Share

Bab 6

Penulis: Naimatun Niqmah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-14 16:27:52

"Maaf, tadi Lika lihat Yuda di gerbang sekolahannya, belum ada yang jemput, kebetulan Lika lewat, jadi sekalian Lika antar."

 

Ucap Lika terlihat kikuk. Mungkin merasa tak enak pada kami. Yuda langsung bergegas masuk rumah dan menyalami kami semua. Kuseka air mataku dengan perlahan, mungkin Lika sudah mendengar sebagian keributan kami.

 

"Gakpapa cah ayu, untung ada kamu, jadi Yuda nggak kelamaan nunggu disekolah,"

 

Jawab mertua, disambut dengan Lika mencium punggung tangan mertua. Manis sekali.

 

"Ni Ko, untung ada Lika, istrimu terlalu sibuk njelek-njelekin mertuanya, sampai lupa ngurus anak."

 

Jlebbb, terasa hatiku dihunus pedang yang tajam terasah. Kutatap mata mertua dengan penuh amarah. Aku bangkit dari duduk, membuat wajah ibu terlihat gelagapan. Begitu juga dengan mas Riko dan Lika. Mas Riko juga ikut berdiri. Seakan ingin menenangkanku, tapi dia terlihat serba salah.

 

"Yuda, masuk ke kamarmu!" Perintahku. Aku tak mau dia mendengar semuanya. Yuda nurut, seakan dia ketakutan. Mataku memerah.

 

"Tak ada niat sama sekali aku ingin menjelek-njelekkan atau memfitnah ibu, aku tau semua harta ini dari ibu, bukannya aku tak tau diri, tapi bukankah memang sudah menjadi kewajiban putra ibu, menafkahi anak istrinya? aku merasa ibu tak adil dengan mantu, memang iya," nafasku memburu. Kualihkan pandang ke mas Riko.

 

"Kamu dengar sendiri mas, ibumu selalu manis, memanggil nama Lika dengan sebutan cah ayu, sedangkan aku? Ibumu selalu memanggilku dengan seenaknya, drum, plendungan, sapi perah siap di korbankan, entah lah aku lupa, sebutan-sebutan yang tak pantas."

 

Gemletuk kutautkan gigiku. Kukepalkan tanganku. Geram. Hanya sekali aku tak jemput Yuda pulang sekolah, tapi ucapan mertua, seakan memang setiap hari aku lalai akan tugasku.

 

"Dek, cukup kamu keterlaluan." Bentak mas Riko hampir melayangkan tamparan.

 

"Jangan mas!" Suara Lika menghentikan niat mas Riko.

 

"Mbak tolong tahan emosi," Lika menyentuh pundakku.

 

"Sudah cah Ayu, biarkan Riko menampar istrinya yang tak tau diri ini," Umpatnya.

 

"Masih untung anak saya mau menikahi kamu, perempuan kere tak berpendidikan, sekarang kok malah memfitnah saya mertua tak adil." Umpatnya lagi.

 

"Saya memang kere, tapi saya punya harga diri, bukan saya yang mengejar-ngejar mas Riko, mas Riko lah yang mengemis cinta saya waktu itu."

 

Geram. Aku memang sangat geram. Tak berkedip mataku beradu pandang dengan mertua. Hilang rasa takutku. Karena sudah kelewatan.

 

"Kamu..." 

 

"Cukup bu, cukup mbk, mas Riko tolong bawa ibu pulang." Lika memotong omongan ibu, yang tangannya hendak menyentuhku.

 

"Dek minta maaf sama ibuk sekarang!" Bentak mas Riko. Tapi ku abaikan.

 

"Ibu memang adil membagi harta, tapi tak adil dengan membagi kasih sayang." Tandasku. Membuat raut wajah ibu semakin tak suka. Mas Riko menatapku tak percaya.

 

"Dasar mantu..."

 

"Mas Riko, antar ibu pulang, biar suasana tak semakin runyam." 

 

Lagi-lagi Lika memotong omongan ibu, yang lagi meledak emosinya. Dan menarik tanganku, membawaku untuk masuk kedalam kamar. Menenangkanku.

 

"Sudah Ko, istrimu itu keterlaluan, berani-beraninya dia bentak-bentak ibu, untung ada Lika, kalau gak ada Lika sudah ibu sobek-sobek itu mulutnya, mantu gak tau diri, sudah badan melebar kanan kiri, cantik juga nggak, ceraikan saja dia, kamu bisa nikah lagi dengan perawan yang..."

 

"Sudahlah bu, jangan semakin memperkeruh keadaan."mas Riko memotong omongan ibu.

