Mataku tidak sengaja melihat ke arah luar. Dibalik pohon akasia yang letaknya tepat di pinggir jalan rumahku, aku melihat Mas Adam sedang berdiri di balik sana dan memerhatikan kami di dalam. Mata kami sempat bertemu beberapa detik. Tampak Mas Adam terkejut. Ia malah lari setelah itu."Oh itu dia! Malah kabur!" kataku bereaksi spontan sembari menunjuk ke arahnya yang sedang berlari.Mas Ginan dan ketiga polisi tersebut secara bersamaan menoleh ke arah yang aku tunjuk. Mereka juga sempat melihat Mas Adam berlari."Tuh lihat, Pak! Kalau memang benar kami berzinah, kenapa dia nggak ikut masuk ke sini? Malah dia yang melarikan diri," kataku ketus kepada ketiga polisi tersebut.Ketiga polisi tersebut terlihat bingung. Lalu salah satu diantaranya bersuara. "Maaf, Bu. Kami tidak tahu yang dilaporkan oleh beliau benar atau tidaknya. Tapi karena negara kita adalah negara hukum sebaiknya Bapak dan Ibu harus membuktikan bahwa kalian benar-benar tidak sedang berzina."Au tercengang. Bisa-bisanya
Aku dan Mas Ginan memasuki ruangan yang dimaksud oleh polisi wanita tersebut. Dua polisi pria juga mengawal kami.Setelah masuk ke dalam, seorang perempuan yang mengenakan jas putih mempersilakan kami untuk duduk tepat dihadapannya. Ia adalah seorang dokter yang telah memeriksa visum kami. "Bapak dan Ibu hasil visumnya bisa dibaca disini," katanya sembari memberikan beberapa lembar kertas kepada kami.Aku dan mas Ginan melihat secara bersamaan. "Bapak dan Ibu hasil visumnya aman. Tidak terjadi terjadi tanda-tanda telah melakukan hubungan seksual. Jadi kalian dinyatakan bebas tidak melakukan perzinahan," katanya.Aku dan mas Ginan bernafas lega. Akhirnya tuduhan perzinahan tidak terbukti."Kalau begitu saya minta dibuatkan surat laporan karena mas Adam yang masih berstatus suami saya sudah menuduh saya berbuat zina," kataku meminta kepada polisi pria yang sedang berdiri di sebelah kami."Apakah itu tidak masalah, Bu?" tanya salah satu dari polisi tersebut. Wajahnya tampak bingung. Kemu
"Lho! Itu ya bukan urusan aku dong. Itu karena kamu udah jahat sama aku. Kamu udah merebut suamiku. Sekarang kamu yang harus menikmati hukuman itu. Hukuman langsung dari Tuhan untuk kamu," kataku dengan ketus.Sementara Tere terus menangis. Malah tangisannya kini semakin kencang. Ia terlihat seperti orang yang tidak waras lagi."Kak tolong maafkan aku. Aku bisa ngelakuin apa aja yang kakak suruh asalkan kakak bisa memaafkanku dan membersihkan nama baik ku di sekolah. Di tempat kerjaku," pintanya.Ia menambahkan kalimatnya lagi sebelum aku membalas ucapannya. "Aku nggak ada kerjaan lagi, Kak. Cuman itu satu-satunya harapanku. Mohon kak jangan seperti ini.""Kamu aneh ya! Apa yang bisa aku lakuin?" tanyaku dengan sewot. Aku sudah sangat risih."Kakak bisa datang ke sekolahan. Kemudian kakak temui kepala sekolah dan katakan bahwa kasus ini nggak benar. Tolong bersihkan nama baikku. Tolong, aku tidak ingin dicap buruk."Aku tertawa kencang. "Hahaha. Kok ada ya orang kayak kamu, Tere? Kamu
Aku dan Birana langsung saja menuju kantor Polisi. Sesampainya di sana, benar saja mas Adam sudah duduk di depan polisi untuk dimintai keterangan."Ibu Ghida, silakan duduk disebelah Bapak Adam," kata polisi tersebut. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya lagi. "Kami sudah mencoba menghubungi bapak Ginanjar, namun beliau sedang ada kesibukan lain. Jadi beliau menitipkan semuanya kepada ibu Ghinda."Aku membalasnya dengan anggukan kepala. "Oh iya pak terima kasih."Selama proses pemeriksaan, aku sama sekali tidak menoleh ke arah kananku tepatnya ke arah mas Adam. Aku hanya bisa mendengar suaranya."Jika Bapak tahu hasil pemeriksaan visum dari bapak Ginanjar dan juga Ibu Ghinda sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka sedang habis melakukan hubungan seksual. Maka dengan ini kami menyatakan bahwa pelaporan yang bapak buat kemarin adalah sebuah fitnah. Bapak telah menuduh tanpa bukti. Jadi kami akan mengenakan Bapak sanksi," ujar polisi tersebut kepada mas Adam.Mas Adam hanya terdiam tida
