“Kamu harus janji gak akan pernah menghilang lagi,” tatapan memohon Venus ke Mars. “Iya aku janji,” Mars mencium pucuk kepala Venus. Venus menghubungi dan memberi kabar ke Shasa bahwa dia akan bepergian untuk liburan lebih cepat dari jadwal yang telah direncanakannya. Dia merasa belum waktunya untuk jujur bahwa dia sudah bertemu dengan Mars. Venus benar-benar ingin bersama Mars selama seminggu ini tanpa ada gangguan. Mars tentu saja menyambut dengan antusias. “Ehm…apakah malam ini kamu juga gak akan tidur bareng aku?” tanya Venus yang menghabiskan sepiring spaghetti buatan Mars. “Gak, aku akan tidur bareng kamu,” jawab Mars hanya melirik untuk melihat reaksi Venus. “Ah really? Beneran?” girang Venus. “Iyaaaa…,” Mars menghela napas dan menggeleng geli atas reaksi Venus yang berlebihan. “Mars, ini apa?” tunjuk Venus ke dada Mars setelah mereka berdua berbaring di tempat tidur. “Ini…,” Mars melihat tempat
“Kamu tunggu disini ya, aku ngambil kendaraan di parkiran,” ujar Mars kepada Venus yang berdiri di lobby Apartemennya. “Iya.” Selang beberapa saat, suara deru mesin mobil, lebih tepatnya supercar berwarna hitam perpaduan warna gold keluar dari basemen parkiran Apartemen milik Mars. Mobil dengan kapasitas dua penumpang berhenti tepat di depan Venus. Venus memicingkan matanya menebak siapa orang di balik kemudi itu dengan kaca mobil yang sangat gelap itu. Pintu mobil tersebut dibuka ke atas, dan menampilkan sosok Mars dibalik kemudi. Senyum Venus terbit, bersidekap dan menggeleng geli. “Another surprise?” tanya Venus dan menaikkan alisnya sebelah. “Hmm, maybe,” Mars turun dan menghampiri Venus. “Kejutan apa lagi sih ini Mars, kamu kayaknya sengaja pamer depan aku. Apa ini cara kamu buat narik perhatian aku?” tebak Venus. “Hmm…bisa dibilang begitu.” “Hei sejak kapan aku silau akan harta.
Ajakan berbelanja membuat Mars menjadi kapok dan tidak ingin mengulanginya lagi, tubuhnya benar-benar lelah bahkan untuk berjalan pun hanya mampu menyeret langkahnya. Tentu ini berbeda saat harus push up ataupun pull up dengan gerakan teratur dan bermanfaat bagi tubuhnya dibandingkan berkeliling tidak jelas di dalam mal menemani Venus selama hampir tiga jam lebih. Kedua tangan Mars penuh akan barang belanjaan Venus hingga perlu menyewa seseorang untuk membantu membawakan barang-barang Venus lainnya. “Mars, kamu gak kehabisan duit kan?” tanya Venus memastikan, apalagi belanjanya hampir melebihi limit belanjanya tiap bulan. Mars bersikeras menggunakan uang pribadinya dan menolak uang dari Venus. “Gak, besok kamu belanja seperti ini juga aku mampu. Tapi aku gak sanggup nemenin kamu, betis aku sepertinya sudah gak mampu menopang tubuhku,” keluh Mars. Setelah puas berbelanja, mobil Mars tidak mampu menampung barang belanjaan Venus hingga
Kesalah pahaman antara Mars dan Venus kembali mencair. Hubungan keduanya semakin romantis dan tak terpisahkan. Selama seminggu bersama Mars, waktu berjalan lebih cepat dari biasanya bagi Venus.Dret...dret…dret…Ponsel Venus berbunyi, sebuah panggilan masuk. Sebuah nomor baru, terlihat seperti panggilan internasional.“Halo, sister. How are you?” sapa seseorang dibalik panggilan itu.“Abang!!!” suara yang sangat dikenali dan dirindukan oleh Venus.“Iya, aduh gak usah teriak gitu dong, telinga aku pengang nih. Kamu dimana sekarang?”“Emm...em...di apartemenku, kenapa?” bohong Venus. Mars keluar membelikan buah dan beberapa makanan untuk mengisi persediaan kebutuhan mereka di lemari pendingin.“Jemput aku di bandara besok pagi. Malam ini aku berangkat kembali ke tanah air.”“What!!! Really!? Ab
