เข้าสู่ระบบSang mentari masih menyembunyikan cahayanya di pagi hari, kehangatan tak juga mau menjalar melalui sela-sela kamar seseorang yang masih bergulat dengan selimut tebalnya. Lelaki itu mulai terusik ketika ponselnya berdering, bukan dari sebuah panggilan melainkan alarm jamnya yang semakin keras begitu tak juga dimatikan.
Lelaki itu perlahan membuka matanya, mengerjapkannya berkali-kali mengumpulkan setengah nyawanya yang belum sadar. Ia segera beranjak untuk bersiap-siap pergi berangkat bekerja, memakai pakaian yang sudah disiapkan oleh ibunya. Ia melihat langit yang tertutup awan hitam pantas saja ia merasa masih terlalu pagi untuk pergi bekerja sedangkan alarmnya sudah berbunyi.
Genta Nugroho, laki-laki berumur 28 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan. Ia menatap kaca, menghela nafas pelan untuk sarapan pagi dengan keluarganya. Genta segera turun duduk di meja makan menatap wajah papah dan mamahnya secara bergantian dengan senyum, berpura-pura seolah rutinitas yang ia laksanakan bertahun-tahun ini begitu indah.
“Kamu sudah kerja bertahun-tahun kok nggak naik jabatan juga Ta?” Tanya papah Genta dengan wajah yang tanpa bersalah, seolah tidak mengetahui jika pertanyaannya itu menyinggung perasaan anaknya.
“Genta udah ngelakuin segalanya dengan baik kok Pah, tapi ya nggak tahu!” Ucap Genta seolah sudah mengikuti apa yang dikatakan orang tuanya namun tak juga membuahkan hasil.
“Apa orderannya lagi sepi ya Ta?” Tanya mamah Genta gentian membuat mood Genta di pagi hari selalu buruk dan berimpas pada pekerjaannya terlebih pada rekan kerjanya.
Genta lebih banyak diam di kantor karena ia harus meredam amarahnya terlebih dahulu. Genta menuruni tangga teras rumahnya kemudian melesat pergi dengan motor dan tas ransel di punggungnya. Genta melaju dengan kecepatan lumayan, ia melirik rumah gadis yang merupakan rekan kerjanya juga, ah sudahlah.
Ia melihat sosok gadis yang berdiri di depan rumahnya sedang naik motor dengan rekannya, bukannya menatap justru Genta segera mengalihkan pandangannya sebelum gadis itu menyadari jika Genta sedang menatapnya dari kejauhan. Genta pun melintas pura-pura tidak melihat ada rekan kerja yang ia kenal meski sangat terlihat jelas dari ekor matanya, gadis itu menatapnya berharap ada kontak mata yang terjadi.
Ia menepi sebentar ke pom bensin untuk mengisi bahan bakarnya, ia tidak bisa memungkiri reflek matanya menatap jalan memastikan jika rekan kerjanya sudah melintas. Dan benar saja tak berapa lama, gadis itu melintas tentunya tidak menyadari keberadaan Genta disana.
Sesampainya di kantor Genta memarkirkan motornya, ia melihat gadis yang ia temui itu sedang berdiri mematung menatapnya. Sebelum ada interaksi Genta segera berlari kecil menyusul sahabat karibnya yang rupanya juga baru datang.
“Dicky!” Panggil Genta kemudian berjalan menyamai langkah sahabat karibnya.
Dicky menyipitkan matanya, sangat langka dimana seorang Genta menyapanya terlebih dahulu. Dicky menengok ke belakang dan tersenyum rupanya adanya gadis di belakang membuat Genta segera menyingkir. Tidak ada yang tidak mengetahui bagaimana perasaan gadis itu kepada Genta.
Dan itu mulai mengganggu Genta, awalnya ia berpura-pura untuk biasa saja namun sikap Zeta yang tidak tahu diri dan juga kini cerita itu menjadi lelucon di antara rekan kerjanya membuat Genta benar-benar geram dan rasanya ingin meluapkan emosinya saja.
“Yaelah Ta! Udah pacarin aja napa, ntar kalau sudah beberapa minggu tinggal putusin.” Ucap Dicky dengan gamblangnya tanpa beban menyuruh Genta untuk menerima pernyataan cinta Zeta.
“Ya nggak bisa dong Ky!” Bantah Genta dengan wajah sewot.
