Share

Part 4

***

Syafa yang baru saja dimarahi oleh Devan langsung masuk keruang kerja nya dengan wajah kesal. Syafa sadar kalau dia melakukan kesalahan, tapi Syafa juga bisa meninggalkan kewajibannya sebagai manusia untuk saling membantu.

"Kamu kenapa Fa? telat?" tanya Fina yang baru menyadari kedatangan Syafa. Syafa hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Aku tebak, pasti kamu habis dimarahi sama pak Devan ya?" ujar Fina lagi yang sudah terkekeh.

"Iya! Baru sekali aja telat tapi marahnya udah kayak orang yang habis ditinggal kawin aja," jawab Syafa kesal. Tawa Fina pun langsung meledak.

"Ya kamu sih, udah tau pak Devan galak, masih aja cari gara-gara."

"Siapa juga yang nyari gara-gara sama tu orang. Lagian aku kan gak sengaja datang terlambat nya."

"Yaudah, biarin aja. Yang penting kamu gak usah ulangi lagi. Bisa-bisa nanti kamu langsung dipecat sama pak Devan," ujar Fina memperingati.

Syafa hanya menghela napasnya dan melanjutkan pekerjaannya.

***

"Syafa! Kamu di panggil pak Devan keruangan nya tuh," ujar salah satu karyawan.

"Baik, saya akan kesana. Terima kasih," balas Syafa. Orang itu pun langsung kembali ke meja kerjanya.

"Permisi pak," ujar Syafa dari luar pintu ruangan Devan.

"Ya, silahkan masuk."

"Pa Devan manggil saya?" tanya Syafa ketika sudah masuk kedalam ruangan itu.

"Iya. Apa saja jadwal saya hari ini?"

"Satu jam lagi bapak ada janji untuk bertemu klien di restoran tempat biasa bapak ketemu klien."

"Siapkan berkas-berkas yang akan kita perlukan, setelah itu kita akan langsung pergi."

"Tapi pak, apa gak sebaiknya kita salat Zuhur dulu pak?" usul Syafa.

"Udah gak ada waktu lagi," jawab Devan datar.

"Aduh pak, kita akan menemui klien satu jam lagi pak. Sedangkan shalat hanya memakan waktu yang lama paling cuma 5 menit saja. Jadi kita masih punya waktu buat shalat dulu."

"Kalau gitu kamu pergi shalat aja sana!"

"Loh bapak emang nya gak shalat?"

"Malas!"

" Astaghfirullah pak, shalat itu kewajiban kita, jadi kita gak boleh ninggalin shalat," ujar Syafa menasehati Devan. Devan hanya memutar matanya malas.

"Gak usah banyak ngomong kamu, kalau mau shalat ya cepetan sana, nanti saya tinggal."

"Gak! Saya tidak akan pergi shalat sebelum pak Devan juga ikut shalat."

"Yaudah, jangan salahin saya kalau kamu saya tinggal," ancam Devan.

"Jangan salahin saya juga yang gak akan berikan berkas yang bapak perlukan dalam pertemuan nanti," ancam Syafa juga yang berhasil membuat Devan bungkam.

Gadis gila

Demi keselamatan berkasnya, Devan terpaksa mengikuti ucapan Syafa. " Ya udah iya, saya shalat." Terlihat Syafa menyunggingkan senyumnya.

Syafa berjalan ke arah musholla kecil yang ada di kantor tersebut yang memang sudah disediakan untuk karyawan yang ingin beribadah.

Syafa dan Devan pun masuk ke dalam musholla tersebut dan menunaikan shalat. Beberapa karyawan yang masih berada di dalam musholla tersebut terlihat tak percaya. Devan, yang selama ini tidak pernah menginjakkan kakinya ke musholla ini, tiba-tiba tanpa angin tanpa hujan ia masuk ke musholla itu dan dia juga shalat.

Sungguh keajaiban yang luar biasa terjadi di perusahaan tersebut.

Terlihat beberapa karyawan berbisik membicarakan Devan. Namun Devan sama sekali tidak peduli.

"Eh, kamu tau gak? Tadi aku lihat pak Devan shalat loh," ujar salah satu karyawan.

