Share

Malam Panas dengan Dosen Tampan
Malam Panas dengan Dosen Tampan
Author: Poepoe

1.

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2025-10-13 16:13:43

“Dasar anak nggak tahu diuntung!”

Plak!

Tamparan keras itu mendarat di pipi Claire. Dada perempuan itu sesak, bukan hanya dipenuhi amarah, tapi juga kekecewaan yang mendalam.

Dengan pipi yang basah, Claire menengadah, menatap Ahmad, ayahnya yang berwajah masam.

“Selama ini apa salahku?! Aku nggak pernah berbuat onar seperti Brian yang nggak berguna itu!” Claire terisak sambil memegangi pipinya yang panas.

“Berani-beraninya kamu berkata seperti itu pada kakakmu!” Suara Ahmad kembali meninggi.

“Sudah!” Mirian, ibunya Claire, langsung menahan laju tangan suaminya yang hendak menampar Claire lagi. Lantas, wanita setengah baya itu menatap putri satu-satunya. “Claire… tolonglah… kamu harus bisa memahami situasinya, Nak. Hanya kamu yang bisa menolong keluarga kita…”

“Memahami situasi bagaimana maksud Ibu? Tiba-tiba aku harus menikah dengan pria tua bangka demi melunasi utang pinjol Brian, begitu? Kenapa lagi-lagi aku yang harus berkorban, Bu? Kenapa?!”

“Dia bukan pria tua bangka, Claire! Jaga mulutmu!” Kedua mata Ahmad melotot. “Dia adalah pria penyelamat keluarga kita! Seharusnya kamu bersyukur, ada pria kaya yang mau menikahimu. Lagi pula kita sudah membicarakan soal pertunangan sejak bulan lalu.”

“Tapi aku nggak pernah menyetujuinya, Yah! Kenapa Ayah dan Ibu seenaknya menerima pertunangan ini, tanpa persetujuanku?!”

“Pokoknya, pertunangan kalian akan dilangsungkan bulan depan.”

Claire berdecak, melempar tatapan muak pada ayahnya. Dia sudah tak peduli lagi kalau dirinya dicap sebagai anak durhaka. 

“Kalian nggak berhak mengatur hidupku!” Pekik Claire. Air matanya kembali jatuh.

“Claire, tunggu!” Mirian berusaha mengejar putrinya, tapi Ahmad sontak menahan.

Brak! Claire membanting pintu rumah keras-keras.

“Sudahlah. Biarkan saja dia pergi,” ucap Ahmad. “Aku yakin dia tak akan kabur. Anak itu tak mungkin tahan hidup di jalanan.”

***

Claire menenggak satu sloki wiski ke dalam mulutnya.

“Menikah? Dengan pria tua bangka itu?” Gumamnya kesal. Sedari dulu, dia selalu jadi kambing hitam kesalahan yang dilakukan Brian, kakaknya, yang delapan tahun lebih tua darinya. 

Seharusnya, Claire bisa melanjutkan kuliah di luar negeri, tapi karena Brian terjerat kasus narkoba dan harus berurusan dengan hukum, maka Claire harus merelakan tabungan pendidikannya untuk membayar pengacara Brian.

Seharusnya, Claire tenang di kosannya dengan uang saku yang lebih dari cukup. Tapi karena Brian–lagi-lagi–dipecat dari pekerjaannya, maka uang saku Claire dipotong setengahnya dan dia harus pulang ke rumah karena uang ayahnya harus dialokasikan demi menghidupi Brian beserta istri dan anaknya.

Dan sekarang, Claire harus jadi tumbal perjodohan paksa demi melunasi utang pinjol Brian.

“Enak saja. Dasar Brian brengsek!” Jeritannya teredam suara musik yang keras. 

Claire lantas menenggak wiski itu langsung dari botolnya. Lalu dengan percaya diri, dia turun ke lantai dansa, meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik yang menghentak.

Dia tak peduli lagi dengan hidupnya, apalagi dengan keluarganya yang brengsek itu. Malam ini dia hanya ingin bersenang-senang!

Beberapa lelaki mulai mendekatinya, membisikkan kata-kata mesum, merayunya untuk menari bersama dan melakukan lebih. Tapi Claire menolak. Sampai akhirnya matanya tertumbuk pada sosok yang duduk di meja yang tak jauh dari lantai dansa. 

“Sendirian?” Goda Claire tanpa basa basi di pinggir meja pria itu.

Pria itu melirik acuh setelah menenggak minumannya. “Ya.”

“Harimu berat ya?” Claire memperhatikan dua botol miras yang kosong di atas meja.

“Begitulah,” dia mengedikkan bahu.

“Mau kutemani? Hariku juga berat. Rasanya aku pengen menghilang tau,” Claire cekikikan sambil duduk di samping pria itu.

Pria itu menelengkan wajahnya, menatap Claire yang mabuk. Suasana kelab yang remang membuat Claire tak bisa menangkap maksud tatapan itu.  Apakah pria itu menginginkannya atau tidak. Tapi satu yang pasti, Claire menginginkan pria tampan ini.

