Share

3. Tidak Menerima Takdir

Sebelum pernikahan itu berlangsung. Zanna masih boleh bekerja di kantor. Setidaknya gajinya harus turun terlebih dahulu sebelum resign. Walaupun dia diberikan uang oleh Alfa untuk pembayaran awal mereka. Namun ini juga jumlahnya lumayan ketika gajian nanti.

Pekerjaannya sekarang jauh berbeda dibandingkan sebelumnya. Kalau dulu, seniornya akan menumpuk pekerjaan di atas mejanya Zanna. Sejak pengakuan Alfa mengenai Zanna adalah calon istrinya. Satupun dokumen tidak ada di atas mejanya. Dia ke kantor hanya bengong. Meminta pekerjaan pada atasannya. Tapi mereka semua mengatakan tidak ada tugas untuk Zanna.

Di sebelahnya ada Kimmy, wanita itu sedang sibuk dengan pekerjaannya. “Kim, pekerjaan kamu banyak. Apa kamu perlu bantuan?”

Wanita itu menoleh sambil tersenyum. “Ah tidak perlu, Zanna. Kamu duduk saja, atau main game di PC.”

Dia bersandar, rasanya semua orang berubah. Makan siang yang tadinya juga harus antre di kantin. Zanna orang yang paling didahulukan.

Bosan dengan suasana di kantor. Dia iseng ke ruangan direktur perusahaan ini. Mengetuk pintu ruangan itu.

Dipersilakan masuk oleh direkturnya. “Masuklah!”

Dia masuk dan menutup pintu dengan pelan. Wanita itu merasa sangat bosan kalau tidak ada yang dikerjakan.

“Pak, apakah aku tidak ada pekerjaan lain?”

Pria itu bangun dari tempat duduknya, menarik kursi dan mempersilakan Zanna untuk duduk. “Jangan terlalu lelah, Zanna. Sebentar lagi pernikahanmu akan dilaksanakan.”

“Tapi aku sebentar lagi juga akan resign.”

“Tidak ada pekerjaan untukmu. Kamu bisa ke salon, atau bisa main game. Bisa rebahan di mana saja kamu mau.”

“Aku biasanya fotocopy apa pun yang disuruh oleh atasanku. Atau aku kadang disuruh bikin kopi sama Bapak. Tapi kenapa sekarang semuanya baik sama aku?”

“Jangan bertanya, Zanna. Kamu sendiri yang tidak pernah ngomong kalau calon suamimu adalah pemilik perusahaan ini.”

Zanna lupa kalau suaminya mengawasi mereka semua kalau ada yang melakukan tindakan bully lagi. Menyuruh Zanna membersihkan toilet. Atau membuatkan mereka kopi sebagai bayaran untuk hukuman.

“Akhir-akhir ini Pak Romi nggak kelihatan lagi, Pak. Apakah dia sedang cuti?”

“Dipecat setelah dia ketahuan memotong gajimu karena kamu terlambat waktu itu.”

Zanna mengangguk, beberapa kali gajinya dipotong oleh atasannya. Sekarang di baru tahu kalau Romi yang biasanya paling berkuasa tiba-tiba sudah tidak ada di kantor lagi. “Pakai saja mobil saya! Silakan jalan-jalan. Jangan sampai Doni kemari dan memberikan perintah untuk memecat orang lagi, Zanna.”

“Padahal aku tidak mengadu apa pun.”

“Kamu tidak mengadu, Zanna. Tapi ini mengenai Doni, matanya ada di mana-mana.”

Dia mengangguk pasrah setelah mendapatkan jawaban itu dari bosnya. “Kalau aku nggak ada kerjaan. Apa yang aku lakukan di sini, Pak?”

“Pulang saja, Zanna. Istirahat, atau kamu bisa olahraga. Siapkan tenaga kamu buat pesta. Karena menurut informasi, semua para orang penting di undang.”

Zanna tidak tahu soal itu. Yang dia tahu hanyalah tentang pernikahannya akan digelar sebentar lagi.

Perintah pulang dari direkturnya pun dia turuti. Zanna tidak mengerjakan apa pun, hanya bengong sepanjang hari. Ini berlangsung selama beberapa hari Zanna masuk bekerja. Tidak ada satu pun orang yang mengganggunya lagi.

Sampai di rumah. Baru saja dia membuka gerbang, Zanna mendengar suara Reza berteriak di dalam rumah.

Buru-buru dia masuk untuk memastikan apa yang telah diperbuat oleh Reza terhadap Nima—mamanya.

