***
Devan yang melihat Syafa tiba-tiba tak sadarkan diri langsung sigap membawa Syafa ke mobilnya. Setelah itu, ia langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Sebelum itu, ia memutuskan untuk membatalkan pertemuan dengan klien.
Sesampainya di rumah sakit, Syafa langsung di bawa ke UGD.
"Bagaimana keadaannya dok?" tanya Devan datar.
"Pasien gak papa kok. Cuma asam lambungnya kambuh, mungkin karena dia telat makan," jelas dokter tersebut.
Devan hanya mengangguk saja.
"Kalau begitu saya permisi dulu pak.""Silahkan."
Devan pun masuk kedalam ruang UGD dan melihat Syafa yang sudah sadar.
"Pak Devan! Kenapa kita bisa ada disini? Bukanya kita mau meeting ya?" Tanya Syafa polos.
"Kamu mau tau kenapa kita ada Disini?" Syafa mengangguk.
"Karena di bawa sama angin." Jawab Devan datar.
"Ih, pak Devan ngaco deh. Masa angin bisa bawa manusia, pak Devan lagi mimpi ya?" Devan geleng-geleng kepala melihat Syafa.
"Kamu ini kapan pintarnya sih?"
"Aku kan udah pintar pak." Devan langsung menepuk jidatnya. Merasa tak ada jawaban dari Devan, Syafa pun turun dari brankar nya.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau punya penyakit asam lambung?" Syafa menghentikan aktivitas nya yang hendak turun dari brankar.
"Bapak gak nanya," jawabnya datar dan kembali turun dari ranjang.
"Mau kemana kamu?" Tanya Devan yang melihat Syafa jalan mendahului nya.
"Ya mau balik ke kantor lah pak, masa mau pulang. Bisa-bisa gaji aku di potong lagi."
"Bukannya kamu lagi sakit? Istirahat aja dulu."
"Ciee pak Devan perhatian. Bapak tenang aja, aku udah gak papa kok."
Devan hanya menatap datar ke arah Syafa.
"Terserah kamu aja, kalau terjadi apa-apa lagi saya tidak tanggung jawab."
Syafa tersenyum kearah Devan "pak Devan tenang aja."
Devan hanya menghela napasnya dan mengikuti Syafa yang sudah mendahului nya. Persetan dengan keadaan wanita itu. Dia aja gak mikirin kondisi nya, kenapa kita yang pusing mikirin nya. Begitu setidaknya pikiran Devan.Mobil Devan sudah memasuki area kantor. Devan langsung saja masuk kedalam kantornya dan diikuti oleh Syafa.
Devan berjalan dengan gaya angkuhnya. Tatapan dingin, mungka datar dan seperti nya dia tidak bisa tersenyum. Buktinya pada saat beberapa karyawan menyapa nya, jangan kan tersenyum, menoleh pun tidak.
"Dari mana kamu sama pak Devan Fa?" tanya Fina setelah Syafa duduk di meja kerjanya.
"Rencananya mau ketemu klien, tapi gak jadi," jawab Syafa.
"Lah, kenapa?"
"Karena pak Devan aku jadi masuk rumah sakit." Mata Fina membulat.
"Masuk rumah sakit? Kok bisa? Emang kamu di apain sama pak Devan?" tanya Fina kaget.
"Gak di apa-apain sih, cuma asam lambung aku aja kumat jadinya. Itu gara-gara pak Devan aku jadi telat makan siang."
"Ya ampun Fa, kok bisa sih. Terus sekarang gimana?"
"Udah baikan sih. Pak Devan udah bawa aku kerumah sakit tadi." Fina hanya mengangguk saja.
***
Syafa baru berencana ingin masuk kedalam ruangan Devan. Namun langkahnya terhenti karena mendengar Devan yang sepertinya sedang marah-marah.
"Siapa yang membuat laporan ini?" Tanya Devan tegas.
"Saya pak."
"Udah berapa lama kamu kerja disini?" Tanya Devan lagi.
"Satu tahun pak."
"Uda satu tahun kamu kerja, buat laporan ini aja kamu gak becus. Emang apa aja yang kamu kerjakan selama ini? Ngerjain laporan kecil ini aja gak bisa kamu!" Ujar Devan emosi kepada seorang karyawan yang sedang menunduk di hadapannya.
"Ma...maaf pak."
"Mulai sekarang kamu saya pecat!"
"Ta...tapi pak-"
"Gak ada tapi-tapi-an, sekarang kamu keluar dari ruangan saya."