"Beneran? Setan apa yang merasuki pak Devan sehingga dia mau shalat?" ujar karyawan lain yang ikut menimpali

"Entah. Jujur ya, ini pertama kalinya aku lihat pak Devan datang ke mushola itu dan melaksanakan shalat."

"Benar banget, tapi kenapa pak Devan bisa berubah pikiran gitu ya?" Mereka semua yang ada disana hanya mengedikkan bahu.

"Lagi ngomongin apa kalian?" ujar Devan yang tiba-tiba saja muncul dari belakang mereka dan diikuti oleh Syafa.

"Eng...enggak ngomongin apa-apa kok pak," bohong mereka.

Devan hanya menanggapi dengan datar ucapan mereka dan langsung berlalu pergi.

Mereka pun akhirnya bernapas lega. " Untung pak Devan gak dengar."

***

Devan dan Syafa baru saja sampai di restoran tempat mereka akan bertemu dengan klien. Syafa terlihat sedang sibuk membaca file yang ada di tangannya segi dia tidak menyadari kalau klien nya sudah datang.

"Selamat siang pak Devan!" Sapa orang tersebut.

"Siang juga pak Nathaniel Gilbert Abraham," balas Devan.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu lama."

Devan pun mengangguk "no problem," balas Devan.

Syafa yang mendengar percakapan itu pun langsung mendongakkan kepalanya.

Seketika mata Syafa langsung melebar ketika melihat orang yang ada didepannya tersebut. Napasnya tercekat, lidahnya kelu suaranya mendadak hilang hanya untuk menyapa orang tersebut.

Devan yang melihat suasana tersebut langsung membuka suara.

"Dia Syafa, sekretaris saya," ujar Devan memperkenalkan Syafa.

Dengan cepat Syafa langsung menetralkan kembali ekspresinya ketika laki-laki yang diketahui bernama Nathan itu mengulurkan tangannya.

"Saya Nathan." Dengan ragu, Syafa membalas uluran tangan Nathan tersebut.

"Syafa."

"Baiklah, apa bisa kita mulai membahas proyek kita sekarang?" ujar Devan.

"Oh, tentu," jawab Nathan. Sedangkan Syafa memilih untuk diam saja.

"Maaf pak Devan dan pak Nathan, saya permisi ke toilet bentar." Devan dan Nathan hanya kompak mengangguk saja.

Syafa sudah berada di toilet. Ia mengusap wajahnya kasar, rasa takut tiba-tiba menyelimuti dirinya.

"Kenapa dia kembali lagi?" ujar Syafa lirih. Syafa berusaha untuk menenangkan dirinya.

Setelah merasa sedikit tenang, Syafa pun memilih keluar dari toilet tersebut.

Ketika Syafa hendak keluar, ia dikagetkan oleh seseorang yang sudah berdiri di depan pintu.

"Halo Syafa, akhirnya kita ketemu lagi."

"Ka...kamu ngapain disini?" tanya Syafa. Entah kenapa, ia merasa takut dengan kehadiran orang yang sedang berdiri dihadapannya ini.

"Kamu kenapa takut sayang. Aku gak akan nyakitin kamu kok." Dia pun menampilkan senyum devilnya yang membuat Syafa semakin takut.

"Nathan! Sebaiknya kamu pergi dari sini, aku gak ada urusan sama kamu!" usir Syafa.

"Siapa bilang kita gak punya urusan? urusan kita banyak, dan harus segera kita selesaikan."

"Apa maksud kamu?"

"Kamu pasti tau apa yang saya maksud." Nathan pun meninggalkan Syafa yang masih berpikir apa maksud dari perkataan laki-laki tersebut.

Syafa memilih untuk kembali ke tempat duduknya. Ia takut Devan akan marah kalau sampai dia kabur dari acara pertemuan itu.

"Apa tidak ada waktu yang lebih lama lagi untuk kamu berada di toilet," ujar Devan dingin.

"Maaf pak, tadi ada banyak yang ngantri.

"Alasan!"

Syafa hanya menunduk saja tidak mau membalas ucapan dari Devan tersebut.

Devan pun kembali melanjutkan pembicaraan mengenai proyek yang akan mereka kerjakan. Nathan sedari tadi selalu menatap kearah Syafa membuat wanita itu menjadi risih.

Mangsa sudah di depan mata!

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status