“Itu milik kakak kamu, Reza.”

“Nggak bisa, Ma. Aku harus jual ini demi bayar hutang.”

Zanna langsung menghampiri dan melihat Nima dibentak oleh Reza. “Apa yang kamu lakukan, Reza?”

“Hanya mengambil uang beberapa saja. Jangan marah!”

Dilihatnya uang untuk biaya pengobatan Nima di Singapura dibobol oleh Reza di brangkas kecil itu. “Kamu sampai kapan seperti ini? Coba kamu kerja dan cari uang sendiri. Ini untuk biaya pengobatan, Mama.”

Reza mengambil semua uang itu dan berdiri di depannya. Reza tidak tahu mengenai uang yang dibayarkan oleh asistennya Alfa untuk ganti mobil yang dirusak oleh adiknya pada saat balapan. “Waktu itu kakak sanggup untuk membiayaiku sebelum Papa meninggal. Sekarang sudah menyerah?”

Tatapannya kosong ketika papanya dibahas lagi oleh adiknya. Tidak ada yang mau hidup seperti ini. Mamanya sakit oleh tingkah Reza. Sejak sang papa meninggal, yang menjadi tulang punggung adalah Zanna. Melakukan segala cara agar orang rumah bisa mendapatkan kebahagiaan. Tapi Reza memanfaatkan semua itu. Menganggap bahwa Zanna adalah bank berjalan. Mengambil uang sesukanya. Menggadaikan sertifikat rumah dan bahkan mobil mereka pun dijual untuk membeli minuman keras. “Kamu cari uang sendiri. Jangan manfaatkan kakak kamu lagi, Reza!”

“Malas. Ngapain kerja kalau dia bisa cari uang. Toh juga dia nggak bakalan nikah. Kenapa nggak jual diri juga, Kak?”

Sambil menghitung uang itu, adiknya berkata dengan sangat santai. Rokok masih di mulutnya dan tiba-tiba.

Plaaaak.

Zanna menatap mamanya yang baru saja melayangkan tamparan pada Reza. “Mama,” suaranya Zanna terdengar parau ketika pertama kali sang mama melakukan tindakan ini pada Reza.

“Semua beban yang kamu lakukan ditanggung oleh kakakmu sendiri. Apa kamu pernah mikir dia capek atau nggak?”

Reza membuang rokoknya sembarangan. Lalu menatap mereka berdua dengan tatapan yang sangat menyeramkan. “Aku tidak peduli. Seperti yang aku bilang, dia setidaknya jual diri. Kita bisa hidup dengan enak. Masih banyak yang mau sama dia. Masih muda, apalagi dia sangat cantik. Dia masih perawan, setidaknya dia laku ratusan juta pada laki-laki yang berduit.”

“Tutup mulutmu!”

Meskipun itu dilakukan oleh Zanna. Tapi tidak pernah terima apa yang dikatakan oleh adiknya mengarah kepadanya. Ini sangat menyakitkan bagi Zanna. Tidak ingin kalau sang adik melakukan tindakan yang begitu jahat.

“Kalau tua bangka itu nggak mati. Kita nggak akan pernah hidup menderita seperti ini,” nada bicaranya sangat tinggi. Reza sangat dimanja dulunya. Apa pun diinginkan selalu ada. Berbeda dengan yang sekarang. Hutang di mana-mana, masalah dilakukan oleh adiknya karena masih merasa sulit untuk menerima kehidupan yang sekarang.  

Reza masih tidak terima kepergian papanya yang meninggal beberapa tahun lalu. Kehidupan mereka sangat berada dulunya. Sebelum semuanya berubah drastis seperti sekarang. Zanna yang belum tahu apa-apa harus memutar otaknya agar bisa menghidupi adik juga mamanya.

Tidak pernah ada manusia yang siap dengan kematian. Begitu juga dengan papanya Zanna yang pasti ingin selalu di sisi mereka.

Zanna yang memeluk mamanya. Tangannya ditarik paksa oleh Reza. “Ikut denganku, Kak. Aku akan mencarikan pria yang banyak uang dan menjadikan kakak sebagai simpanannya.”

Nima berteriak, Zanna berusaha memberontak dari adiknya. Tangannya Reza begitu kuat dan menyeret Zanna dengan begitu hebat.

“Lepaskan aku, Reza!”

Nima yang berusaha menahan pun disenggol oleh Reza. “Jangan bertindak kasar sama kakak kamu!”

Terdengar suara tepuk tangan yang membuat Reza berhenti. “Lepaskan tangan kotormu dari calon istriku!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status