali ke rumah. Jangan biarkan dia tinggal di tempat kumuh, nantinya berpengaruh buruk pada cucu Mama.”Kening Bram berkerut saat sang Mama tiba-tiba mengatakan itu.“Ma-”“Pulang atau Mama jemput paksa.”Adeline menatap suaminya yang terlihat terheran-heran.“Mas, kenapa?”Bram menoleh. “Mama minta kita untuk pulang.”Kedua alis Adeline bertaut. “Tiba-tiba?”“Sepertinya Mami atau Papi mengatakan soal kehamilanmu pada Mama. Semakin berat tugas kita.” Bram mengerling nakal pada istrinya dan langsung dihadiahi pukulan di lengan.“Kenapa hanya itu yang kamu pikirkan, Mas. Kalau kebohongan ini berlanjut dan aku belum hamil bagaimana? Aku juga tidak mau kembali kalau yang mereka harapkan hanya anakku saja.”Bram meraih tangan istrinya, meremas lembut. “Aku juga tidak akan membawamu kembali sebelum Mama meminta maaf karena sudah melukaimu.”“Mas-”“Tidak seharusnya Mama bersikap begitu, harusnya Mama bisa menghargai pilihan anaknya.”Bram tidak mau membuat istrinya tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status