***
Syafa yang baru saja dimarahi oleh Devan langsung masuk keruang kerja nya dengan wajah kesal. Syafa sadar kalau dia melakukan kesalahan, tapi Syafa juga bisa meninggalkan kewajibannya sebagai manusia untuk saling membantu."Kamu kenapa Fa? telat?" tanya Fina yang baru menyadari kedatangan Syafa. Syafa hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Aku tebak, pasti kamu habis dimarahi sama pak Devan ya?" ujar Fina lagi yang sudah terkekeh.
"Iya! Baru sekali aja telat tapi marahnya udah kayak orang yang habis ditinggal kawin aja," jawab Syafa kesal. Tawa Fina pun langsung meledak.
"Ya kamu sih, udah tau pak Devan galak, masih aja cari gara-gara."
"Siapa juga yang nyari gara-gara sama tu orang. Lagian aku kan gak sengaja datang terlambat nya."
"Yaudah, biarin aja. Yang penting kamu gak usah ulangi lagi. Bisa-bisa nanti kamu langsung dipecat sama pak Devan," ujar Fina memperingati.
Syafa hanya menghela napasnya dan melanjutkan pekerjaannya.
***
"Syafa! Kamu di panggil pak Devan keruangan nya tuh," ujar salah satu karyawan.
"Baik, saya akan kesana. Terima kasih," balas Syafa. Orang itu pun langsung kembali ke meja kerjanya.
"Permisi pak," ujar Syafa dari luar pintu ruangan Devan.
"Ya, silahkan masuk."
"Pa Devan manggil saya?" tanya Syafa ketika sudah masuk kedalam ruangan itu.
"Iya. Apa saja jadwal saya hari ini?"
"Satu jam lagi bapak ada janji untuk bertemu klien di restoran tempat biasa bapak ketemu klien."
"Siapkan berkas-berkas yang akan kita perlukan, setelah itu kita akan langsung pergi."
"Tapi pak, apa gak sebaiknya kita salat Zuhur dulu pak?" usul Syafa.
"Udah gak ada waktu lagi," jawab Devan datar.
"Aduh pak, kita akan menemui klien satu jam lagi pak. Sedangkan shalat hanya memakan waktu yang lama paling cuma 5 menit saja. Jadi kita masih punya waktu buat shalat dulu."
"Kalau gitu kamu pergi shalat aja sana!"
"Loh bapak emang nya gak shalat?"
"Malas!"
" Astaghfirullah pak, shalat itu kewajiban kita, jadi kita gak boleh ninggalin shalat," ujar Syafa menasehati Devan. Devan hanya memutar matanya malas.
"Gak usah banyak ngomong kamu, kalau mau shalat ya cepetan sana, nanti saya tinggal."
"Gak! Saya tidak akan pergi shalat sebelum pak Devan juga ikut shalat."
"Yaudah, jangan salahin saya kalau kamu saya tinggal," ancam Devan.
"Jangan salahin saya juga yang gak akan berikan berkas yang bapak perlukan dalam pertemuan nanti," ancam Syafa juga yang berhasil membuat Devan bungkam.
Gadis gila
Demi keselamatan berkasnya, Devan terpaksa mengikuti ucapan Syafa. " Ya udah iya, saya shalat." Terlihat Syafa menyunggingkan senyumnya.
Syafa berjalan ke arah musholla kecil yang ada di kantor tersebut yang memang sudah disediakan untuk karyawan yang ingin beribadah.
Syafa dan Devan pun masuk ke dalam musholla tersebut dan menunaikan shalat. Beberapa karyawan yang masih berada di dalam musholla tersebut terlihat tak percaya. Devan, yang selama ini tidak pernah menginjakkan kakinya ke musholla ini, tiba-tiba tanpa angin tanpa hujan ia masuk ke musholla itu dan dia juga shalat.
Sungguh keajaiban yang luar biasa terjadi di perusahaan tersebut.
Terlihat beberapa karyawan berbisik membicarakan Devan. Namun Devan sama sekali tidak peduli.
"Eh, kamu tau gak? Tadi aku lihat pak Devan shalat loh," ujar salah satu karyawan.
"Beneran? Setan apa yang merasuki pak Devan sehingga dia mau shalat?" ujar karyawan lain yang ikut menimpali
"Entah. Jujur ya, ini pertama kalinya aku lihat pak Devan datang ke mushola itu dan melaksanakan shalat."
"Benar banget, tapi kenapa pak Devan bisa berubah pikiran gitu ya?" Mereka semua yang ada disana hanya mengedikkan bahu.
"Lagi ngomongin apa kalian?" ujar Devan yang tiba-tiba saja muncul dari belakang mereka dan diikuti oleh Syafa.
"Eng...enggak ngomongin apa-apa kok pak," bohong mereka.
Devan hanya menanggapi dengan datar ucapan mereka dan langsung berlalu pergi.Mereka pun akhirnya bernapas lega. " Untung pak Devan gak dengar."***
Devan dan Syafa baru saja sampai di restoran tempat mereka akan bertemu dengan klien. Syafa terlihat sedang sibuk membaca file yang ada di tangannya segi dia tidak menyadari kalau klien nya sudah datang.