Tiba-tiba saja Claire merengkuh dagu kasar pria itu dan melumat bibirnya. Claire merasakan sedikit rasa pahit di mulutnya, anehnya rasa itu malah membuat dirinya semakin terangsang.

“Wow, wow—” ucap pria itu dengan napas terengah saat Claire menghentikan ciumannya karena kehabisan napas. “Kamu gila?”

“Gila?” Claire berdecak. “Aku nggak gila, Tampan. Aku hanya… sedikit mabuk.” Claire bersendawa kecil. Napasnya yang bau alkohol berembus ke pipi pria di hadapannya.

“Kamu mabuk dan kamu gila,” pria itu menyimpulkan. “Pergilah jauh-jauh jika tak mau bermasalah.”

Claire tertawa renyah. “Aku nggak peduli, sih. Mau aku mabuk atau gila, yang pasti… Tidur denganku yuk?…” jemari lentik Claire kembali meraih dagu pria itu. 

Bola mata Claire bergerak menelusuri rahang milik lelaki itu, menatap sorot mata menggodanya, juga bibirnya yang seksi.

Seketika tubuh Claire terasa panas. Dadanya berdebar kencang. Entah karena alkohol yang sudah menguasai tubuhnya, atau memang karena nafsu membara.

“Asal kamu tahu…” jemari Claire kini mendarat di bibir tebal pria itu. “Miliki aku semuanya…” Claire berujar dengan nada rendah–bahkan terdengar sedikit memohon–sambil mengerlingkan matanya.

Jakun pria itu bergerak pelan. Ditatapnya lekat-lekat perempuan asing di depannya ini. Sepasang mata bulat perempuan itu nampak sayu. Pipinya merona merah. 

“Yakin?” Tanyanya dengan menantang. “Saat kamu sudah berada dalam dekapanku, maka aku nggak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”

Claire mengangguk sambil menjilat bibir merahnya. “Miliki aku sepenuhnya,” Belum sempat Claire menyelesaikan kalimatnya, pria itu keburu menarik tubuhnya mendekat. “Sampai tak ada yang tersisa untuk tua bangka itu.”

Bibir mereka kembali bersentuhan. Kali ini pria itu yang bergerak begitu liar, mendesak tubuh Claire ke permukaan sofa.

Ciuman mereka pun bergulir semakin panas. Sampai akhirnya, pria itu menyudahi ciumannya dan menarik lengan Claire.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   94.

    Halaman luar Kedai Kopi Kita disulap menjadi lebih romantis dengan hiasan bunga-bunga segar serta lampu-lampu yang menggantung. Deretan kursi berjejer rapi menghadap sebuah panggung kecil tempat kedua pasangan yang berbahagia itu berdiri.Sedari tadi, Rian sibuk memantau semua persiapan. Dia ingin event pertama yang diselenggarakan di kedai ini sukses.Begitu acara dimulai, Rian melihat dari kejauhan. Devon nampak begitu tampan dengan kemeja formal yang dikenakannya. Tubuhnya berdiri tegap di samping Salma, yang juga tampil cantik dengan gaun putih.Sekarang cincin berkilau itu bertengger di jari masing-masing. Mereka lantas memamerkannya ke depan kamera.“Satu, dua, tiga! Senyum!” Titah fotografer itu. Devon dan Salma menyunggingkan bibir mereka. Dan di saat yang bersamaan Rian juga mengarahkan kamera ponselnya ke panggung itu, menangkap momen pertunangan Devon.Rian memperhatikan foto itu. ‘Bagaimana kalau aku kirim ini ke Claire?’ Suara di kepalanya mulai terngiang. Jempol Rian sud

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   93.

    Cahaya matahari sore menerobos masuk melalui kaca-kaca yang ada di studio itu. Aroma logam, tanah liat dan kimia bercampur jadi satu. Kipas angin di langit-langit ruangan berderik-derik, berusaha mensirkulasi udara agar tak pengap.Dari ambang pintu, muncul sesosok bayangan yang bergerak masuk. Langkahnya nampak mengendap-endap. Matanya memantau ke sekeliling. Di meja kayu itu banyak sketsa yang berserakan. Beberapa spons yang sudah kering dibiarkan begitu saja.Di dinding sebelah, orang itu melihat sebuah rak yang menyimpan model-model cetakan, gulungan kawat, alat-alat pahat serta beberapa benda yang tak dia kenali. Lalu begitu kepalanya menoleh ke sisi dinding yang lain, dia mendapati beberapa patung yang sudah jadi.Di dekat jendela, punggung Devon membelakanginya. Kedua tangan pria itu nampak sibuk mengukir patung tanah liatnya. Lantas, tangan orang itu menjulur, menutup kedua mata Devon.Pria itu sontak terkesiap.“Kejutan!” Suara manis Salma terdengar dari balik bahunya begitu

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   92.