Venus mengirimkan pesan ke Mars agar menemuinya di Apartemen untuk mengambil barang yang dibutuhkannya. Mars juga berniat membawakan semua barang-barang yang telah dibeli bersama Venus tetapi Venus menyarankan untuk menyimpannya sementara disana. Sesekali Venus mugkin saja akan menginap di penthouse milik Mars. Tentu saja Mars sangat menyetujui usulan Venus itu.Venus lebih dulu tiba di apartemen itu ditemani sopir keluarganya atas perintah Marvel, abangnya. Sopir keluarganya dibiarkan menunggu di lantai bawah.Venus mulai memencet kode apartemennya. Tapi seseorang membekap mulutnya, dan mendekapnya dari belakang, Venus memberontak. Orang itu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Ternyata Mars yang berdiri di depannya.Mars menyergap Venus dengan ciuman di lehernya, dan mengelus paha Venus.“Ah…Mars stop!!!” Venus mendorong tubuh Mars lembut. Dia tidak ingin ada orang melihat tindakan mereka berdua.Bug&ldq
Seperti dugaan Venus, maminya, Diandra memanfaatkan waktu berdua dengan putri kesayangannya. Berbelanja berkeliling mal, masuk ke toko satu kemudian berpindah ke toko lain, dilanjutkan ke spa perawatan wajah dan tubuh, terakhir meninjau keadaan NW Centrall hotel warisan kakek dari Maminya.Marvel tidak bersama mereka, dia mempunyai agenda sendiri, bertemu dengan teman-temannya sebelum sibuk membantu Papinya mengurus perusahaan.Diandra berniat makan siang karena merindukan masakan chef hotel miliknya tentu saja sebagai salah satu quality control untuk mengetahui bagaimana pengelolaan hotel ini. Diandra menunjuk orang kepercayaan untuk mengelola hotel tersebut. Hal ini berdasarkan keinginan Marcell yang tidak ingin Diandra sibuk mengurusi pekerjaannya di usia mereka yang menginjak hampir kepala lima.Marcell selalu ingin bersama Diandra kapan pun. Bahkan agenda bisnis di luar kota ataupun ke luar negeri, istrinya harus mendampinginya. Marcell be
Selepas makan siang bersama Adrian, Venus dan orangtuanya berpisah dikarenakan Adrian harus kembali ke kantor. Kembali Venus mendapat ultimatum dari kedua orangtuanya. Hidup bebas dan mandiri lepas dari orangtua tidak membuat Venus berhubungan dengan sembarangan pria juga tak luput menjaga kehormatannya. Hal itu yang selalu ditekankan Maminya, hingga Venus bosan mendengarnya. Entah pengalaman apa maminya di masa muda sehingga dia mewanti-wanti hal seperti itu. Sejak makan siang terakhir bersama Adrian juga, Venus mencium gelagat aneh dari keluarganya. Kedua orangtua dan abangnya kompak menjodohkannya dengan Adrian walaupun terkesan samar. Venus berkali-kali harus menghela napas panjang saat semua membicarakan bagaimana dia dan Adrian tampak serasi. Bahkan abangnya Marvel ikut-ikutan sebagai tim pendukung hubungan mereka. Adrian juga terlihat mendekatkan diri pada keluarga Venus. Adrian hampir setiap saat berkunjung ke kediaman keluarga Marcell Adiwijaya hanya
Beberapa hari sebelum pertunangan. Saat mendengar rencana pertunangannya dengan Adrian malam itu, hari-hari menuju hari sakral tersebut dilalui Venus dengan wajah suram dan tanpa gairah hidup. Semua terasa cepat tanpa mampu di-stop bahkan di-pause layaknya sebuah film. Adrian sebagai dalang yang merencanakan semua ini membuat citranya di mata Venus licik dan tidak tahu malu, seketika perasaannya yang kagum menjadi benci sebenci-bencinya. Belum lagi rasa frustasinya harus menjelaskan hal ini kepada Mars. Dia mengurangi porsi makannya bahkan makanan itu kadangkala tidak disentuhnya. Saat ingin tidur dia bergerak gelisah dan tidak nyaman. Dia mulai merencanakan untuk kabur bersama Mars. Tapi apakah dia berani menentang orangtuanya. Dia tidak yakin. Diandra yang begitu bersemangat dan sumringah menatap wajah putrinya saat mencoba gaun pertunangannya membuat Venus mengurungkan niatnya. Mungkin inilah saatny