Dengan berat hati, karyawan tersebut keluar dari ruangan tersebut dengan langkah gontai. Tak sengaja ia berpapasan dengan Syafa yang sedang berdiri di depan ruangan Devan.
Tok tok tok
Syafa mengetuk pintu ruangan Devan. " Masuk!"
Syafa pun masuk kedalam ruangan tersebut.
"Maaf pak, tadi saya dengar bapak memecat karyawan itu ya? Emang apa alasannya pak? Kenapa bapak terlalu cepat mengambil keputusan."
Devan memandang Syafa dengan tatapan tajamnya."Apa masalah kamu, kenapa harus ikut campur dengan urusan saya."
"Bukan maksud saya untuk ikut campur pak, tapi kan setidaknya bapak bisa memberi kesempatan kedua."
"Gak usah nasehatin saya kayak gitu. Ini kantor saya jadi terserah saya mau ngapain disini," ujar Devan yang terdengar emosi.
Syafa hanya menghela napas tak habis pikir dengan jalan pikiran Devan.
"Ada perlu apa kamu ke ruangan saya?" tanya Devan datar.
"Saya mau memberikan file ini pak." Devan pun menerima file tersebut.
"Saya permisi keluar dulu pak," pamit Syafa.
"Hm."
***
Syafa baru saja sampai di rumahnya setelah pulang dari kantor. Rumah Syafa terbilang cukup mewah, bahkan sebenarnya almarhum orang tuanya meninggalkan sebuah perusahaan besar untuk Syafa. Tapi Syafa malah memilih untuk mencari pekerjaan sendiri agar bisa mandiri. Sedangkan perusahaannya di kelola oleh orang kepercayaannya. Ia hanya sesekali memeriksa kondisi perusahaan nya.
"Non Syafa udah pulang? Mau bibi siapin makanan non?" tanya Bi Inah, asisten di rumah nya.
"Gak usah Bi, aku udah makan di kantor tadi," balas Syafa.
"Baiklah non, kalau gitu bibi permisi dulu."
"Silahkan Bi," balas Syafa ramah.
Ya begitulah Syafa. Dia selalu bersikap ramah kepada siapa saja. Dia tidak pernah memandang derajat siapapun, karena baginya setiap manusia itu sama.Syafa masuk ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Cahaya matahari pagi menusukkan kedalam kamar Syafa membuat tidur gadis itu menjadi terusik.
Syafa membuka matanya dan meraih ponselnya.
"Masih jam 05.00, mending aku shalat dulu," ujar Syafa yang langsung masuk kedalam kamar mandi dan berwudhu. Baru setelah itu dia bersiap-siap untuk ke kantor.
Setelah selesai shalat, Syafa pun mandi dan bersiap-siap.
Lalu, Syafa pun mengambil kunci mobilnya dan langsung berangkat dengan mengendarai sendiri mobilnya.Ketika di perjalanan menuju kantor, Syafa melihat ada kerumunan orang di tengah jalan. Karena penasaran, Syafa pun memutuskan untuk melihat apa yg terjadi di sana.
"Permisi, pak. Ini ada apa ya, pak?" tanya Syafa pada salah seorang yang ada di sana.
"Oh, ini mbak. Ada orang korban tabrak lari," jawab orang tersebut.
Syafa pun membulatkan matanya.Setelah melihat bagaimana kondisi orang tersebut, Syafa memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.
"Tolong bantu angkat ke mobil saya, pak!" pinta Syafa pada orang-orang yang ada di sana.
Bapak itu pun mengangguk dan mengangkat korban tersebut kedalam mobilnya.
Syafa melajukan mobilnya kearah rumah sakit terdekat untuk menolong korban tersebut.
Setelah beberapa saat, Syafa pun sampai di rumah sakit.
Korban tersebut langsung di tangani oleh pihak rumah sakit.Setelah selesai mengurus administrasi, Syafa pun menitipkan orang tersebut kepada pihak rumah sakit agar segera menghubungi pihak keluarga pasien.
Syafa kembali melajukan mobilnya ke arah kantor nya.
Dia memang sudah sangat terlambat, tapi Syafa juga tidak bisa meninggalkan orang yang sedang butuh pertolongan.Akhirnya Syafa pun sampai di kantor nya.
Dengan langkah cepat, Syafa langsung memasuki kantor nya. Sesekali dia menyahuti sapaan dari teman-temannya.Bruk
Syafa terjatuh karena sudah menabrak seseorang. Syafa pun langsung berusaha untuk berdiri. Setelah berhasil berdiri, ia pun secara takut melihat kearah orang yang di tabrak nya tadi. Namun orang tersebut menatap nya dengan tatapan datar.
"Telat?"
