Share

Bab 4

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2025-04-08 07:12:20

Bab 4

"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku aja," sahut Rindi tertunduk.

"Pulang ke rumah orang tuamu? Yakin? Kenapa nggak tinggal di sini aja. Kalau emang nggak betah tinggal di rumahku, kita bisa membeli rumah baru untukmu. Toh tabunganmu masih banyak 'kan?" Dinda menghampiri Rindi dan mengambil koper sahabatnya itu. 

"Pulang ke kampung bukan solusi yang baik. Apa kamu sudah siap jika nanti ditanyakan oleh papamu tentang pernikahanmu dengan Malik? Belum lagi nanti ocehan para tetangga di sana?" Gadis itu mendudukkan Rindi di sofa dan meminta Rindi untuk menenangkan diri terlebih dahulu. 

"Aku sudah tidak sudi lagi melihat wajah Mas Malik. Aku tidak sudi bertemu dengannya suatu saat. Jadi lebih baik aku pulang kampung saja."

"Tapi bagaimana kalau ...."

"Orang tuaku pasti akan mengerti. Dan aku tidak akan pernah peduli dengan apapun perkataan para tetangga. Tekadku sudah bulat."

Dinda menarik nafas dalam-dalam mendengar perkataan Rindi. Ia tak bisa menahan sahabatnya itu karena Rini pun berhak mengambil keputusan atas hidupnya. 

"Lalu bagaimana dengan perceraianmu dengan Malik?"

"Sekarang aku ingin menemui pengacaraku. Aku ingin menyerahkan semua bukti-bukti tentang perselingkuhan Mas Malik. Aku menyerahkan semua urusan perceraian ini kepadanya," sahut Rindi.

Dinda manggut-manggut mendengar ucapan Rindi. Ia kemudian mengambil sebuah tas yang berisi foto perselingkuhan Malik dan Karin yang ketika tertangkap basah di dalam kamar ini. Rekaman di kamera CCTV pun juga sudah diselipkan di sana. 

"Kapanpun kamu ingin kembali ke sini. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu," ujar Dinda. "Hubungi aku kalau kamu butuh bantuan apa pun."

Rindi menghela nafas lega karena akhirnya Dinda melepaskan kepergiannya. Ia mengambil kunci mobil yang terletak di atas nakas.

"Terima kasih karena selama ini kamu selalu mengajarkan aku untuk tidak membeberkan semua yang aku miliki pada Mas Malik. Termasuk mobil ini," ujar Rindi sambil memutar-mutar kunci mobil yang ia pegang. 

Mobil mungil yang hanya muat untuk 4 orang itu memang dimiliki oleh Rindi ketika ia belum menikah dengan Malik. Ia sengaja merahasiakan identitas dirinya yang merupakan anak seorang pengusaha besar di sebuah Kabupaten yang berjarak dua Kabupaten dari tempat tinggalnya bersama Malik.

***

Rindi kuliah di Universitas Jambi dan mengenal Malik di sana. Namun ia mengaku hanyalah seorang gadis miskin yang berasal dari kampung dan tidak memiliki siapa-siapa selain ayahnya yang bekerja sebagai seorang penyadap karet. 

"Nggak masalah kok. Aku tetap menerima kamu apa adanya meskipun kamu hanya anak seorang petani karet," ujar Malik saat itu membuat Rindi merasa yakin kalau Malik adalah seorang laki-laki yang baik. 

Namun, atas saran dari Dinda, Rindi merahasiakan identitas aslinya dan orang tuanya. Mereka menyewa rumah orang di salah satu kampung orang tua Dinda dan sepetak sawah di sana.

Rindi dan Malik sama-sama meniti karir setelah lulus kuliah S1. Bedanya Malik langsung melanjutkan S2 dengan biaya dari berjualan online yang dilakoni oleh Rindi ditambah gaji Malik sebagai ojek online.

Selama umur pernikahan Rindi dengan Malik, mereka hanya sesekali saja pulang ke kampung yang sebenarnya bukan kampung orang tua Rindi. Ia melakukan semua itu atas saran dari Dinda meskipun Rindi terkadang tetap banyak berkorban agar Malik mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik. 