"Sampai tadi pagi pun aku tahu bahwa keadaan Ibu masih belum stabil. Itu makanya saya masih belum berani bilang ke ibu. Saya takut kalau keadaan Ibu semakin memburuk," kata Nira lagi. Dia memberi tahu alasannya padaku mengapa ia tidak memberitahuku bahwa Xabiru mengigau serius."Oh ya sudah enggak apa-apa, Nira. Saya minta tolong ya sama kamu. Tolong panggilkan dokter pribadi untuk memeriksa Xabiru. Okay? Tunggu saya pulang. Sebentar lagi ya saya akan pulang." Begitu kataku kepada Nira. "Baik. Siap laksanakan," ucapnya.Aku mengakhiri telepon. Ternyata Birana sudah berdiri dibelakangku. Wajahnya terlihat sedih melihat air di kedua sudut mataku sudah turun. "Ra, aku gagal jadi ibu. Aku nggak tahu kalau dia sakit," kataku pilu.Birana langsung mendekatiku dan memelukku. "It's okay. Nggak papa. Kamu bukan gagal jadi ibu. Cuman Tuhan kasih kamu waktu buat sendiri dulu untuk mewaraskan diri kamu yang lagi ditimpa masalah ini.***Tidak terasa waktu ku sudah habis 10 menit. Polisi memanggil
"Sayang, pulang cepat ya. Mas nggak tahan nih. Lagi kepingin." Begitu isi pesan yang dikirim Mas Adam siang ini padaku. Sebuah kode yang sangat aku pahami.Aku tersenyum malu. Ku tahan sekuat tenaga rasa senang yang tiada kira, agar karyawanku tidak mengira aku sedang gila."Ya ampun, Mas. Baru tadi malam lho kamu dapet jatah. Kurang ya?" Ku balas dengan memberikan pertanyaan dan emotikon lidah menjulur sebagai ekspresi untuk menggoda Mas Adam. Istri mana yang tidak tersenyum geli ketika ajakan bercinta datang dari suaminya di siang bolong? Apalagi mas Adam memintanya lagi setelah semalaman kami bertempur ria.Akhir-akhir ini, cuaca sangat panas karena sudah memasuki musim kemarau. Namun, suamiku itu selalu meminta haknya pada malam maupun siang. Tentu tidak biasa. Keseringan melakukan, membuatku menjadi bertanya-tanya mengapa Mas Adam kembali seperti dulu. Disaat kami baru-baru menikah alias menjadi pengantin baru. Padahal usia pernikahan kami sudah tujuh tahun berlalu."Ayolah, Dek.
Wanita asing tersebut tampak terkejut ketika melihatku. Begitu juga dengan Mas Adam. Suamiku itu berjalan ke arah kami dengan cepat."Dek, pulang sama siapa? Kok nggak minta jemput sama Mas?" tanyanya kepadaku.Aku memang sengaja tidak menghubungi Mas Adam. Karena aku ingin memberinya kejutan.Aku tidak langsung menjawab pertanyaan suamiku. Dadaku sudah terasa sesak menahan amarah yang bergejolak. "Siapa dia, Mas?" Ku lontarkan pertanyaan itu kepada Mas Adam tanpa melirik ke arah wanita muda tersebut.Gigiku saling bergesekan. Geram dengan keadaan yang terjadi. Bagaimana mungkin seorang wanita bisa memasuki kamarku dan Mas Adam? Apalagi dia adalah wanita asing, yang sama sekali tidak aku kenali."Dek, ini Nira. Babysitternya Cleo. Dia mulai kerja dan tinggal disini hari ini." Mas Adam memperkenalkannya kepadaku. Aku baru teringat bahwa dua hari yang lalu aku mencari Babysitter baru untuk si bungsu kami-Cleo yang berusia 4 tahun. Babysitter yang lama sudah berhenti bekerja dirumah kami
Kedua mataku membulat sempurna setelah membaca isi pesan dari nomor tanpa nama digawai suamiku. Pesan tersebut bermakna ambigu, bagaimana mungkin aku bisa berpikir positif.Mas Adam terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba ia langsung merebut ponselnya dari tanganku.Aku tercengang."Siapa itu, Mas?" tanyaku langsung. Mataku sudah memanas."Bukan siapa-siapa," jawab Mas Adam tanpa melirik sedikitpun ke arahku. Ia tetap menatap layar gawainya. Ku lihat jemarinya langsung menari diatas keyboard ponsel. Sepertinya suamiku itu sedang membalas pesan dari nomor tanpa nama tadi."Apa maksudnya bukan siapa-siapa, Mas? Lihat itu isi pesannya kenapa begitu?" tanyaku lagi. Mulai merasa penasaran."Ini rekan kerjaku." Mas Adam menjawab singkat. Matanya masih fokus dengan layar telepon.Aku tersenyum kecut. "Heh, rekan kerja kok nanyanya begitu? Apa maksud dia nanya-nanya kamu puas atau nggak? Puas apa? Memangnya kalian habis ngapain?""Dia punya usaha kuliner. Tadi mas pesan sekalian buat anak-anak jug