 

"Istrimu itu tak tau diri, ngatain ibumu tak adil, kamu harusnya bela ibumu, bukan bela istrimu yang kayak gajah itu."

 

Ibu masih merepet sesukanya. Melampiaskan kemarahannya. Ku mendengar suara motor berlalu menjauh. Di dalam kamar badanku terasa lemas. Lika memelukku.

 

"Sabar mbak, jangan terpancing emosi."

 

Ucapnya memeluk dan mengusap pundakku. Kebaikan gula sudah tak terlihat lagi dimata mertua, sang kopi mencoba menenangkan. Entah menenangkan atau hanya sekedar takut kehilangan gula, terancam akan posisi enak yang dia sandang. 

 

"Lika aku tak membencimu, sama sekali tidak, kita tak pernah ada masalah selama ini."

 

Ucapku melepaskan pelukan Lika. Lika tersenyum, mengusap pundakku.

 

"Iya mbak, Lika faham." Sahutnya.

 

"Tapi Lik, aku ......."

 

Lika manggut-manggut, mendengarkan dan mencoba memahami kata perkata yang aku sampaikan. Dia tersentak tak menyangka. Menautkan kedua alisnya. Dilema.

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 115

    Pagi ini Lika berkemas. Menyusun baju-bajunya di koper. Di bantu oleh anak-anak panti yang sudah besar. “Mbak Lika enak ya? punya orang tua, aku juga pengen punya orang tua,” celetuk anak perempuan yang kira-kira umur 12 tahun. Bernama Putri. Membuat Lika tersentuh mendengar omongannya.“Iya,” sahut temannya lagi, yang juga ikut membantu Lika berkemas. Menyadarkan Lika, betapa beruntungnya dia. tapi, dia selama ini tidak mensyukuri itu. Selalu iri dengan kehidupan orang lain. Selalu iri dengan kehidupan Mbak Rasti dulu itu. “Kalian juga beruntung bisa tinggal di panti ini. Jangan merasa nggak punya orang tua. Bu Lexa itukan orang tua kalian,” sahut Lika menanggapi omongan anak-anak panti itu.“Owh, iya, Bu Lexa kan ibu kita,” sahut anak yang lainnya. Putri tersenyum.“Iya, Maksudnya, enak gitu jadi Mbak Lika, orang tuanya masih komplit,” jelas Putri. Membuat Lika sesak saja mendengarnya.“Udah, kalian juga sangat beruntung mempunya orang tua kayak Bu Lexa. Ini semua sudah takdir, ma

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 114

    “Dari mana,Le?” tanya ibunya saat melihat Malik masuk ke dalam kamarnya. Malik tersenyum memandang ibunya.“Main sama temen, Bu. Maaf, ya, seharian ini, Ibu Malik tinggal,” jawab Malik seraya meminta maaf, karena dia merasa nggak enak dengan ibunya.“Nggak apa-apa, Le, kamu juga butuh jalan-jalan. Nggak berkutat di rumah aja, nungguin Ibu,” sahut ibunya. Malik tersenyum lagi, karena hanya ibu dan Mahira yang dia punya. Saudara banyak, tapi jarang sekali komunikasi. Jadi terputus pelan-pelan. “Malik senang di rumah sama ibu,” sahut Malik, kemudian merebahkan badannya di sebelah ibunya. Kemudian tangan ibunya mengelus rambut Malik. Karena Malik sangat senang jika ibunya melakukan itu. Ke dua tangan ibu Malik masih berfungsi, itupun dengan gerakkan lambat. Kalau kakinya sudah tidak berfungsi lagi. “Kamu kok, sedih, Le?” tanya ibunya saat melihat wajah anak sulungnya itu murung. Tanpa bisa di tahan, beningan kristal meleleh dari sudut matanya.“Lah, kok, malah nangis? Cerita sama ibu a

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 113

    “Lika,” sapa Tante Lexa saat membukakan pintu untuk Lika. Lika cepat-cepat menyeka air atanya yang masih terus mengalir. “Tante,” sahut Lika masih terus menyeka air matanya, yang nggak bisa berhenti. Malik sudah pulang. Saat pintu rumah Tante Lexa di buka, Malik langsung memutar mobilnya dan keluar meninggalkan halaman rumah Tante Lexa. “Masuk dulu!” perintah Tante Lexa, seraya menarik tangan Lika menuju ke kursi. Lika nggak enak hati dengan Tante Lexa, karena menangis. ‘Pliis Lika jangan nangis, nanti membuat Tante Lexa bingung dan cemas,’ lirih Lika dalam hati. Dia pikir Tante Lexa nggak tahu sebab dia menangis.“Kenapa menangis?” tanya Tante Lexa memancing reaksi Lika. Lika memaksakan senyum dan masih terus meyeka air matanya.“Nggak apa-apa, Tante,” sahut Lika asal, dengan suara serak dan sesak. Tante Lexa mendesah, kemudian ikut membantu mengusap air mata Lika. Karena Lika sudah di anggap anak olehnya.“Cerita sama Tante! Siapa tahu Tante bisa membantumu,” ucap Tante Lexa. Mata