***

"Semua urusan perceraian saya serahkan kepada anda. Ini bukti-bukti yang anda butuhkan. Dan ini buku nikah kami. Saya akan membayar berapapun biayanya asal anda tidak melibatkan saya dalam perkara ini," ujar Rindi seraya menyerahkan sebuah tas berukuran besar kepada lelaki yang tengah mengenakan jas berwarna hitam. 

"Saya pastikan secepatnya Anda bisa menerima surat cerai dari pengadilan," sahut lelaki itu setelah menyalami tangan Rindi. 

Setelah semua urusannya dengan pengacara selesai, Rini pun mengemudikan mobilnya menuju jalanan yang sudah lama tidak ia tempuh. 

Sepanjang perjalanan, Rindi berusaha istighfar dan tidak menangis. Ia tidak ingin kefokusannya membawa mobil akan menjadi hancur berantakan hanya karena menangisi pengkhianatan Malik. 

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 4 jam, Rindi akhirnya sampai di sebuah perkampungan yang masih asri. Ia memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah megah yang berbeda dari rumah lainnya. 

"Non Rindi? Ya ampun Ini beneran Non Rindi?" Seorang perempuan yang tengah memakai daster tergopoh-gopoh menghampiri Rindi. 

"Iya, Mbok. Papa ada?" Rindi mencium punggung tangan perempuan yang telah bekerja di keluarganya selama puluhan tahun. 

Ia segera masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang bercampur aduk. Hingga akhirnya air matanya tak mampu tertahankan dan tumpah begitu saja ketika melihat sesosok yang teramat sangat dirindukannya tengah terbaring lusuh di atas ranjang. 

"Papa!" Rindi setengah berteriak menghampiri papanya yang tengah terbaring lemah tak berdaya. 

 "Papa sakit? Kenapa nggak nelpon Rindi?" Tanya Rindi yang langsung serta merta menciumi punggung tangan ayahnya dan wajah sang ayah dengan penuh cinta. 

"Baru tadi pagi Bapak tidak kuat bangun. Sebenarnya Simbok ingin menghubungi Non Rindi nanti sore. Tapi alhamdulillah Non Rindi sudah kembali ke sini," ujar Simbok sebelum pergi meninggalkan Rindi.

"Papa nggak apa-apa, Sayang. Jangan terlalu cemas begitu," ujar Pak Feri dengan nada lemah. 

Candra Atmaja adalah ayah kandung Rindi yang merupakan seorang pemilik perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit. 

Selain memiliki perusahaan, Pak Candra memiliki ratusan hektar perkebunan sawit yang dikerjakan oleh warga di tempat tersebut. 

"Kamu sudah membuka identitasmu di hadapan Malik sehingga pulang ke sini?" Pak Candra memindai tempat tersebut dan mencari-cari keberadaan Malik. 

"Tidak, Pa. Sampai mati pun Malik tidak akan pernah tahu siapa Rindi sebenarnya," sahut Rindi. 

"Maksudmu apa, Nak?"

"Papa jangan banyak pikiran dulu. Nanti Rindi ceritakan."

"Kamu bercerai dengan Malik? Dengan alasan apa?" Pak Candra tidak sanggup mengulur waktu untuk mendengarkan penjelasan dari putrinya. 

"Karena aku dianggapnya mandul."

"Dan itu benar?"

"Aku tidak tahu ...."

***

"Kebetulan kamu sudah pulang kembali ke rumah ini. Jadi Abang ingin memintamu untuk mengelola perusahaan Papa." Alvin menghampiri Rindi yang tengah memijat kaki papanya. 

Alvin adalah kakak Rindi satu-satunya karena mereka hanyalah dua saudara. Lelaki itu tinggal di Bangka Belitung setelah menikahi perempuan daerah sana. 

"Kenapa tidak Abang saja yang pindah ke sini? Aku tidak menguasai ilmu perusahaan." 

