ホーム / Zaman Kuno / Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa / Bab 6. Pengabdian Untuk Pengakuan

共有

Bab 6. Pengabdian Untuk Pengakuan

作者: nanadvelyns
last update 最終更新日: 2025-11-26 16:55:45

Diana melipat surat itu kasar dan menyimpannya di balik pakaian.

Sejujurnya, Diana pribadi tidak ingin peduli pada tradisi seperti kunjungan keluarga dan lain sebagainya.

Namun, tubuh ini adalah milik putri bungsu keluarga Sinclair yang kini telah menjadi putri mahkota.

Apa pun yang ia lakukan sekarang, akan ditanggung juga oleh suaminya. Yang meski namanya sudah buruk dan orangnya menyebalkan–pria itulah yang akan mendampingi hidup Diana kelak.

Ia menarik napas panjang untuk menguasai emosinya sebelum akhirnya kembali berjalan mengejar Arthur.

Pria itu rupanya menuju ruang kerjanya. Di sana, Arthur tengah duduk tenang di balik meja kerjanya. Punggungnya tegak, kedua tangannya menyatu di atas meja, dan tatapannya langsung terarah padanya ketika Diana muncul di ambang pintu.

Diana membungkuk singkat. “Maaf, Yang Mulia. Saya tadi terkesan memaksa. Jika Anda–”

“Duduk.”

Satu kata. Singkat. Tegas. Pemotongan yang entah keberapa kalinya.

Diana ingin sekali mendesah keras, tapi ia menahannya dan memilih duduk dengan patuh.

Kursi di hadapannya terasa jauh lebih dingin dari biasanya, mungkin karena atmosfer yang diciptakan Arthur.

Baru saja ia ingin meluruskan punggungnya, Arthur menggerakkan matanya—hanya matanya—ke arah sisi meja. “Kau menginginkan ini?”

Diana mengerutkan kening, mengikuti arah tatapan itu. Di sana, di atas meja, tergeletak sebuah buku tebal dengan sampul kulit gelap.

Ia menyentuhnya pelan, membaca judul yang tertera dengan huruf emas.

‘Catatan Kekayaan Istana Putra Mahkota’

Di sebelahnya terletak sebuah kunci emas besar, simbol akses untuk membuka ruangan penyimpanan khusus, bahkan mungkin memeriksa alur kekayaan keluarga kerajaan.

Diana menatap Arthur bingung. “Apa?”

Arthur menatapnya tanpa perubahan ekspresi. “Bukankah ini tujuanmu bersikap sok baik padaku? Keluarga Sinclair menginginkan uang, bukan?”

Diana terdiam satu detik—lalu dua. Perlahan, udara di dadanya terasa sesak, bukan karena takut, tetapi karena rasa kesal yang memuncak.

Jadi… pria itu berpikir semua sikap baiknya adalah demi mengeruk harta kerajaan untuk diberikan pada keluarga busuk itu?

“Yang mulia,” Diana menarik napas dalam, matanya menatap Arthur tanpa gentar. “Bukan ini yang saya butuhkan.”

Arthur tetap menatapnya datar. “Lalu apa?”

Diana menjawab cepat, tanpa pikir panjang. “Dirimu, Yang Mulia! Saya membutuhkan Anda.”

Sekali lagi, hening.

Kalimat itu seketika membentur dinding dingin di antara mereka, menggema tanpa arah.

Kerutan di dahi Arthur tampak dalam, dan Diana sendiri merasakan wajahnya hangat karena sadar telah mengatakan sesuatu yang 'membingungkan' .

Namun ia tidak menarik kembali ucapannya.

“Saya telah menikah dengan Anda,” ucap Diana, kali ini lebih lembut dan tenang. “Sebagai istri, saya ingin yang terbaik untuk Yang Mulia. Hati saya tidak nyaman membayangkan Yang Mulia harus menanggung penderitaan setiap hari.”

Tidak ada gunanya berpura-pura di hadapan pria yang intuisi dan kecurigaannya setajam pedang.

Keheningan di ruang kerja Arthur terasa begitu padat, seolah udara di dalamnya mengental dan menahan napas siapa pun yang berada di dalamnya.

Tetapi ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Tok. Tok.

Suara ketukan pintu terdengar jelas.

“Yang Mulia,” suara seorang pria dari luar ruangan terdengar tegas, formal, tanpa gemetar. “Ada pesan dari Perdana Menteri.”