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 112

    “Hah? Juwariah hamil anak Tirta?” sahut Mas Riko saat aku memberi kabar tentang gosip ini. Ya, sepulang dari warung Mak Rida, aku langsung mencari-cari Mas Riko. Ternyata dia lagi membakar sampah di belakang rumah.“Jangan kenceng-kenceng, Mas, nanti di dengar tetangga,” jawabku sambil celingak celinguk. Dia juga ikutan celingak celinguk.“Paling juga semua orang sudah dengar, kita ini belakangan dengarnya,” sahut Mas Riko. Ah, mungkin seperti itu.“Mungkin, Mas. Tapi kenapa Mbak Juwariah ngenalin Tirta ke Lika? Sampai nginap-nginap di penginapan lagi,” tanyaku. Dia menghentikan pembakaran sampahnya. Beranjak dan mencari tempat teduh di bawah pohon sawit, yang sudah di siapkan kursi kayu, untuk tempat bersantai.“Iya, ya? Harusnya kan cemburu ya?” tanya Mas Riko balik. Sama-sama tak tahu jawaban pastinya. Yang tahu hanyalah Mbak Juwariah. Apa maksudnya?“Kalau menurutku, memang sengaja, mau menghancurkan rumah tangga Lika dan Toni. Dengan Tirta sebagai pancingan, agar Lika nurut denga

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 111

    [Owh jadi mereka kakak beradik, donatur panti Bu Lexa, orang-orang baik, ya] sahut mamanya Lika.[Alhamdulillah, Lika di sini berteman dengan orang-orang baik dan tulus, Bu. Nggak usah khawatir. Saya juga kenal betuk siapa Malik dan Mahira. Sekarang aja ini Lika lagi keluar sama Malik. Katanya untuk pertemuan yang terakhir. Mumpung Lika masih di sini. Dan ternyata benar, kalian sudah di Jogja dan besok akan menjemput Lika,] jelas Bu Lexa panjang.[Lagi keluar sama Malik?] tanya mamanya Likas seraya mengerutkan kening.[Santai, Bu. Saya percama sama Malik seratus persen. Dia anaknya baik, nggak akan neko-neko sama Lika. Lagian Lika sama Malik itu temenan dari SMP] Jelas Bu Lexa lagi, untuk menenangkan hati orang tua Lika.[Owh, saya percaya dengan Bu Lexa. Kalau Bu Lexa yakin kalau Malik itu baik, berarti dia memang baik,] jawab mamanya Lika. Bu Lexa tersenyum.[Yasudah, Bu. sampai sini dulu obrolannya. Insyaallah kami besok ke rumah Bu Lexa,] ucap mamanya Lika lagi, ingin pamit memati

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 110

    “Lika nomornya, kok, aktif, ya?” tanya Pak Samsul kepada istrinya. “Paling ngedrop hapenya,” jawab istrinya santai. Pak Samsul kemudian duduk di kursi. Tak berselang lama, istrinya menghampiri seraya membawakan secangkir Kopi manis. “Ini kopinya, Pa!” ucap istrinya seraya meletakkan di atas meja.“Makasih, Ma,” jawab Pak Samsul. Istrinya tersenyum.“Sama-sama,” jawabnya kemudian duduk. “Nova kemana, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. Kemudian Nenek Rumana juga ikut mendekat dan bergabung bersama anak dan menantunya.“Ke loundrynya,” jawab Nenek Rumana seraya duduk di kursi. Pak Samsul kemudian mengambil kopi yang di buatkan istrinya. Meniupnya pelan dan menyeruputnya.“Alhamdulillah senang melihat Nova sudah bisa mandiri. Udah punya usaha juga,” sahut Pak Samsul setelah meletakkan kopinya di meja.“Iya, Ibu juga senang melihat kemajuan Nova. Cuma dari segi asmara dia kurang beruntung,” jawab Nenek Rumana.“Biarkan, Bu. Nova perempuan baik, insyaallah kalau menikah lagi, juga akan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status