แชร์

Satu

ผู้เขียน: J. Hanin
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-09 12:59:41

Langit yang cerah di bulan Februari, itu seharusnya kenyataannya benar-benar berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Hari ini, langit begitu mendung memberikan sebuah tanda bahwa hari ini kota besar di wilayah itu akan diguyur hujan yang deras.

Seorang gadis yang berumur 23 tahun, karyawan swasta di salah satu kantor cabang sebuah perusahaan, di bidang makanan. Ia tengah bersiap-siap di depan cermin, menata penampilannya yang cukup sederhana. Sebuah kemeja dengan celana, riasan make up yang hanya bermodal bedak dan lipstick yang tidak terlalu mencolok, warnanya bahkan hampir sama dengan warna bibir tipis dan mungilnya.

Beberapa orang mengatakan sosok yang memiliki bentuk bibir tipis itu adalah sosok yang banyak bicara. Kenyataannya tidak, gadis yang sedang membereskan tasnya itu justru tampak pendiam dengan segala beban yang ia sembunyikan di kepala kecilnya itu.

“Jangan hujan!” Bisiknya begitu ia menatap langit yang begitu gelap tak seperti seharusnya.

Gadis itu segera menuruni tangga, menghampiri ibunya yang juga sedang bersiap untuk datang pergi bekerja juga.

“Jangan lupa bawa payung Ta!” Ucap perempuan paruhbaya itu, sambil menyodorkan nasi bekal untuk anak semata wayangnya.

“Iya! Zeta tahu! Nanti ibu nggak usah jemput, Zeta mau bareng sama temen Zeta aja!” Ucap gadis yang ternyata bernama Arzeta Maharani tertera di tanda pengenal karyawan yang ia pakai.

“Teman yang mana? Yang kemarin nganterin?” Tanya Mila, sosok orang tua tunggal Zeta menggoda putrinya yang hanya mencebikkan bibirnya.

“Dia siapa sih Ta?” Tanya Mila mulai ingin tahu sesuatu hal, Mila tahu teman laki-laki yang hampir setiap hari mengantarkan anaknya itu adalah sosok special di hati putrinya hanya saja sepertinya putrinya tidak mau bercerita.

“Temen kantor Zeta, temen biasa juga! Kebetulan arah rumahnya searah aja gitu. Daripada ibu putar balik jemput Zeta ya kan?” Ucap Zeta menatap mata cokelat ibunya, berusaha menyakinkan ibunya bahwa apa yang difikirkan ibunya itu salah.

“Terserah kamu deh, Ibu berangkat dulu ya!” Ucap Mila begitu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul hampir jam tujuh.

Perempuan paruh baya itu keluar begitu saja, Zeta berjalan menuju jendela rumahnya. Rumah yang cukup mungil, hanya ada beberapa ruang di dalamnya. Rumah yang ia kontrak selama ia mulai bekerja disini. Mereka tidak mempunyai rumah yang asli hak mereka sendiri. Hidup keduanya lontang lantung kemana Zeta bekerja, ibunya akan mengikutinya.

Perbedaan umur yang tidak wajar diantara keduanya sering dikira bahwa Zeta dan Mila adalah saudara bukan antara ibu dan anak. Perbedaan umurnya terlihat tidak normal seperti hubungan anak dan ibu pada umunya, tapi Mila benar-benar mampu menghidupi putri semata wayangnya sendirian tanpa bantuan suaminya.

Kehadiran suaminya sepertinya tampak tak terlalu berarti meski pada suatu malam ia akan merindukan sosok suami yang telah lama meninggalkannya. Apakah ia pantas disebut sebagai sosok suami sedangkan pada kenyataannya tidak terjadi pernikahan di antara keduanya.

Ceritanya begitu panjang, sampai jadilah sosok Arzeta yang begitu kuat. Siapa bilang, tidak ada yang menggunjingkan tetapi sampai gadis itu berumur 23 tahun gadis itu bisa melaluinya. Arzeta beberapa kali melihat jendela rumahnya menunggu patnernya berangkat kerja datang menjemputnya.