"I...iya pak," jawab Syafa berusaha tetap tenang.
"Saya sangat tidak suka dengan karyawan yang sering datang terlambat. Dan kamu masih karyawan baru, sudah berani terlambat dengan saya!"
"Maaf pak, tadi di jalan ada sedikit kecelakaan kecil. Dan saya harus menolong korban nya dulu, pak. Mangkanya saya terlambat." Syafa terpaksa berbohong.
"Saya tidak terima alasan dari kamu. Kalau sekali lagi kamu terlambat, saya tidak akan segan-segan untuk memecat kamu!"
"Baiklah pak, sekali lagi saya minta maaf," ujar Syafa lagi dengan menahan segala kekesalannya.
***
***Syafa yang baru saja dimarahi oleh Devan langsung masuk keruang kerja nya dengan wajah kesal. Syafa sadar kalau dia melakukan kesalahan, tapi Syafa juga bisa meninggalkan kewajibannya sebagai manusia untuk saling membantu."Kamu kenapa Fa? telat?" tanya Fina yang baru menyadari kedatangan Syafa. Syafa hanya menganggukkan kepalanya saja."Aku tebak, pasti kamu habis dimarahi sama pak Devan ya?" ujar Fina lagi yang sudah terkekeh."Iya! Baru sekali aja telat tapi marahnya udah kayak orang yang habis ditinggal kawin aja," jawab Syafa kesal. Tawa Fina pun langsung meledak."Ya kamu sih, udah tau pak Devan galak, masih aja cari gara-gara.""Siapa juga yang nyari gara-gara sama tu orang. Lagian aku kan gak sengaja datang terlambat nya.""Yaudah, biarin aja. Yang penting kamu gak usah ulangi lagi. Bisa-bisa nanti kamu langsung dipecat sama pak Devan," ujar Fina
Devan sedari tadi melihat gelagat aneh Syafa. Wanita itu terlihat sangat gelisah, di tambah lagi Nathan yang selalu melirik ke arah Syafa."Baiklah, saya menyetujui kerjasama kita ini," ujar Nathan. Dapat Syafa rasakan kalau Nathan emang sengaja menyetujui kerja sama ini hanya agar bisa menganggu dirinya."Baiklah pak Nathan, terima kasih atas kerjasamanya," ujar Devan."Sepertinya, pertemuan kita kali ini cukup sampai disini, kami permisi dulu," pamit Devan. Syafa akhirnya bisa bernapas lega karena Devan seperti tahu dengan kondisi Syafa.Devan memasuki mobilnya diikuti oleh Syafa. Devan merasa sedikit heran, pasalnya kenapa wanita cerewet yang ada disampingnya ini mendadak jadi pendiam seperti ini. Devan hanya mengangkat bahunya acuh.***Syafa sudah kembali kekantor nya. Namun Syafa tidak seperti biasanya. Ia lebih banyak diam membuat para karyawan disana menjadi bert
***Devan yang baru saja hendak pulang, tidak sengaja melihat mobil Syafa yang keluar dari area kantor. Entah hasutan dari mana, Devan mengikuti mobil Syafa tersebut dari belakang.Namun, di tengah perjalanan, ia melihat mobil Syafa yang tiba-tiba saja berhenti. Hal itu membuat Devan juga ikut menghentikan mobilnya, tapi dari jarak yang cukup jauh.Dari kejauhan, terlihat Syafa yang keluar dari mobilnya. Seperti nya ada masalah pada mobil Syafa pikir Devan. Devan hanya mengamati dari mobilnya saja, tanpa berniat menghampiri wanita itu.Namun tidak berselang lama, sebuah mobil berhenti di dekat Syafa. Seorang laki-laki keluar dari mobil tersebut. Devan mengernyit kan keningnya dan memperhatikan siapa pria tersebut.Nathan?Devan terlihat berpikir. Untuk apa Nathan menghampiri Syafa? Apa hubungan di antara keduanya? Dan kenapa dia itu seolah-olah sudah mengenal Syafa seja
"apa maksudnya ini om?" tanya Syafa."Seperti yang kamu lihat, Fa. Perusahaan Nathan ingin mengajukan kerja sama dengan perusahaan kita," jawab om Sharul."Apa dia tahu kalau perusahaan ini milik keluarga Sanjaya?" Tanya Syafa lagi."Sepertinya tahu, soalnya dia juga mencantumkan nama kamu sebagai pemilik perusahaan ini." Syafa memijit kening nya.Apa lagi ini, kenapa semuanya malah menjadi rumit seperti ini."Jadi, menurut om kita harus bagaimana?" tanya Syafa."Sebaiknya kita tolak saja. Om takut dia ada berniat jahat sama kamu," usul om Sharul.Syafa pun mengangguk."Baiklah om. Semuanya Syafa serahkan sama om," ujar Syafa lagi."Baiklah, Syafa. Om akan berusaha mengurus nya sebaik mungkin.""Terima kasih om. Kalau gitu Syafa pamit pulang dulu.""Kamu pulang nya sama siapa Fa? Apa perlu di antar?" tanya om Sharul la