    “Kamu jangan mempermainkan Ibu,” Venny menukas tegas. “Tiba-tiba saja mau menikah?? Dengan Claire??”“Bukannya tadi Ibu sendiri yang mendesakku menjalin hubungan dengan Indah? Kenapa Ibu malah sepertinya menolak saat aku menjalin hubungan dengan Claire?”Venny menarik napasnya terlebih dahulu. “Maksud Ibu PDKT, Rian. Pacaran dulu. Bukannya tiba-tiba langsung menikah! Lagian, sejak kapan kamu dekat dengan Claire? Kamu bahkan nggak pernah menyinggung nama perempuan itu setelah kalian putus beberapa tahun lalu.”“Aku menjalin hubungan dengan dia secara diam-diam, Bu. Yah, kurang lebih setahun ke belakang ini,” dusta Rian. “Itu karena orangtua Claire nggak menyetujui hubungan kami.”Venny mengembuskan napas panjang. “Bukannya ibu menentang hubungan kalian, tapi kalian masih muda. Janganlah menikah dulu. Lagian, bukannya Claire masih kuliah?”Rian menggeleng. “Claire sudah pindah ke kota tempat Mitha kuliah. Dia bekerja di sana juga.”Begitu bibir Venny bergerak, hendak mengajukan pertanya

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   91.

    Wanita setengah baya itu memeluk erat putranya. “Ya ampun, ibu benar-benar kangen sama kamu, Nak.” Satu tangannya mengusap punggung Rian. “Bagaimana keadaan Mitha? Dia baik-baik saja kan? Kuliahnya lancar?”Rian melepas dekapan ibunya, memandangi wajah ibunya sesaat. Ekspresinya nampak letih namun terlihat bahagia karena kedatangannya.“Mitha baik-baik saja dan kuliahnya lancar. Ini, keripik oleh-oleh dari Mitha khusus untuk Ibu.” Rian mengeluarkan keripik-keripik itu dari tasnya. “Mila masih les ya, Bu?”“Iya, dia pulangnya malam. Anak itu benar-benar belajar dengan giat supaya bisa tembus beasiswa untuk masuk universitas favoritnya,” tukas Venny, ibunya Rian.Lantas wanita itu membuka tudung saji meja makan. Sedari pagi dia sibuk menyiapkan hidangan untuk putra satu-satunya itu. Senyum Rian mengembang. Dia sangat rindu dengan masakan ibunya. Rian pun makan dengan lahap. Sementara itu, Venny menatap putranya lekat-lekat. Sorot mata ibunya terlihat iba.“Kamu kurusan,” komentarnya. “

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   90.

    Di ruangan yang terpisah, kepala HRD dan seorang manajer sudah menunggu kedatangan Claire. Udara di ruangan ini terasa jauh lebih menyesakkan dibanding saat dia hanya bersama Farah.Claire kini bisa merasakan darahnya yang mengalir cepat. Jemari tangannya terus bergerak dengan gelisah saat duduk di kursi menghadap ke mereka. Sementara Farah berdiri di belakang Claire sambil bersedekap.“Saya sudah mengkonfirmasi tentang gosip itu, Pak,” terang Farah pada atasannya. “Silakan jelaskan pada mereka,” Farah menepuk pundak Claire.Claire menelan ludahnya sebelum akhirnya angkat bicara.“Ma-maafkan saya, Pak…” suara Claire bergetar. Pandangannya masih terus tertuju ke ujung sepatunya, tak berani menatap kedua atasannya. “Saya memang menutupi kondisi saya yang sedang hamil.”Embusan napas kekecewaan keluar dari dua orang itu. Sementara, Farah tersenyum samar dari balik punggung Claire. Dia benar-benar tak sabar melihat Claire dipecat dan dipermalukan.“Kami cukup kecewa, Claire,” ucap kepala

  • Malam Panas dengan Dosen Tampan   89.

    Stasiun kereta api pagi itu nampak sibuk. Pengumuman keberangkatan kereta terdengar berkali-kali. Orang-orang lalu-lalang membawa barang-barang mereka.Sementara itu di luar stasiun, Rian melepas pelukannya dari Mitha. “Tolong jaga Claire ya, kehamilannya semakin besar,” pinta Rian pada adiknya.“Jangan mengkhawatirkanku berlebihan seperti itu,” sela Claire. “Kamu nggak perlu menjagaku, Mitha,” Claire menoleh ke adiknya Rian yang berdiri di sampingnya. Mitha hanya mengedikkan bahunya santai.“Mas,” Mitha menatap kakaknya. “Salam buat ibu dan Mila ya. Jangan lupa, bilang keripik itu oleh-oleh dariku.”“Iya, tenang saja. Aku nggak akan mengklaim oleh-oleh keripik ini kok,” goda Rian sambil mengacak-acak rambut Mitha. “Kuliah yang bener,” titah pria itu. “Dan Claire, jaga kesehatanmu, oke?”Kedua perempuan itu mengangguk lalu melambai ke arah Rian saat pria itu berada di depan petugas tiket.Lantas, Claire dan Mitha saling bertatapan canggung. Sejak peristiwa itu, mereka jadi tak sedeka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status