"Selamat siang pak Devan!" Sapa orang tersebut.
"Siang juga pak Nathaniel Gilbert Abraham," balas Devan.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu lama."
Devan pun mengangguk "no problem," balas Devan.Syafa yang mendengar percakapan itu pun langsung mendongakkan kepalanya.
Seketika mata Syafa langsung melebar ketika melihat orang yang ada didepannya tersebut. Napasnya tercekat, lidahnya kelu suaranya mendadak hilang hanya untuk menyapa orang tersebut.
Devan yang melihat suasana tersebut langsung membuka suara.
"Dia Syafa, sekretaris saya," ujar Devan memperkenalkan Syafa.Dengan cepat Syafa langsung menetralkan kembali ekspresinya ketika laki-laki yang diketahui bernama Nathan itu mengulurkan tangannya.
"Saya Nathan." Dengan ragu, Syafa membalas uluran tangan Nathan tersebut.
"Syafa."
"Baiklah, apa bisa kita mulai membahas proyek kita sekarang?" ujar Devan.
"Oh, tentu," jawab Nathan. Sedangkan Syafa memilih untuk diam saja.
"Maaf pak Devan dan pak Nathan, saya permisi ke toilet bentar." Devan dan Nathan hanya kompak mengangguk saja.
Syafa sudah berada di toilet. Ia mengusap wajahnya kasar, rasa takut tiba-tiba menyelimuti dirinya.
"Kenapa dia kembali lagi?" ujar Syafa lirih. Syafa berusaha untuk menenangkan dirinya.
Setelah merasa sedikit tenang, Syafa pun memilih keluar dari toilet tersebut.
Ketika Syafa hendak keluar, ia dikagetkan oleh seseorang yang sudah berdiri di depan pintu.
"Halo Syafa, akhirnya kita ketemu lagi."
"Ka...kamu ngapain disini?" tanya Syafa. Entah kenapa, ia merasa takut dengan kehadiran orang yang sedang berdiri dihadapannya ini.
"Kamu kenapa takut sayang. Aku gak akan nyakitin kamu kok." Dia pun menampilkan senyum devilnya yang membuat Syafa semakin takut.
"Nathan! Sebaiknya kamu pergi dari sini, aku gak ada urusan sama kamu!" usir Syafa.
"Siapa bilang kita gak punya urusan? urusan kita banyak, dan harus segera kita selesaikan."
"Apa maksud kamu?"
"Kamu pasti tau apa yang saya maksud." Nathan pun meninggalkan Syafa yang masih berpikir apa maksud dari perkataan laki-laki tersebut.
Syafa memilih untuk kembali ke tempat duduknya. Ia takut Devan akan marah kalau sampai dia kabur dari acara pertemuan itu.
"Apa tidak ada waktu yang lebih lama lagi untuk kamu berada di toilet," ujar Devan dingin.
"Maaf pak, tadi ada banyak yang ngantri.
"Alasan!"
Syafa hanya menunduk saja tidak mau membalas ucapan dari Devan tersebut.
Devan pun kembali melanjutkan pembicaraan mengenai proyek yang akan mereka kerjakan. Nathan sedari tadi selalu menatap kearah Syafa membuat wanita itu menjadi risih.
Mangsa sudah di depan mata!
***
"WHAT!" Teriakan seseorang itu mampu mengalihkan seluruh pandangan mata orang-orang yang ada disana, tak terkecuali Devan dan Syafa.Orang tersebut yang tak lain adalah Rendra hanya cengar-cengir saja mendapat berbagai tatapan dari orang-orang yang mendengar teriakannya tadi. Kemudian, dia pun duduk di samping Devan."Itu tadi gue gak salah dengar kan, Van. Lo bilang Syafa cantik? wah-wah, untuk pertama kalinya seorang Devan muji cewek." Rendra bersorak gembira. Lain dengan Devan yang hanya menatapnya datar sedangkan Syafa hanya tertunduk malu."Ngapain Lo kesini? gangguin orang aja Lo," ujar Devan datar."Ya elah, jadi Lo secara tidak langsung ngusir gue nih? Oke, fine. Gue pergi sekarang." Rendra pun hendak berdiri dari duduknya karena kehadirannya dianggap mengganggu orang yang sedang pacaran."Eh, pak Rendra gak usah pergi. Gabung aja makannya sama kami disini," ujar Syafa yang menghentikan gerakan Rendra.Rendra pun tersenyum jahil kear