Begitu yang ditunggu datang, Zeta segera menenteng tas ranselnya dan helm Zeta menghampiri sahabatnya yang berbeda kantor itu dengan senyum cerianya. Irana, sahabat Zeta yang menerima apa adanya, meski ia tahu betul hidup Zeta yang begitu kacau namun gadis itu tetap menemani Zeta. Bahkan dunia runtuh dan tidak memihak Zeta, Ira tetap menemaninya.

“Ira!” Sapa Zeta kemudian segera duduk di jok belakang.

Ira perlahan menarik gas sepeda motornya, ia melaju dengan kecepatan yang sedang. Sambil menikmati cuaca yang sedikit gelap sepertinya cahaya sang mentari datang terlambat hari ini.

“Ta! Nanti kalau gue lembur gue nggak bisa jemput ya!” Ucap Ira sambil pandangannya tetap focus ke depan.

“Iya! Nanti gampanglah!” Senyum Zeta padahal ia tahu harus bagaimana jika Ira tak bisa mengantarnya pulang hari ini.

Zeta benar-benar beruntung memiliki sahabat layaknya saudara sendiri, sekian lama Zeta bahkan tidak pulang ke tempat ia dilahirkan dikeluarga ibunya sepertinya gadis itu sedikit di tidak percaya diri terlebih cucu neneknya semuanya cukup berhasil. Selain merasa beruntung, Zeta juga sangat berutang budi pada segala yang diberikan Ira kepadanya, tidak tanggung-tanggung.

Zeta turun dari motor melambaikan tangan pada Ira yang melesat pergi meninggalkan kantor Zeta. Zeta masuk menenteng helmnya, baru saja di parkiran sebuah motor berhenti di hadapannya. Tanpa menoleh, Zeta mengetahui siapa yang tengah berhenti disampingnya itu. siapa lagi jika bukan Genta Nugroho, seniornya di kantor, selain itu sosok yang lama dalam benaknya.

Awalnya hanya sebatas rekan kerja, Zeta mulai terbawa suasana hati dan mulai muncul benih-benih cinta disana. Sayangnya cerita cinta pertamanya ini tidak semulus cerita novel yang terbalaskan. Sebatas kagum, kemudian perjuangannya dianggap sebuah sikap yang agresif bagi Genta membuat Genta justru menjauh namun sikap ceria Zeta justru semakin membuatnya merasa ilfeel.

Baru saja Zeta akan menyapa Genta yang melepas helmnya, Genta segera beranjak dari motornya dan menjauh begitu saja segera menyusul Dicky sahabat karibnya yang kini menoleh dengan lirikan seperti menyepelekan Zeta.

“Dicky! Tungguin gue lah!” Ucap Genta yang sudah siap siaga untuk menghadang agar Zeta tidak mengatakan sepatah katapun kepadanya.

Dan benar saja, bibir Zeta langsung tertutup rapat baru saja bibirnya membuka suara Genta benar-benar mengurungkan niatnya hanya untuk menyapa. Semuanya berubah begitu laki-laki yang umurnya lebih dari tua dari Zeta itu mengetahui apa yang disembunyikan Zeta dalam hatinya, tiba-tiba ia menjadi sosok lelaki yang arogan, dingin dan selalu menatap tajam bak panah yang disuntik kebencian sebelumnya.

Zeta masih menatap Dicky dan Genta yang berjalan perlahan menjauh di lorong, hingga sampai di belokan sempat menatap belakang dan tersenyum mengejek pada Zeta membuat alih-alih marah justru ia hanya memanyunkan bibirnya sedikit kesal dengan Dicky yang sangat dengan sengaja agar Genta segera menyingkir dari hadapannya.

Zeta berjalan memasuki ruangannya, sebagai seseorang yang paling terakhir menjadi karyawan di kantor. Membuatkan secangkir kopi untuk rekan kerjanya sudah biasa Zeta lakukan, sebenarnya teman-temannya tidak menyuruhnya hanya saja Zeta inisiatif, terlebih ini menjadi jalan satu-satunya untuk menarik simpati lelaki idamannya, Genta Nugroho yang sikapnya perlahan berubah semenjak mengetahui perasaan Zeta.

