Arimbi memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul tiga sore kurang lima belas menit. Waktunya untuk mengganti shift dengan Lita. Rekannya sesama kasir perempuan. Lita akan menggantikannya hingga pukul sebelas malam. Di atas jam sebelas malam, kasir laki-lakilah yang akan menggantikannya. Di minimarket ini perempuan memang tidak boleh mendapat shift malam. "Mas Hafid. Shiftku sudah akan berakhir lima belas menit lagi. Aku mau clean transaction nih. Tapi aku mau menghitung jumlah uang di drawer dulu ya? Silakan menjadi saksi, Mas." Arimbi memanggil Hafid untuk mengawasinya menghitung uang di laci mesin hitung. Kebetulan hari ini, Pak Arsyad, sang kepala toko berhalangan hadir karena kurang enak badan. Oleh kareannya Arimbi meminta Hafid sebagai asisten kepala toko untuk mengawasinya menghitung uang demi menghindari selisih angka dengan Lita nantinya."Oke, Rimbi. Lanjutkan saja. Aku akan mengawasimu dari jauh saja."Hafid menjawab dengan air muka dibuat seme
Arimbi terkesima. Setitik debu pun ia tidak menduga kalau orang seanggun dan seeducated Nelly, bisa mengeluarkan tuduhan tanpa dasar seperti itu. Istimewa Nelly juga bukan apa-apanya. Rasanya aneh saja kalau Nelly sampai mengetahui soal penggantian mempelai prianya. "Kamu tidak usah kaget begitu. Mas Esha yang mengatakannya pada saya. Bahwa sebenarnya ia terpaksa menikahimu demi menghindari carut marut keluarga. Dia juga--""Maaf, Mbak. Belanjaan Mbak semuanya sembilan puluh tiga ribu rupiah. Ini aja atau ada tambahan lagi?" Lita segera memotong pembicaraan customer cantik yang sepertinya mengenal Arimbi dengan baik ini. Kalimat-kalimat pribadi sarat hinaan yang dituduhkan sang customer cantik pada Arimbi, membuat Lita gregetan. Tidak sepantasnya orang seintelek customer ini mengeluarkan kata-kata sekasar itu. Makanya Lita langsung saja berinisiatif memotong kenyinyiran sang customer. Ia tidak tega melihat Arimbi yang terdiam karena dikata-katai sekasar itu."Tidak, Mbak. Cukup ini
Sembari mengunyah nasi, Ganesha melirik Arimbi melalui sudut mata. Saat ini dirinya dan Arimbi tengah menikmati makan malam. Ganesha tidak menyangka kalau kedatangannya ke rumah ini akan disambut selayaknya seorang suami sungguhan oleh Arimbi.Arimbi telah menyiapkan makanan yang ia masak dengan tangannya sendiri untuk mereka berdua. Awalnya Ganesha menduga kalau mereka akan memesan makanan dari luar. Karena ia tahu kalau Arimbi juga bekerja. Ternyata dugaannya salah. Arimbi telah menyiapkan makanan sederhana namun bergizi. Arimbi memasak ayam goreng bumbu dan tumis kangkung pedas. Arimbi juga menambahkan emping dan kerupuk udang yang ia masukkan dalam stoples kaca. Sederhana namun menggugah selera. Di makan dengan nasi hangat begini, lidah dan perut Ganesha benar-benar dimanjakan oleh Arimbi.Ganesha kembali melirik Arimbi. Jelas terlihat kalau Arimbi resah. Air mukanya yang biasa ramah, kali ini tampak gelisah. Bibirnya membentuk garis lurus, dengan kening sesekali berkerut dalam. I
Sudahlah Rimbi. Buang saja rasa penasaranmu perihal Nelly, daripada nanti kamu sakit hati. Kalau sekiranya nanti Ganesha menjawab, bahwa apapun yang ia lakukan bersama Nelly bukan urusanmu, kamu akan kelimpungan sendiri. Bukankah Ganesha telah menegaskan kalau pernikahan ini hanya pura-pura belaka?"Tidak membicarakan apa-apa, Mas. Saya hanya asal bicara saja karena ingin mengajak Mas mengobrol. Ternyata saya tidak piawai mencari topik pembicaraan yang menarik." Arimbi beringsut dari kursi. Ia berencana akan beristirahat di kamar saja. Seharian berdiri di meja kasir membuat kakinya pegal. "Duduk kembali, Rimbi." Seruan Ganesha membuat Arimbi menjatuhkan kembali bokongnya."Saya tahu kamu berbohong. Dari kalimat sepotong-sepotong yang kamu ucapkan tadi, saya menarik satu kesimpulan. Bahwa kamu ingin menanyakan tentang hubungan saya dengan Nelly." Arimbi bungkam. Apa yang dikatakan Ganesha memang benar."Sebelum saya menjawab pertanyaanmu, saya ingin bertanya satu hal padamu terlebih
