Share

4. Jebakan

“Aku akan mengantarmu,” ujar seseorang dari dalam mobil mewah itu. Kaca mobil yang gelap menyamarkan si pemilik suara. Tapi Helena mengenal suara siapa di balik jendela itu.

“Mau Anda apa?” tanya Helena dengan nada dingin.

Pria itu menurunkan kaca mobilnya, senyum terkembang dari balik kumis klimisnya. "Aku mau mengantarmu, Helena," ujar Hans dengan tatapan mesumnya.

"Aku tahu Anda tak mungkin melakukan apa pun untukku dengan sukarela," tolak Helena sambil berjalan kaki. 

Dibohongi oleh Kate Windsor merupakan pelajar untuknya di siang ini, Helena tak ingin dibodohi lagi untuk kedua kalinya oleh keluarga Digory. Terlebih Hans adalah pria yang berani terang-terangan melakukan pelecehan padanya.

"Astaga, Helena! Kenapa kau berpikiran begitu buruk pada Paman? Bukankah kita keluarga?"

“Bukankah kita keluarga?” gumam Helena pelan sembari tertawa miris. 'Sejak kapan keluarga Digory selain Kakek Graham menganggapku keluarga?' Gadis itu mempercepat langkahnya sedangkan Hans masih mengikuti Helena dengan Bugattinya.

Mencoba tak menggubris Hans, Helena kembali mengecek ponsel sembari berjalan cepat, belum ada sinyal. Ia belum bisa menghubungi taxi online dari sini, walau ada sinyal pun, gadis itu yakin taxi online akan meminta bayaran berkali-kali lipat, sedangkan ia tak punya banyak uang di sakunya

"Paman benar-benar minta maaf telah berbuat seperti itu, Helena. Bisakah kau tak memperpanjang masalah tadi dengan tak melaporkannya pada Shane?" pinta Hans terdengar tulus.

Helena menghentikan langkahnya. 'Apa ia masih ketakutan karena aku adalah istri Shane?' tanya Helena dalam hati. ‘Apa aku bisa memanfaatkan hal ini? Setidaknya Paman Hans tak akan berbuat macam-macam karena aku adalah istri sah Shane. Haruskah aku menumpang dengannya?’ 

Helena ingin bertahan dengan egonya tapi jarum jam tangan di pergelangannya yang terus berdetak maju membuat gadis bermata sewarna hijau zamrud itu risau. Helena menolehkan pandangan ke arah mobil Hans yang sekarang berhenti tepat di sampingnya, seakan menimbang-nimbang tawaran Hans. Ia benar-benar harus segera ke rumah sakit, dan satu-satunya kendaraan yang tersisa di rumah duka ini adalah mobil milik Hans. 

"Mana istri, Paman?" tanya Helena mulai melunak, ia tak punya pilihan lain, mobil Hans adalah pilihan satu-satunya.

Hans tersenyum, ia langsung turun dari kursi kemudi dan buru-buru membukakan pintu mobil pada Helena. "Ia bersama sepupunya yang lain. Hanya aku dan kau yang tertinggal di rumah duka ini, Helena. Kurasa kau tak punya pilihan lain, selain menumpang mobilku."

Wanita bersurai hitam panjang itu menelan salivanya, ia memasukan tangannya yang tergenggam ke dalam kantong sebelum menduduki kursi penumpang mobil rolls royce milik Hans.

Sepanjang perjalanan hanya Hans yang berbicara, sedangkan Helena cuma diam saja tak menanggapi ucapan paman dari Shane Digory itu. Perjalanan yang bagai berabad-abad menurut Helena hanya berlalu sejam saja di arloji murah yang melingkar di pergelangan tangan wanita berkulit putih itu. 

'Kenapa kita belum sampai perbatasan kota? Bahkan pepohonan di pinggir jalan kian rimbun.' 

Helena menoleh ke arah kursi pengemudi, tampak Hans masih bermonolog sendiri sambil sesekali mendendangkan lagu yang mengalun di dalam mobil.

"Paman mau membawaku ke mana?" tanya Helena akhirnya, memecah kebisuannya sepanjang perjalanan.

Hans tersenyum. "Ikuti saja Paman, Helena. Kau tampak tegang dan butuh berlibur. Tak perlu cepat-cepat pulang ke kota, lagipula Shane sepertinya tak menunggumu di rumah."

"Aku ingin ke kota sekarang juga, Paman!" Sontak Helena menjerit marah. Tangan wanita itu mengepal keras hingga buku-buku jarinya memutih. Ia sedang tak punya waktu untuk berlama-lama, seseorang menunggunya di rumah sakit saat ini.

Hans menghentikan kendaraannya di tengah jalan yang sepi, hanya desir angin terdengar. Tatapan mesum pria itu sekarang mengarah tajam ke Helena. “Sepertinya keponakanku tak pernah menghangatkan ranjangmu? Biar paman yang menggantikan tugas itu untukmu, Helena,” ucap pria tua itu sambil memajukan tubuhnya mendekat ke arah gadis berambut panjang itu.

Helena kembali menampar pipi Hans, tapi kali ini pria tua berkumis tipis itu tak tinggal diam. Ia juga melayangkan tamparan ke pipi Helena, begitu keras, hingga dahi gadis itu menabrak kaca mobil. Helena langsung merasa pusing dan pandangannya kabur, ia bisa merasakan rasa besi mengalir dalam mulutnya, bibirnya sobek dan hidungnya berdarah.

“Wah, kau benar-benar sangat cantik. Aku heran kenapa keponakanku tak pernah menghabiskan malamnya bersamamu,” ujar Hans sambil menyibak rambut panjang Helena yang menutupi muka wanita berkulit cerah itu.

Jantung Helena berdenyut kencang, pandangannya semakin gelap, dan seolah ada palu gada yang memukul kepalanya bertalu-talu. Ia bahkan tak bisa menepis tangan Hans yang mulai menggerayangi pahanya. Pria tua mesum itu bahkan mendaratkan bibirnya di leher Helena dan mulai menyesapnya.  

“Harum sekali untuk perempuan kelas rendah sepertimu,” ucap Hans setelah menjejakan bekas ungu di leher Helena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status