Meski tidak secara langsung namun Zeta tetap saja tidak bisa bersikap biasa saja kembali seperti dulu. Ia justru semakin mengambil langkah untuk mencoba menaklukan hati seniornya justru adanya tancapan duri yang lelaki itu lemparkan kepada Zeta sebagai peringatan bahwa secara langsung lelaki itu menolak perasaan tulus Arzeta Maharani.

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Sembilan

    “Ira!” Panggil Zeta dengan suara yang sedikit bervolume dibandingkan sebelumnya. Membuat sag pemilik nama Ira menghentikan motornya yang baru saja ia akan menancap gas.“Ini, lupa kan?” Tanya Zeta menyodorkan sebuah kotak bekal yang rupanya berisikan bolu yang ditawarkan.“Oh iya lupa Ta!” Ucap Ira dengan senyumannya kemudian menerima kotak bekal dari sahabatnya itu.Setelah Ira pergi Zeta masuk ke kantor, kebetulan sekali ia bertemu dengan Genta yang baru saja tiba di parkiran. Zeta tersenyum meski tak terbalas kemudian menghampiri Genta yang sengaja tidak peduli dengan kedatangan perempuan yang kini sudah berdiri disampingnya.“Ada apa?” Tanya Genta galak padahal Zeta belum mengatakan sepatah kata pun.“Kebetulan Bang Genta disini. Mau ngasih bolu bikinan Mamah aku nih.” Ucap Zeta menyodorkan sebuah kotak.Bukannya segera menerima, Genta memandang kotak berwarna biru itu dan Arzeta secara bergantian. Sedangkan Zeta masih setia memegang kotaknya dan tak lupa senyuman tulusnya yang se

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Delapan

    Hari masih sedikit gelap, sang mentari belum juga menampakkan diri pasanya. Sedangkan perempuan yang tengah memeluk dirinya sendiri dengan selimut itu sedikit terusik tidurnya karena mendengar kebisingan diluar kamarnya. Ia memaksa dirinya untuk membuka matanya. Merenggangkan sedikit ototnya, tidak seperti biasanya ia bangun sebelum sang mentari terbit.“Mah…” Panggil Arzeta yang perlahan membuka pintunya dengan mata setengah terpejam.“Mamah ganggu ya Ta!” Ucap Mila yang langsung menoleh ke belakang menghentikan sejenak aktivitasnya yang rupanya sedang memasak sebuah bolu.“Ada pesenan ya Mah?” Tanya Zeta seraya mengusap pelan matanya.“Iya, cuman sedikit sih!” Jawab Mila terus melanjutkan acara potong memotong bolu yang baru saja ia diamkan setelah dimasak di oven.Zeta mencuci muka dan tangannya, mengikat rambutnya asal dan bergegas mendekat pada sang ibundanya guna bisa sedikit membantu pekerjaan sampingan ibunya. Mila hanya tersenyum kepada Zeta yang selalu siaga tanpa ia minta t

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Tujuh

    Hujan deras yang mengguyur kota tidak mengindahkan kedua insan yang dalam perjalanan pulang, hujan yang cukup dalam beberapa detik membuat baju basah tak mengurungkan niat Genta untuk segera pulang. Dia bahkan mengabaikan soal Arzeta yang tidak membawa mantol. Jadilah perempuan yang berada di jok belakangnya basah kuyup.Arzeta beberapa kali menutup matanya begitu air hujan beserta angin menimpa matanya beberapa kali. Jika tidak terpejam mungkin air akan masuk dan akan terasa sakit. Ia terus merutuki dirinya dalam perjalanan pulang. Bagaimana bisa ia memaksakan diri untuk ikut pulang meski tidak memakai mantol. Lihat sekarang, hujan deras sampai rupa dan kondisi Arzeta tidak berbentuk pun lelaki di depannya tidak peduli. Sungguh malang nasibmu nak!Perlahan motor menepi begitu sampai di seberang kontrakan Arzeta, biasanya Arzeta akan berlama-lama tapi tidak untuk sekarang.“Makasih Bang!” Ucapnya kemudian bergegas berlari menyeberang begitu tidak ada kendaraan disana.Ia bahkan tidak