"LEPASKAN, NATHAN!" bentak Syafa lebih keras lagi."Tidak semudah itu, sayang." Nathan kembali menarik tangan Syafa lebih keras lagi.Syafa terus saja memberontak, namun yang namanya tenaga perempuan itu tidak sebanding dengan tenaga laki-laki.***Devan sedang menunggu Syafa di ruangan rapat. Namun, sampai sekarang Syafa belum datang juga. Bagaimana dengan Devan? Jangan di tanya lagi.Devan sudah menahan amarahnya dari tadi. Kalau bukan karena ada klien nya, maka sudah di pasti Devan akan mengomel tidak tentu.Waktu rapat pun sudah di mulai, namun Syafa belum juga datang. Devan sudah sangat marah rasanya. Dia juga akan memarahi Syafa setelah rapat ini selesai.Rapat terpaksa di lakukan tanpa kehadiran Syafa. Devan terpaksa harus menghandle rapat ini sendirian, karena ia tidak mau pertemuan ini di batalkan hanya karena Syafa. Apa lagi ini adalah proyek yang sangat p
Syafa baru saja terbangun dari tidurnya. Ia melihat kesekeliling nya."Loh, ini kan kamar aku? Siapa yang bawa aku kesini?" Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, Bi inah masuk kedalam kamarnya."Eh, non Syafa udah bangun?" ujar bi Inah."Siapa yang bawa aku kesini, bi? tanya Syafa."Oh, itu tadi tuan Devan yang gendong non Syafa kesini." Mata Syafa pun langsung melebar."Apa bi? Jadi pak Devan gendong aku kesini?""Iya, non." Sumpah demi apa, Syafa rasanya ingin tenggelam saja saat ini. Itu semua karena Devan. Berani nya laki-laki itu menggendongnya, mau di letakkan di mana mukanya.Tapi ya mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Syafa hanya bisa menerima saja, jangan sampai ada orang yang melihat Devan yang menggendong dirinya. Kalau tidak bisa timbul masalah baru lagi.***"Halo, kirim orang untuk menjaga Syafa!" ujar Devan pada s
"Pak Devan!" Panggil salah satu anak buah Devan. Devan pun langsung menoleh."Bagaimana? Sudah ketemu siapa pelakunya?" tanya Devan langsung."Sudah pak. Dan pelakunya ini masih orang yang sama," ujar anak buahnya itu. Devan mengernyit bingung."Siapa?""Nathan!" Tebakan Devan pun benar. Dari awal dia memang sudah mengira kalau ini semua adalah rencana nya Nathan. Devan mengepalkan tangannya kuat. Bahkan buku-buku tangannya terlihat memutihkan saking kuatnya kepalan tangan Devan."Yasudah, sekarang kamu bisa pergi!""Baiklah, pak."Kemudian, Devan pun kembali menghampiri Syafa."Syafa!" Syafa pun langsung menoleh."Ada apa pak Devan?""Saya cuma mau pamit pergi dulu, maaf karena saya tidak bisa membantu kamu," ujar Devan."Tidak apa-apa pak. Terima kasih karena sudah mampir ya pak." Devan pun mengangguk.
Devan sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Namun pekerjaan nya terhenti karena menerima telepon."Hallo.""......""Apa! Baiklah, kalian awasi mereka, saya akan kesana!"Devan langsung keluar dari ruangannya dan langsung mencari keberadaan Syafa."Dimana Syafa?" Tanya Devan pada Fina."Dia baru saja pulang, pak," jawab Fina. Devan mengusap wajahnya kasar."Sial!" ujar Devan tanpa sadar membuat para karyawan yang masih ada disana terlihat bingung. Devan terlihat sangat khawatir saat ini."Apa yang terjadi pak?" Fina memberanikan diri untuk bertanya."Tidak ada apa-apa," jawab Devan. Fina kembali diam. Walaupun dia tau bahwa ada yang tidak baik-baik saja, namun dia tidak berani menanyakan nya. Sekarang ini, yang ada di pikiran Fina sekarang adalah Syafa. Apa sebenarnya yang terjadi, kenapa pak Devan sampai terlihat khawat