Arka langsung menghempaskan bokongnya sesampai di kantor. Mengembuskan napas kasar lalu cepat mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk. Dua jam berlalu, lelaki itu masih membaca dan menandatangani kertas tersebut. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sahabat merangkak menjadi sekertaris. Arka menatap sinis Reyhan memamerkan cengiran lalu mendekati meja.
"Sinis banget sih matanya bos, belum dipuaskan sama istri apa! Ikut gue aja yuk clubing," ajak Reyhan beralih duduk di sofa saat menaruh berkas di meja."Bersik lo" geram Arka lalu meraih berka itu untuk dibaca."Ayolah, Ka. Sesekali jajan diluar, emang gak bosen istrimu mulu," ucap Reyhan memang tidak mengetahui jika istri Arka kabur."Pergi lo! Ganggu aja, gue lagi banyak kerjaan," usir Arka membuat Reyhan terkekeh."hahaha, kalau berubah pikiran bilang ke gue." Reyhan langsung berlegang pergi."Sialan!" maki Arka menghempaskan pulpen ke meja, ia lekas meraih telepon dan meminta juPOV MonaTubuhku terasa sakit, apalagi bagian sensitif. Sekuat tenaga berusaha membuka mata lalu berjuang bangkit. Rasa nyeri semakin menyerang, melihat badan tanpa sehelai benang. Langsung teringat kejadian semalam, air mata tak bisa kutahan lagi. Hanya bisa menangis, meratapi mahkota kujaga, terenggut paksa oleh kakak ipar sendiri."Aku kotorrr," gumamku disela isakan.Suara pintu berdecit membuatku mengalihkan tatapan kesana. Penglihat langsung menangkap Mas Arka keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar di pinggang. Lelaki itu menatap sinis ke arahku, dengan langkah santai ia mendekat."Dengar jalang kecil! Tidak usah menangis, cepat bersihkan dirimu dan bersiap sarapan. Hari ini kamu tak perlu sekolah atau melakukan pekerjaan rumah. Ikut aku pergi ke suatu tempat," tuturnya membuatku terluka saat sebutan jalang terlontar dari bibir kakak ipar yang dulu selalu berkata sopan."Dengar tidak!" bentaknya saat aku tidak kunjung menya
"Aku harus beli apa Mas ke apotek?" tanya Mona saat sampai tujuan, ia belum keluar dari mobil saat Arka memberikan uang."Pil KB, cepatlah!" usir Arka membuat Mona terdiam sejenak lalu segera keluar saat Arka mendorongnya.Dengan langkah pelan ia mendekati apotek, berdiri melamun saat penjual menanyakan akan membeli apa. Arka menggeram kesal lalu mematikan mesin mobil dan keluar mendekati adik ipar yang terdiam. Lelaki memandang sedari bertanya pada Mona."Mbak, kami beli pil KB," ucap Arka datar lalu masuk lagi ke mobil, diikuti Mona yang selesai membayar.Mona setelah masuk langsung menunduk. Meremas plastik yang dibawa, tidak berani menatap Arka. Arka mendengkus lalu melajukan kendaraan roda empat tanpa memperdulikan Mona. Setelah sampai tujuan, dia memarkirkan mobil di parkiran."Ayo turun!" perintah Arka keluar dari mobil diikuti Mona."Bodoh! Ini taruh jangan dibawa," maki Arka merampas plastik yang berisi pil KB dan melemp
Mona masih diam di kursi tidak bergerak sedikitpun. Gadis itu meremas dress yang dipakai, menjawab dengan gelengan saat Arka membukakan pintu mobil. Lelaki tersebut mendengkus lalu mensejajarkan wajahnya tepat di muka Mona."Cepat turun! Atau aku akan menelanjangimu disini. Kau tau'kan aku tidak pernah bohongan dengan ucapanku," ancam Arka membuat Mona membulatkan matanya, lelaki itu menegakan tubuh lagi dan menyodorkan tangan pada adik ipar."Cepatlah!" kata Arka membuat Mona perlahan turun dan memeluk lengan Arka membuat sang empu melotot."Mona takut jatuh, Mas,"cicit Mona membuat Arka mengembuskan napasnya lalu berjalan sedikit cepat."Mas, tolong jalan pelan-pelan," pinta Mona sempat hendak terjatuh."Ishhhhh, menyusahkan saja," keluh Arka tapi melambatkan langkahnya. Saat masuk Arka langsung mengedarkan tatapannya mencari sang teman, terlihat seorang pria melambaikan tangan. kala Arka melihat sosok itu, ia lekas mendekat