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Enam

    Cuaca siang hari begitu panas namun tiba-tiba begitu menjelang sore langit mendadak gelap dipenuhi dengan awan hitam. Tidak hanya Zeta yang merasakan hawa dingin mulai melanda ruangan, banyak karyawan lainnya berdoa agar tidak hujan saat jam pulang nanti. Zeta justru mencemaskan ibunya yang sekarang mungkin sudah perjalanan pulang.Zeta : Mamah sudah sampai?Zeta meletakkan ponselnya dan kembali menatap data yang ada di monitor sambil menunggu balasan dari ibunya. Lagi pula jika hujan pun ia juga bingung bagaimana cara pulang sedangkan ia tidak punya mantol.Mamah : sudah, ini baru saja gerimis. Zeta menghela nafas, ia lega tidak perlu mencemaskan ibunya kehujanan. Sekarang saatnya ia memikirkan bagaimana ia pulang nanti jika hujan deras. Dulu awal masuk kerja mungkin Ira sahabatnya setia menjemputnya namun sekarang keduanya hanya bisa Bersama ketika berangkat saja karena Ira selalu lembur.“Ta! Mau bikin teh anget nggak?” Tanya Salsa tiba-tiba saja muncul disamping Arzeta.“Lo mau

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Lima

    “Pagi !” Sapa seorang perempuan yang baru sampai menyapa teman-teman satu kantornya mereka tersenyum pada Zeta.“Ta hari ini gue gak titip kopi dulu deh!” Celetuk seseorang dari belakang yang langsung dibalas anggukan Zeta.“Kenapa lo? Tumben bener!” Tanya Dicky pada lelaki yang berkutik dengan ponselnya.“Gue habis dari rumah mertua gue, kebetulan dibawain kopi.” Ucap lelaki itu memperlihatkan botol termosnya membuat Dicky mengangguk paham.Dicky, yang berbeda kantor itu selalu nimbrung Bersama teman-temannya disini sebelum jam kerja dimulai. Lebih tepatnya sebelum Genta datang, pastinya ia akan sendiri di ruangan jadi lebih baik tertawa dengan teman-teman lainnya.Tak lupa menggoda fans sahabatnya adalah kegiatannya berhari-hari yang tak pernah bosan. Zeta mulai malas jika Dicky sudah berjalan menuju kearahnya ia pun memasang muka masam. Bukannya mengurungkan niat justru Dicky tersenyum.“Widih nggak ada Genta aja lo galak bener sama gue!” Ucap Dicky duduk di meja kerja Zeta.Zeta m

  • Menaklukan Hati Pria Dingin   Empat

    Sebuah motor yang tadinya melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menepi setelah menyalakan lampu sen kirinya. Sang pengemudi tidak sendiri, ada sosok perempuan yang duduk di jok belakangnya. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setiap kali laki-laki itu mengantarnya pulang. Ia turun, tadinya ia masih tersenyum begitu menatap mata elang lelaki itu, senyumnya luntur begitu saja.“Terima…”Ucapannya terpotong karena lelaki itu langsung menancap gas begitu memastikan jika perempuan yang ia antar sudah turun. Arzeta hanya tersenyum masam menatap kepergian Genta, lelaki itu sengaja segera pergi.“Kasih…” Lanjut Arzeta melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.Arzeta melangkahkan kakinya menuju rumah kontrakannya, baru saja ia membuka pintu sudah dikejutkan dengan ibunya yang sudah berdiri di ambang pintu, melihat anaknya yang sedikit tersentak kebelakang ibunya hanya tersenyum tanpa dosa.“Tadi siapa Ta?” Tanya Mila yang rupanya sejak tadi melihat interaksi antara Gen

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status