"Ngapain kita mencari Mbak Nelly, Mas? Nanti dia kegirangan lagi karena mengira telah berhasil membuat kita bertengkar." Arimbi mencebikkan bibirnya. Ia ingat sekali akan nasehat ibunya. Ibunya mengatakan bahwa apabila kita diprovokasi oleh mantan pacar, maka jangan tunjukkan kalau kita panas apalagi sampai bertengkar dengan pasangan. Karena apa? Karena memang itulah tujuan mereka. Merusak kepercayaan kita pada pasangan. Dengan begitu mereka akan dengan mudah mendiktemu. "Lantas maumu apa? Sedari tadi kamu terus saja menuduh saya tanpa memberi saya kesempatan untuk membela diri. Giliran saya ingin mengajakmu menemui si biang masalah, kamu tidak bersedia. Yang bilang kalau Nelly memang sengaja membuat kita berdua ributlah. Nanti Nelly jadi kegirangan karena tujuannya memisahkan kita berdua berhasillah. Lantas maumu apa sebenarnya sih, Rimbi?" Ganesha bersedekap. Sungguh terkadang ia tidak memahami cara berpikir perempuan. Ia diam saja, dituduh macam-macam. Yang rupanya sudah tahulah
"Saya belum tidur, Mas! Tapi saya tidak berisik. Suara-suara apa yang Mas dengar dari luar? Jangan... jangan... kamar saya ada makhluk halusnya ya?" Arimbi dengan cepat membuka pintu. Ia ketakutan. Ia bahkan belum mengganti pakaian tidurnya dengan piyama yang lebih sopan. Saat ini ia hanya mengenakan celana pendek dan tank top bertali satu.Ganesha tidak langsung menjawab. Sejenak ia seperti kehilangan orientasi. Ia terpesona pada kecantikan alami Arimbi yang natural. Saat ini Arimbi tidak mengenakan kosmetik sama sekali. Istimewa Arimbi juga mengenakan pakaian tidur yang lumayan seksi. Ganesha adalah seorang laki-laki normal. Pemandangan seperti ini membuat fantasinya langsung melayang-layang. "Ehm. Suara-suara yang saya dengar bukan suara yang berasal dari ragamu. Tapi dari hatimu. Kamu membatin macam-macam tentang rencana balas dendam saya bukan?" Setelah oleng sejenak, Ganesha mampu menjawab pertanyaan ngeri Arimbi."Iya, Mas. Saya bingung. Anu... bagaimana mengatakannya ya?" Mas
Arimbi meringis saat Ganesha membuangnya ke atas ranjang begitu saja. Ganesha ini tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Walaupun kemesraan ini hanya pura-pura, setidaknya jangan setidakberperasaan itu juga. Penampakan sih, panas-panas membara. Tapi kenyataannya malah pegal-pegal patah. "Tugas saya sudah selesai sekarang. Silakan kembali ke kamarmu. Saya mau beristirahat." Setelah melentik bangun dari ranjang, Ganesha berkacak pinggang. Gayanya menyerupai seorang tuan tanah yang tengah mengusir penduduk yang tidak mampu membayar sewa lahan. "Santai, Mas. Saya juga tidak kepingin lama-lama di sini." Arimbi berguling dan ikut bangkit dari ranjang. Melihat sikap seenak perut Ganesha, ia sekarang paham mengapa Menik meminta putus. Perempuan mana yang tahan setiap saat diketusi alih-alih disayangi."Baguslah," imbuh Ganesha singkat. Arimbi tidak menanggapi kalimat Ganesha. Daripada sakit hati sendiri lebih baik ia meninggalkan manusia songong ini sendirian. Ganesha menyingkir kala Ar
Semakin ke sini Arimbi kian mengenali pribadi Ganesha. Satu yang paling Arimbi perhatikan adalah Ganesha tidak pernah lari dari apapun. Walau terkesan dingin dan datar, tapi Ganesha menghadapi semua masalahnya dengan kesatria. Ganesha tidak pernah berkelit ke sana ke mari seperti Seno. Arimbi mengapresiasi karakter Ganesha yang satu ini.Sebenarnya Arimbi ingin sekali membaca pesan-pesan di ponselnya. Ia penasaran setengah mati. Namun di sisi lain, ia juga takut mentalnya tidak kuat membaca reaksi dari para netizen. Sejurus kemudian Arimbi duduk di ranjangnya. Ia memutuskan akan membaca pesan yang masuk daripada ia tidak bisa tidur karena penasaran."Tarik napas... buang napas. Tenang Arimbi. Baca saja pelan-pelan. Belajarlah menghadapi keadaan. Orang boleh mengatakan apapun. Tapi kamu juga berhak tidak mendengarkan mereka." Arimbi menyemangati dirinya sendiri. Selanjutnya Arimbi meraih ponsel di samping ranjang. Menarik napas panjang dua kali dan mulai membuka ponselnya. Dugaannya b