“Coba aja dulu!” Bujuk Dicky dengan senyuman liciknya, siapa yang tidak mengenal Dicky sahabat Genta dua orang dengan kepribadian berbeda bisa berteman awet dari bangku kuliah sampai sekarang. Dicky yang selalu dikelilingi wanita, hebatnya ia mampu menyakinkan beberapa perempuan bahwa hubungan mereka hanya sebatas pertemanan tidak lebih.
“Gila ya lo!” Umpat Genta membantingkan bokongnya ketika duduk di kursinya.
“Lah coba aja dulu, Ta! Kali aja cocok kali, sekalinya nggak cocok tinggal putusin kan udah! Selesai!” Ucap Dicky yang masih saja setia dengan pendapat konyolnya itu.
“Dari awal udah nggak suka ya dipaksain kayak apa tetep bakal nggak suka lah!” Tegas Genta bersungut menatap Dicky.
Dicky baru saja akan membuka mulut untuk membantah ucapan Genta, namun seseorang masuk membawa dua cangkir kopi hangat membuat Dicky mengurungkan niatnya dan justru menatap Genta dengan senyuman aneh.
“Ta! Dicari bang Genta tuh!” Ledek Dicky pada Zeta yang menyodorkan kopi hangat.
Zeta hanya menatap Genta yang mengalihkan pandangannya dengan kesal, tentu saja ia tahu jika Dicky hanya sedang bercanda tidak mungkin pula jika seorang Genta mencarinya. Dicky hanya tersenyum melihat pemandnagan yang disuguhkan mereka berdua di pagi hari, satunya sangat mengharapkan untuk satu langkah lebih dekat. Satunya lagi mengharapkan untuk segera menyingkirkan.
“Ini Bang Genta! Kopinya!” Ucap Zeta dengan senyumannya yang tampak tulus, sedangkan Genta diam bak seperti tidak mendengar sesuatu pun. Benar-benar tidak menganggap Zeta masih berdiri di sampingnya.
Kalau sudah begini Dicky hanya bisa menunduk, ia juga tidak bisa memaksa sahabatnya untuk lebih tampak biasa saja pada Zeta terlebih Zeta adalah anak magang dulu yang dibimbing Genta sendiri, sehingga Zeta mulai menyimpan perasaan pada seniornya itu.
“Yah sosokan jual mahal segala!” Cibir Dicky begitu Genta yang tampak temperamen pada Zeta, tentunya Dicky mengatakan demikian setelah perempuan itu berlalu keluar ruangan. Zeta dan Genta berbeda ruangan namun cukup bertemu karena bagian mereka saling berhubungan.
“Berisik lu!” Ucap Genta kesal karena setiap pagi harus bersikap seolah biasa saja dengan ledekan Dicky kepadanya.
Genta dan Dicky mulai serius dengan pekerjaan mereka, suasana kantor cukup hening. Sedangkan Zeta yang rupanya sejak tadi berada di depan ruangan kantor hanya menunduk lemah. Ia sedang menunggu dokumen yang ia fotocopy cepat selesai.
Sayangnya ia tidak mendengar obrolan yang terjadi di ruangan Genta, telinganya terpasang earphone, ia sedang mendengarkan lagu kesukaannya. Lagu dari beberapa soundtrack film, ia sangat menyukai sesuatu yang mellow.
Genta yang keluar ruangan, menuju mesin fotocopy menghela nafas begitu mendapati gadis yang berusaha ia hindari sedang disana juga. Ia melintas pura-pura tidak mengetahuinya, sedangkan Zeta mendongak tampak senang karena Genta juga ada satu tempat dengannya.
“Bang Genta! Mau Zeta bawain?” Tanya Zeta menawarkan untuk membawakan dokumen fotocopy Genta sekalian.
“Nggak perlu!” Ucap Genta tegas membuat Zeta mengurungkan niatnya. Lagi-lagi selalu saja nada pedas yang ia dengar.
Genta melesat pergi, sedangkan Zeta hanya diam sambil memandang kepergian laki-laki itu. sebenarnya tidak ada yang menyuruh Zeta untuk membeli kopi setiap pagi, itu hanya kebiasaan Zeta menyukai kopi hangat dan keterusan teman sekantornya selalu ikut membelinya. Lebih tepatnya, menitipkan kepadanya. Bagian Genta, itu hanya inisiatif Zeta agar bisa lebih dekat dengan Genta, padahal setelah sekian lama ia tahu jika tidak ada perkembangan diantara hubungan mereka.