"Abang sudah memiliki usaha yang cukup pesat di sana. Jadi tidak mungkin mengelola perusahaan Papa. Lagi pula, kamu tahu sendiri kalau Kak Lia adalah anak tunggal, Jadi Abang tidak bisa membawanya tinggal di sini," sahut Alvin. 

"Tapi Rindi tidak paham tentang perusahaan."

"Segala sesuatu itu bisa kita pelajari kalau kita punya niat. Abang yakin kamu pasti bisa." Alvin menepuk bahu Rindi dengan penuh keyakinan. 

Rindi menatap abangnya yang sedang bersiap-siap hendak pulang kembali ke Bangka Belitung. "Aku tahu ilmu perusahaan itu bisa dipelajari. Tapi kalau tidak ada yang mengajariku, Aku harus bagaimana?" Tanyanya sambil melipat kedua tangan di dada. 

"Abang sudah menghubungi salah satu relasi bisnis Papa yang akan mengajarkanmu untuk memegang tampuk perusahaan."

"Relasi bisnis Papa? Berarti aku harus belajar dengan om-om?" Rindi menarik nafas berat dan terduduk lemas di sofa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 36

    "Ini benar-benar aneh. Berani-beraninya mereka meletakkan nominal yang cukup besar dan jauh dari target yang aku tentukan." Rindi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia kembali membuka lembaran demi lembaran yang ada di dalam berkas itu. Hingga akhirnya ia menyadari kalau ada banyak perbedaan nominal yang tertera di file di dalam komputer dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. "Ke ruangan saya sekarang!" Rindi segera menghubungi sekretarisnya untuk segera masuk ke ruangannya. Beberapa saat kemudian, sekretaris Rindi masuk ke dalam ruangan. "Apa-apaan ini? Kenapa berkasnya tidak sama dengan apa yang saya tulis di dalam file ini?" Ujar Rindi seraya menghempaskan map yang ada di hadapannya. "Ituuuu ...." Sekretaris itu terlihat gugup mendengar Rindi yang berbicara dengan nada lantang. "Itu kenapa? Jelas-jelas kemarin saya sudah mengirimkan file ini kepada anda tapi mengapa anda memberikan berkas yang berbeda pada saya?" Tanya Rindi lagi. "Kalau permintaan kita segini besar kepad

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 35

    "Kamu diantar siapa?" Malik langsung menghadang Karin yang baru saja hendak masuk ke dalam kantor. Karin terkejut melihat Malik yang tengah berdiri sambil menyilangkan kakinya di depan pintu kantor tersebut. Ia merasa lega karena tadi kaca mobil kekasihnya tidak terbuka sehingga Malik pasti tidak melihat siapa yang ada di dalam mobil. "Barengan sama teman. Kebetulan dia lewat sini. Jadi aku numpang sama dia," sahut Karin. Ia berlalu masuk ke dalam kantor. "Laki-laki atau perempuan? Kok kamu senyum-senyum gitu sih?" Malik setengah berlari mengejar Karin."Kita ini di kantor ya, Mas. Jangan sampai orang-orang pada curiga dengan kedekatan kita," ujar Karin seraya mendelik pada Malik. Malik berdecih lirih dan membiarkan Karin yang hendak masuk ke dalam ruangannya. Ia juga khawatir jika nanti ada teman kantor yang melihat kedekatannya dengan Karin yang nanti akan mengundang kecurigaan bagi mereka. Secara peraturan di kantor tidak memperbolehkan ada karyawan yang menjalin hubungan. "B

