Share

Serendipity

Alya menghampiri Nafia yang celingak-celinguk di tengah taman. Menepuk bahu sang sahabat dengan arsip proposal yang berhasil ia dapatkan setelah pengejaran panjang.

"Hai.." Sapa Alya dengan wajah sumringah. Memamerkan tiga jilid bertas dengan banyak tulisan di atasnya.

"Wah..hebatnya temanku satu ini." Nafia memeluk erat Alya yang membuat wanita itu nyaris kehilangan nafasnya.

"Behh..lepas Nafia sesak."

Nafia melepaskan pelukannya kemudian tertawa renyah melihat teman mungilnya kesulitan mengambil nafas.

"Ayo kita makan,Ya?" Ajak Nafia.

Alya terdiam sejenak. Menimbang ajakan sang sahabat. Sebenarnya dia ingin mengunjungi Mas Atha siang ini. Mengajaknya makan bekal bersama. Tapi, mungkin ajakan Nafia jauh baik. Mengingat Atha belum tentu bisa makan siang tepat waktu dan Alya harap tidak demikian, semoga saja dia punya waktu yang layak untuk menyantap bekal yang Alya siapkan.

"Ayo."

Nafia bersorak riang. Pasalnya ini pertama kali Alya bisa makan bersama dengannya setelah dua bulan menikah. Dia seperti nyaris tidak bisa bertemu dengan sahabatnya.

Kafetaria menjadi pilihan tepat bagi setiap mahasiswa untuk mengisi perut yang keroncongan. Tak terkecuali Alya. Dia melewati beberapa mahasiswa lain sambil membawa dua mangkuk bakso di masing-masing tangannya.

Setelah sampai di salah satu meja yang berada di pojok kafetaria, Alya segera duduk. Menaruh salah satu mangkuk di hadapan Nafia. Kemudian mengambil bumbu pelengkap semacam kecap dan saus.

"Thanks. "Ucap Nafia yang ditanggapi 'hm' pelan dari Alya.

"Oh iya, Naf. Kamu lihat kakak cantik itu? Dia mahasiswa baru ya? Aku tidak pernah lihat sebelumnya. " tanya Alya sambil menuangkan kecap ke mangkuknya. Dia menjengit ketika mendapati cairan hitam manis itu terlalu banyak tertuang di mangkuk baksonya. Nafia tertawa melihat tingkat wanita berhidung berbibir tipis itu.

"Mana?" Nafia mengedarkan pandangannya. Mencari wanita cantik yang Alya tuju. Mengikuti arah pandang sang sahabat untuk melihat seorang wanita cantik bersurai hitam lurus sepunggung. Mata besar dan kulit putihnya membuatnya masuk kriteria cantik. Tubuhnya tinggi dan ramping.

"Lah, itu Mrs. Siska. Dosen baru yang kubicarakan tadi." Ucap Nafia.

"Wah...cantik ya. Masih muda lagi." Alya mengerucutkan bibirnya membuat Nafia tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi tembam Alya.

"Wah! Kenapa kamu selalu mencubitku,sih?" Alya pura-pura marah yang justru membuat sang sahabat semakin gencar untuk menggodanya. Imut sekali wanita muda itu. Andai dia boneka Nafia pasti akan membawanya pulang ke rumah. Menyimpannya untuk diri sendiri.

****

Wanita cantik bersurai hitam lurus menghadap keluar jendela, menatap hamparan rumput luas yang sudah diduduki beberapa mahasiswa di sana. Membuatnya teringat dengan kenangan saat kuliah dulu. Dan tentu kenangan itu akan membawanya pada sosok lelaki lembut bernama Atha, lelaki yang sudah menjadi sahabat nya sejak SMA, atau lebih tepatnya kekasih. Menjalin cinta dengan lelaki itu merupakan hal terindah yang pernah terjadi dalam hidup Siska. Segala bentuk perhatian yang diberikan dan senyuman yang menawan .

sayang sekali hubungan mereka harus berakhir tiga bulan lalu, tetesan hujan seolah ikut bersedih atas perpisahan sepasang kekasih itu. Tapi, kali ini dia yakin, hubungan keduanya akan direstui. Satu bulan lalu, dia memutuskan untuk menjadi mualaf. sedikit harapan muncul bahwa hubungan keduanya akan kembali seperti semula. Karena itu tawaran untuk mengajar di Surabaya ini langsung dia terima. Dia tidak sabar untuk bertemu Atha. Bagaimana kabarnya sekarang dan apakah dia masih menyimpan rasa yang sama yang Siska yakini bahwa lelaki itu masih amat mencintainya.

***

Hari sudah mulai petang ketika Alya berjalan ke arah parkiran. Salahkan cuti yang dia ambil selama beberapa hari, dia harus mengikuti kelas lain yang memiliki mata kuliah yang sama dengan yang sudah dia tinggalkan. Sebuah syarat agar semester depan dia tidak mengulang. Langit yang mendung membuat nya was was saja. Seperti akan hujan, begitu pikir wanita yang meskipun sudah menikah tapi masih terjaga kesuciannya tersebut.

Sepeda motor dengan merk terkenal segera dia tunggangi. Dia yakin sekali bahwa bahan masakan di rumah telah rampung tak tersisa. Mungkin dia bisa mampir ke supermarket terlebih dahulu dan membeli beberapa bahan. Meski dia tahu bahwa hal itu percuma karena Atha nyaris tidak pernah memakan masakannya, bahkan bekal yang Alya buatkan biasanya akan dimakan oleh Hasan, kakak tingkat Alya yang sekarang sedang ujian praktik di rumah sakit tempat Atha bekerja. Tapi, itu bukanlah suatu alasan baginya untuk berhenti melayani sang suami kan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status