"Ta!" Panggil rekan kerja Zeta membuyarkan lamunannya.
Zeta tersenyum dan memilih menghampirinya, jujur saja ia sedikit tersentak karena panggilan dari rekan kerjanya. tertuliskan nama, Lili di kartu tanda pengenal perempuan yang memanggil Zeta itu. dengan dokumen yang dibawanya ia pun berjalan menuju Zeta yang juga berjalan menuju ke arahnya.
"Ada apa Li?" Tanya Zeta spontan membaca dokumen yang dibawa Lili, ia mengerutkan keningnya bukankah itu adalah proposal yang ia ajukan kepada manager mengapa ada ditangan Lili.
"Proposal elo diterima!" Ucap Lili dengan senyuman yang tak kalah senang karena proposal yang dibuat sahabatnya akhinya membuahkan hasil.
"Serius!" Ucap Zeta yang langsung dibalas anggukan Lili. ia tersenyum puas bayangan kedepannya apa yang akan ia lakukan pun langsung tergambar jelas dalam angan-angannya. senyumnya tidak terlalu lama, begitu bayangan Genta mengambil dokumen yang ia fotokopi melintas begitu saja seperti biasa tidak menganggap keberadaannya.
"Udah deh Ta! nggak usah diliatin!" Ucap Lili selalu kesal sendiri melihat tingkah Zeta mendadak murung hanya gara-gara laki-laki bernama Genta.
***
“Ira!” Panggil Zeta dengan suara yang sedikit bervolume dibandingkan sebelumnya. Membuat sag pemilik nama Ira menghentikan motornya yang baru saja ia akan menancap gas.“Ini, lupa kan?” Tanya Zeta menyodorkan sebuah kotak bekal yang rupanya berisikan bolu yang ditawarkan.“Oh iya lupa Ta!” Ucap Ira dengan senyumannya kemudian menerima kotak bekal dari sahabatnya itu.Setelah Ira pergi Zeta masuk ke kantor, kebetulan sekali ia bertemu dengan Genta yang baru saja tiba di parkiran. Zeta tersenyum meski tak terbalas kemudian menghampiri Genta yang sengaja tidak peduli dengan kedatangan perempuan yang kini sudah berdiri disampingnya.“Ada apa?” Tanya Genta galak padahal Zeta belum mengatakan sepatah kata pun.“Kebetulan Bang Genta disini. Mau ngasih bolu bikinan Mamah aku nih.” Ucap Zeta menyodorkan sebuah kotak.Bukannya segera menerima, Genta memandang kotak berwarna biru itu dan Arzeta secara bergantian. Sedangkan Zeta masih setia memegang kotaknya dan tak lupa senyuman tulusnya yang se
Hari masih sedikit gelap, sang mentari belum juga menampakkan diri pasanya. Sedangkan perempuan yang tengah memeluk dirinya sendiri dengan selimut itu sedikit terusik tidurnya karena mendengar kebisingan diluar kamarnya. Ia memaksa dirinya untuk membuka matanya. Merenggangkan sedikit ototnya, tidak seperti biasanya ia bangun sebelum sang mentari terbit.“Mah…” Panggil Arzeta yang perlahan membuka pintunya dengan mata setengah terpejam.“Mamah ganggu ya Ta!” Ucap Mila yang langsung menoleh ke belakang menghentikan sejenak aktivitasnya yang rupanya sedang memasak sebuah bolu.“Ada pesenan ya Mah?” Tanya Zeta seraya mengusap pelan matanya.“Iya, cuman sedikit sih!” Jawab Mila terus melanjutkan acara potong memotong bolu yang baru saja ia diamkan setelah dimasak di oven.Zeta mencuci muka dan tangannya, mengikat rambutnya asal dan bergegas mendekat pada sang ibundanya guna bisa sedikit membantu pekerjaan sampingan ibunya. Mila hanya tersenyum kepada Zeta yang selalu siaga tanpa ia minta t