Tiga hari berlalu, sejak kejadian itu Arka pulang larut malam. Mereka tak pernah berjumpa, saat pagi buta lelaki tersebut telah pergi. Mona merasa sedikit lega karena sama sekali tidak berpapasan dengan kakak ipar yang merenggut kesuciannya. "Pyuhhhh, panas banget hari ini," keluh Mona saat sampai di kantin dan memesan mie ayam."Iya, Mon. Baju gue sampe basah," sahut Mirna duduk disamping Mona, membuat gadis itu terkejut lalu mengelus dada dan menggelengkan kepala."Kalau jantung gue copot gimana, Mir. Lo mah bikin kaget aja," semprot Mona lalu tersenyum saat pesanannya sudah jadi."Kalau copot ya pasangin lagi, kalau susah lem aja," balas Mirna asal lalu memesan bakso."Sialan, lo! Emang dikira jantung gue barang," geram Mona memukul lengan Mirna membuat sang empu mengaduh."Jangan pukul kenceng-kenceng Mon, kalau tangan gue patah gimana, ke hati gue yang putek ini," keluh Mirna mengelus tangannya."Lebay lo," sinis
Pintu terbuka memperlihatkan seorang wanita yang memegang sapu menatap Mona. Mona menggenggam erat buah tangan itu, lalu membalas tatapan perempuan dihadapannya. Mona takut salah kediaman, apalagi melihat Raka "Apa ini rumah Raka?" tanya Mona."Nona, temannya Den Raka. Ayo masuk, nanti Bibi kasih tau Den Raka dulu," ajak Perempuan itu mempersilakan Mona masuk."Nona duduk disini, Bibi buatkan minum dulu," seru perempuan itu lalu masuk ke dapur.Tak berselang lama, Mona duduk di sofa. Ia merasakan ingin buang air kecil, dengan langkah cepat menuju jalan yang tadi pembantu Raka berjalan. Sesaat mendengar percakapan Bibi itu bersama Mama Raka, Mona tau karena pernah bertemu di sekolah."Mona! Ternyata kamu tamunya Raka, Tante kira siapa," ucap Wulan mendekati Mona saat melihat gadis itu."Tan, Mona izin ke toilet dulu ya, kebelet nih. Toiletnya di mana?" tanya Mona mengedarkan pandangannya."Di sana Mon, lurus aja, terus
Arka mendekati Ayah Raka lalu pergi ke ruang tengah untuk berbincang. Mona masih mematung sampai pembantu rumah ini menepuk pundak sampai ia terlonjak. Bibi menatap heran Mona yang berdiri di depan pintu anak majikannya."Nona kenapa?" tanya Bibi.Mona menggeleng sebagai jawaban. "Oh iya Bi, buah yang Mona bawa apa masih di ruang tengah?" tanya Mona membalas tatapan pembantu yang membukakan pintu tadi."Ada di dapur, Nona. Bibi baru aja cuci," balasnya membuat Mona megangguk lalu pamit ke dapur untuk menyiapkan buah pencuci mulut.Mona mengambil beberapa buah lalu segera mengupas dan membawa pada Raka. Mona menaruh piring yang berisi apel, pir dan pisang sudah dikupas ke pangkuan Raka. Baru saja memerintahkan agar Raka meminum obat, bunyi chat whatsapp masuk membuat Mona mengambil benda pipih di tas.[Pulang cepat! Tunggu hukumanmu di rumah. Sampai Mas yang duluan sampai, hukumanmu akan bertambah berat.] - ArkaNetra Mona langsun
Mona sudah rapi, bergegas keluar saat Arka mengirim pesan padanya. Melangkah dengan cepat ke dapur, menyiapkan minuman dan cemilan. Serasa semua telah selesai, dia lekas membawa ke ruang tengah untuk disuguhkan."Dia adik ipar gue," sahut Arka menjatuhkan bokong di sofa.Semua orang hanya mengangguk, Mona mendekati mereka lalu menyajikan cemilan dan minum. Beberapa tertegun saat melihat penampilan manis adik ipar Arka. Mata teman lelaki Arka sampai tak berkedip, membuat pria itu kesal."Pergi makan sana!" perintah Arka diangguki Mona, wanita itu langsung berpamitan dan pergi."Adik ipar lo wow ya," celetuk salah satu masih menatap kepergian Mona."Maksud lo?" tanya Arka langsung menatap pria di sebelahnya."Kalau habis mandi manis banget, gak kaya tadi. Kucel, bau dapur," tuturnya memperjelas pada Arka, apalagi melihat tatapan lelaki itu. "Dia selalu ngerjain pekerjaan rumah tangga?" celetuk salah satu."Iya, s
Mona meremas roknya saat mengikuti Arka menuju kendaraan roda empat. Melangkah pelan-pelan takut Arka berhenti mendadak, membuat kedua bertabrakan. Membayangkan saja Mona sudah bergidik ngeri, saat manik mata yang memandang tajam bak elang hendak menerkam mangsa."Mas, aku ke sekolah pakai sepeda saja ya," cicit Mona dengan suara pelan, ia berdiri di dekat pintu mobil."Ayo cepat masuk! Jangan belajar membantah." Arka langsung menghadiahi tatapan tajam yang membuat Mona menciut lalu menurut.Mereka hanya diam saat diperjalanan, Arka fokus ke jalanan. Mona duduk dengan gelisah, takut hal mengerikan terjadi padanya lagi. Arka langsung memarkirkan mobil saat sampai, menyuruh turun adik ipar, tak lupa memberikan uang."Makasih, Mas," kata Mona lalu hendak menutup pintu tapi dilarang Arka."Nanti sepulang sekolah ada yang menjemputmu, turuti saja ucapan dia, itu Mas yang nyuruh. Jangan membantah!" perintah Arka hanya dibalas anggukan Mona, lal