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 34

    "Om yang menjadi saksinya." Tiba-tiba Pak Abdul hadir di ruangan itu. Rindi menatap Pak Abdul dan Pak Gunawan bergantian. Ia sangat yakin kalau kedua saudara ayahnya itu tengah mengelabuinya. "Mana buktinya kalau Papa memberikan peralihan perusahaan kepada kalian berdua?" Ujar Rindi seraya menadahkan tangannya. "Kalau hanya melalui omongan saja, siapa yang mau percaya?" Tambahnya lagi. Pak Gunawan dan Pak Abdul saling pandang. Mereka saling melirik karena tak menyangka Rindi akan menanyakan hal tersebut. "Sudahlah, Rindi. Hal seperti ini tidak perlu diributkan." Pak Abdul menatap geram pada keponakannya itu. "Kamu sudah membaca sendiri 'kan surat yang tertulis di dalam map itu.""Aku memang sudah membacanya. Tapi aku tetap tidak percaya kalau Papa yang menuliskan surat peralihan itu." Rindi berkata dengan tegas. "Karena aku tahu persis siapa kuasa hukum Papa," tambahnya lagi. "Kenapa harus pakai kuasa hukum segala? Ini hanya perkara tentang peralihan perusahaan sementara menjelan

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 33

    Rindi menyunggingkan senyum saat melihat Karin dan lelaki itu masuk ke dalam salah satu apartemen. Ia pun segera mengambil gambar nomor apartemen tersebut "Dari awal aku sudah curiga. Jangan-jangan bayi yang dikandung oleh Karin bukan bayi Mas Malik. Karena aku tidak mungkin mandul," ujar Rindi sambil tersenyum kecil."Kamu akan mendapat kejutan besar, Mas. Aku akan membuktikan kebusukan Karin agar kamu sadar akan kesalahanmu selama ini," tambahnya lagi. Rindi buru-buru meninggalkan lorong tersebut dan segera masuk ke dalam apartemen Deva. Sesampai di dalam apartemen, ia segera mengabarkan Deva. "Aku menemukan fakta adanya skandal antara Karin dan seseorang," ujar Rindi. "Skandal? Tentang apa?""Besok saja aku beritahu. Sekarang badanku benar-benar capek dan aku mau istirahat." Rindi memutuskan sambungan telepon secara sepihak. "Tapi, Rin." Deva menggerutu karena Rindi memutuskan sambungan telepon tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu. Namun seper detik berikutnya lelaki itu men

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 32

    "Jangan ganggu aku!" Pergi kamu dari sini!" Malik mengibas-ngibaskan tangannya ke arah sosok besar itu. Tanpa pikir panjang ia langsung ambil langkah seribu. Tak dipedulikannya kondisinya yang saat itu tengah memakai celana pendek dan baju kaos. "Aku harus segera pergi meninggalkan rumah terkutuk itu. Aku tidak mau mati konyol di sana," ujar Malik yang langsung merogoh ponselnya. Malik merasa beruntung karena tadi ia sempat memasukkan dompet ke dalam saku celananya. Itu dikarenakan ia ingin memesan makanan delivery karena perutnya yang terasa lapar. "Sebaiknya aku menginap di hotel saja. Daripada tinggal di rumah mewah tapi penuh dengan hantu," ujarnya sembari mencari hotel melalui ponselnya. Malik pun menemukan hotel termurah dan segera mendatangi hotel itu dengan memakai ojek online. Ia mengistirahatkan tubuhnya dan berusaha menghubungi Karin kembali. "Keterlaluan sekali si Karin. Berani-beraninya dia ninggalin aku seorang diri di rumah. Padahal dia tahu kalau aku ini seorang

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 31

    "Dasar anak kurang ajar! Berani-beraninya kalian mengusir Om dari sini?" Pak Abdul terkejut melihat Alvin yang mengusirnya. "Kami selalu diajarkan kok sama Papa, tapi kami tidak akan pernah membiarkan ada orang yang ingin menguasai harta Papa," ujar Rindi. Sedikitpun ia tidak takut pada ketiga saudara papanya yang saat ini terang-terangan ingin menguasai harta keluarga mereka. "Ingat ya, Om. Papa memang sedang sekarat di ruang ICU, tapi ada Rindi dan Bang Alvin yang akan mengelola harta kami. Jadi kalian tidak usah repot-repot mengurusi yang bukan hak kalian," tambah Rindi lagi. Pak Abdul menoleh pada kedua saudaranya. Hingga akhirnya mereka pun pergi meninggalkan rumah tersebut. "Dev, kamu masih di rumah sakit 'kan?" Alvin mengirimkan pesan pada Deva. "Masih. Ini lagi dalam ruangan ICU," balas Deva. Alvin dan Rindi bergegas menuju rumah sakit karena khawatir jika ketiga pamannya itu akan kembali datang ke rumah sakit dan berbuat jahat pada Papa mereka. Sepanjang perjalanan me