Hujan deras yang mengguyur kota tidak mengindahkan kedua insan yang dalam perjalanan pulang, hujan yang cukup dalam beberapa detik membuat baju basah tak mengurungkan niat Genta untuk segera pulang. Dia bahkan mengabaikan soal Arzeta yang tidak membawa mantol. Jadilah perempuan yang berada di jok belakangnya basah kuyup.Arzeta beberapa kali menutup matanya begitu air hujan beserta angin menimpa matanya beberapa kali. Jika tidak terpejam mungkin air akan masuk dan akan terasa sakit. Ia terus merutuki dirinya dalam perjalanan pulang. Bagaimana bisa ia memaksakan diri untuk ikut pulang meski tidak memakai mantol. Lihat sekarang, hujan deras sampai rupa dan kondisi Arzeta tidak berbentuk pun lelaki di depannya tidak peduli. Sungguh malang nasibmu nak!Perlahan motor menepi begitu sampai di seberang kontrakan Arzeta, biasanya Arzeta akan berlama-lama tapi tidak untuk sekarang.“Makasih Bang!” Ucapnya kemudian bergegas berlari menyeberang begitu tidak ada kendaraan disana.Ia bahkan tidak
Cuaca siang hari begitu panas namun tiba-tiba begitu menjelang sore langit mendadak gelap dipenuhi dengan awan hitam. Tidak hanya Zeta yang merasakan hawa dingin mulai melanda ruangan, banyak karyawan lainnya berdoa agar tidak hujan saat jam pulang nanti. Zeta justru mencemaskan ibunya yang sekarang mungkin sudah perjalanan pulang.Zeta : Mamah sudah sampai?Zeta meletakkan ponselnya dan kembali menatap data yang ada di monitor sambil menunggu balasan dari ibunya. Lagi pula jika hujan pun ia juga bingung bagaimana cara pulang sedangkan ia tidak punya mantol.Mamah : sudah, ini baru saja gerimis. Zeta menghela nafas, ia lega tidak perlu mencemaskan ibunya kehujanan. Sekarang saatnya ia memikirkan bagaimana ia pulang nanti jika hujan deras. Dulu awal masuk kerja mungkin Ira sahabatnya setia menjemputnya namun sekarang keduanya hanya bisa Bersama ketika berangkat saja karena Ira selalu lembur.“Ta! Mau bikin teh anget nggak?” Tanya Salsa tiba-tiba saja muncul disamping Arzeta.“Lo mau
“Pagi !” Sapa seorang perempuan yang baru sampai menyapa teman-teman satu kantornya mereka tersenyum pada Zeta.“Ta hari ini gue gak titip kopi dulu deh!” Celetuk seseorang dari belakang yang langsung dibalas anggukan Zeta.“Kenapa lo? Tumben bener!” Tanya Dicky pada lelaki yang berkutik dengan ponselnya.“Gue habis dari rumah mertua gue, kebetulan dibawain kopi.” Ucap lelaki itu memperlihatkan botol termosnya membuat Dicky mengangguk paham.Dicky, yang berbeda kantor itu selalu nimbrung Bersama teman-temannya disini sebelum jam kerja dimulai. Lebih tepatnya sebelum Genta datang, pastinya ia akan sendiri di ruangan jadi lebih baik tertawa dengan teman-teman lainnya.Tak lupa menggoda fans sahabatnya adalah kegiatannya berhari-hari yang tak pernah bosan. Zeta mulai malas jika Dicky sudah berjalan menuju kearahnya ia pun memasang muka masam. Bukannya mengurungkan niat justru Dicky tersenyum.“Widih nggak ada Genta aja lo galak bener sama gue!” Ucap Dicky duduk di meja kerja Zeta.Zeta m
Sebuah motor yang tadinya melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menepi setelah menyalakan lampu sen kirinya. Sang pengemudi tidak sendiri, ada sosok perempuan yang duduk di jok belakangnya. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setiap kali laki-laki itu mengantarnya pulang. Ia turun, tadinya ia masih tersenyum begitu menatap mata elang lelaki itu, senyumnya luntur begitu saja.“Terima…”Ucapannya terpotong karena lelaki itu langsung menancap gas begitu memastikan jika perempuan yang ia antar sudah turun. Arzeta hanya tersenyum masam menatap kepergian Genta, lelaki itu sengaja segera pergi.“Kasih…” Lanjut Arzeta melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.Arzeta melangkahkan kakinya menuju rumah kontrakannya, baru saja ia membuka pintu sudah dikejutkan dengan ibunya yang sudah berdiri di ambang pintu, melihat anaknya yang sedikit tersentak kebelakang ibunya hanya tersenyum tanpa dosa.“Tadi siapa Ta?” Tanya Mila yang rupanya sejak tadi melihat interaksi antara Gen