"Minggu depan kita nikah!"Devan pun langsung pergi dari sana setelah mengatakan empat kalimat yang sukses membuat Syafa melebarkan matanya."Loh, pak Devan jangan seenaknya gitu dong!" ujar Syafa sedikit berteriak, namun devan tak mengindahkan teriakan nya tersebut.Sedangkan Aurel sudah menahan ketawanya melihat wajah kesal milik Syafa."Udah, kak. dengerin aja ucapan kak Devan itu, karena ini semua sudah di rencanakan dari lama sama kak Devan," ujar Aurel yang masih terkekeh geli."Maksud kamu?" Syafa masih belum paham dengan apa yang di bicarakan oleh Aurel tersebut.Aurel berusaha meredakan tawanya."Sebenarnya, kak Devan itu udah lama ngerencanain buat melamar kak Syafa," ujar Aurel lagi. Lagi-lagi Syafa membulatkan matanya. Sedangkan Aurel juga ikut pergi meninggalkan Syafa yang masih tidak percaya dengan semua ini.***Syafa begitu tidak bisa tidur
Aurel berniat untuk mengunjungi rumah Syafa untuk sekedar pergi main saja.Setelah Aurel mendapatkan izin dari Devan, dia pun langsung pergi menuju rumah Syafa. Namun anehnya, Aurel melihat rumah Syafa sangat sepi.Biasanya akan ada beberapa asisten rumah tangga yang membersihkan bagian luar rumah Syafa saat jam segini. Tapi sekarang Aurel tidak melihat siapapun.Aurel pun memilih untuk mengetuk pintu rumah Syafa. Tapi sayangnya, tidak ada jawaban dari dalam. Aurel pun mengira kalau Syafa sedang tidak ada di rumah.Ketika Aurel hendak berbalik, tiba-tiba Aurel mendengar suara teriakan dari dalam."Itu bukan nya suara kak Syafa, ya?" tanya Aurel pada dirinya sendiri.Aurel kembali mendengar suara Syafa. Aurel pun memutuskan untuk masuk kedalam rumah Syafa tersebut yang untungnya tidak di kunci.Aurel langsung mencari keberadaan Syafa ke kamar nya.Sesampainya Aurel Susana,
Selama perjalanan menuju rumahnya, Syafa hanya diam saja. Lebih tepatnya menangis dalam diam.Dia sungguh tidak menyangka dengan semua kenyataan ini. Ternyata ayahnya punya istri lain selain ibunya, dan juga punya anak dari wanita itu.Dan itu berarti Nathan itu adalah saudara Syafa juga. Syafa hanya diam saja memikirkan nya. Sesekali dia mengusap air matanya yang terus saja jatuh di atas pipi nya. Tidak ada percakapan diantara Syafa dan Devan selama di berada di dalam mobil.Mobil yang di kendarai Devan pun masuk ke halaman rumah Syafa. Mereka berdua pun langsung turun."Makasih pak, sudah mengantarkan saya pulang," ujar Syafa."Sama-sama," jawab Devan."Bapak bawa mobil saya saja kalau mau pulang, soalnya mobil pak Devan gak disini kan," tawar Syafa pada Syafa."Gak usah, sopir saya sudah mengantarkan nya.""Yaudah, kalau gitu saya masuk dulu pak," pamit Sya
"hallo calon nyonya Pramana," teriak seseorang ketika Syafa baru saja duduk di meja kerjanya.Syafa hanya memutar matanya malas ketika mendengar suara cempreng Dewi tersebut."Apa sih, Wi. Berisik tau gak," ujar Fina kesal yang sudah mewakili Syafa."Tau tuh," ujar Rianti juga.Sedangkan Dewi tidak menghiraukan kekesalan mereka."Eh, tangan kamu kenapa, Fa? Luka?" tanya Fina setelah melihat tangan Syafa yang di perban."Iya, tapi cuma luka dikit kok," jawab Syafa."Tapi kenapa kamu bisa luka kayak gini sih? Bukanya kalian tadi pergi keluar bareng ya?" tanya Rianti."Iya, tapi tadi ada orang yang gak sengaja goresin pisau di tangan aku," ujar Syafa menjelaskan kepada mereka. Fina dan Rianti pun mengangguk paham. Setelah itu mereka pun kembali mulai bekerja.***Syafa sedang mengendarai mobilnya menuju rumah. Namun keti
"Kok Syafa kok kelihatan dekat gitu ya sama adiknya pak Devan, padahal kan nona Aurel baru pertama kali mampir ke kantor setelah Syafa kerja disini," ujar Fina pada Rianti."Benar juga. Sepertinya ada udang di Balik batu nih," balas Rianti juga."Aku sih juga mikir gitu.""Hayoooo, ada gosip apaan nih?" Suara Dewi si ratu gosip di kantor ini terdengar begitu memekakkan telinga.Fina hanya memutar matanya malas, sedangkan Rianti sudah menatap Dewi tajam."Ngapain kalian natap aku kayak gitu?" tanya Dewi seperti orang yang tak berdosa saja."Bisa gak sih kamu itu sehari saja gak usah bikin telinga kita ini jadi budeg," ujar Fina kesal."Gak bisa.""Terserah kamu aja Dewi, terserah." Fina dan Rianti pun hanya bisa pasrah dengan tingkah gila teman nya yang satu itu.Kemudian, mereka pun kembali bekerja. Mereka tidak mau ikut-ikutan nambah