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 30

    "Kami ingin mendiskusikan tentang perusahaan Bang Chandra." Pak Abdul melanjutkan ucapannya. Rindi dan Alvin yang duduk berdampingan hanya mendengarkan dengan seksama. "Mengingat kondisi Bang Chandra yang saat ini sedang kritis, kami memutuskan untuk mengambil alih perusahaan miliknya. Dan yang akan mengambil alih perusahaan induk adalah Gunawan," ujar Pak Abdul. "Om Gunawan? Kenapa harus Om Gunawan?" Alvin yang sedari tadi sudah ingin mengeluarkan kata-kata segera menanyakan hal tersebut. "Karena Om Gunawan adik Papa kalian yang paling muda. Dia masih energik dan pasti bisa mengelola perusahaan itu dengan baik," sahut Pak Abdul. "Itu untuk perusahaan yang ada di kota Jambi. Sementara untuk perusahaan cabang, biar nanti akan dikelola oleh Om Syahril.""Sedangkan perkebunan, biar Om Abdul sendiri yang akan mengelolanya karena dekat dengan lahan milik Om Abdul." Lelaki bertubuh gemuk itu melanjutkan ucapannya. "Terus Om kira kami berdua akan menerima keputusan yang Om buat begitu

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 29

    "Kok malah minta uang sama aku? Kan kamu punya uang sendiri?" ujar Malik kesal. "Hallo. Yang mau makan 'kan kamu. Jadi kamulah yang harus beli," sahut Karin tanpa menurunkan tangannya. Malik merogoh dompet di saku celananya. Lalu memerintahkan Karin untuk segera memesan makanan karena perutnya yang sudah terasa lapar. "Ya sudah, kamu mandi saja dulu. Nanti kita pikirkan bagaimana caranya supaya jabatan kamu bisa naik lagi," ujar Karin tersenyum.Malik menuruti perkataan Karin. Lelaki itu segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya. Karin yang melihat Malik masuk ke dalam kamar, segera merogoh ponselnya. "Sayang, Mas Malik diturunkan dari jabatannya." Begitulah pesan yang dikirimkan Karin melalui ponselnya itu. "Kok bisa?""Katanya dia diturunkan jabatan karena tidak datang meeting tadi siang.""Bukannya sudah biasa seperti itu?""Iya benar. Tapi sekarang perusahaan diambil alih anak Pak Jodi. Jadi beliaulah yang menurunkan jabatan Mas Malik.""

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 28

    "Kamu beneran nggak tahu kebiasaan buruk suamimu dengan urusan pekerjaan?" Deva menatap serius pada Rindi. "Aku bener-bener nggak ngerti?""Ternyata Malik itu sering banget terlambat datang meeting ke kantor. Berbagai alasan yang selalu dia sampaikan kepada Faisal. Salah satunya tidak enak badan." Deva pun akhirnya meluruskan pembicaraannya. "Nggak mungkin. Selama ini setiap kali ada meeting penting, Mas Malik selalu minta dibangunkan pagi sama aku. Jam 07.00 juga dia sudah berangkat ke kantor."Deva terkekeh mendengar perkataan Rindi. "Aku serius, Dev." "Aku percaya kok sama kamu. Yang membuat aku tidak habis pikir, kenapa perempuan smart seperti kamu bisa dibohongi oleh laki-laki seperti Malik." Deva menggelengkan kepalanya sambil menatap miris pada Rindi. "Selama ini, setiap kali sebelum meeting dia pasti pergi ke suatu tempat yang membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Di sanalah dia mengulur waktu untuk datang ke kantor.""Berarti Mas Malik punya selingkuhan lain? Secara Kari

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status