Arthur tidak langsung merespons. Ia bahkan tidak menoleh. Hanya udara di sekitarnya yang terasa berubah, sedikit menegang.

Kemudian suaranya terdengar, dingin dan pendek.

“Masuk.”

Pintu terbuka. Seorang pria berambut hitam rapi, mengenakan pakaian pelayan tingkat tinggi, melangkah masuk sambil membungkuk dalam.

Sikapnya menunjukkan bahwa ia bukan pelayan biasa—gerakannya terlalu terlatih, terlalu halus, dan terlalu hening.

Diana segera bangkit dari kursinya. Nalurinya mengatakan ia tidak memiliki hak untuk mendengarkan pembicaraan resmi kerajaan.

Ia menarik kembali rok gaunnya pelan dan berbalik.

Namun baru satu langkah ia ambil–

“Ke mana?” suara Arthur memotong tajam.

Diana berhenti. Berbalik perlahan, menunduk sopan. “Karena Yang Mulia hendak berbincang, jadi aku rasa—”

“Kembali,” Arthur memotong tanpa menunggu penjelasan. “Giling tinta ini.”

Seketika alis Diana berkedut. Dalam hati ia mengumpat sejadi-jadinya.

Astaga... pria ini. Barusan mengusirku, sekarang memerintah seenaknya! Dia pikir aku ini apa, kucing liar yang bisa diseret maju mundur?

Tapi bibirnya tersenyum manis. “Baik.”

Ia melangkah kembali mendekati meja, mengambil posisi di samping Arthur.

Pria yang baru masuk tadi menunduk sopan kepadanya ketika ia melewati, dan Diana membalas dengan anggukan kecil sebelum fokus pada batu tinta yang disodorkan Arthur.

Wangi tinta hitam mulai memenuhi udara.

Diana menggilingnya perlahan, gerakan tangannya mantap meski isi hatinya bergolak.

Sesekali ia melirik pria yang tadi masuk—orang yang ternyata berdiri sedikit di belakang Arthur.

Gerakannya hening, posturnya tegak, dan aura kewaspadaannya begitu kuat. Diana bisa menebak, Ini pasti tangan kanan pribadi Arthur.

Pria itu membungkuk, menyodorkan amplop cokelat pada Arthur. “Ini adalah surat yang dititipkan Perdana Menteri. Beliau juga berkata…”

Ucapannya menggantung. Pria itu menoleh sedikit, melirik Diana ragu-ragu.

Tentu saja. Informasi sensitif. Dan kehadiran Diana masih dianggap asing bagi istana.

Namun sebelum pria itu memutuskan apakah ia harus diam atau bicara, Arthur mengangkat satu tangannya sedikit—sebuah isyarat kecil, tapi kuat.

“Lanjutkan, Sai.”

Sai kembali menunduk sopan. “Perdana Menteri berkata bahwa pergerakan dari kelompok misterius itu mulai semakin dekat dengan ibu kota. Dua korban baru ditemukan tidak jauh dari hutan. Ciri-cirinya sama persis seperti korban-korban sebelumnya.”

Ia berhenti sejenak, kemudian menambahkan dengan nada lebih pelan.

“Tanpa organ dalam.”

Suara itu membuat bulu kuduk Diana berdiri.

Gerakan tangannya menggiling tinta terhenti sepersekian detik. Ia menatap batu tinta, namun pikirannya melayang jauh.

Ia ingat bagian ini.

Ingatan dari dunia sebelumnya—ingatan sebagai pembaca—muncul begitu jelas.

Temannya pernah bercerita panjang lebar mengenai novel ini, terutama bagian tentang kelompok misterius itu.

Kelompok yang dipimpin tokoh utama pria tersembunyi, Alon.

Mereka adalah kelompok bayangan. Seperti kriminal… namun pada saat bersamaan, seperti eksekutor keadilan kelam.

Mereka memburu bangsawan-bangsawan yang terkenal rakus, korup, dan menyembunyikan berbagai kejahatan kelam. Dan organ tubuh korban…

Dijual ke pasar gelap.

Diana menelan ludah. Ia tidak pernah menyukai bagian cerita itu—terlalu gelap, terlalu mengenaskan.

Tapi ia tidak mengatakan apa pun. Informasi seperti itu sebaiknya memang tidak keluar dari mulut orang yang tidak sepenuhnya dipercaya.

Arthur menerima amplop itu, namun belum membukanya. Tatapannya dingin tapi jelas tengah menimbang. “Baik. Kau boleh pergi.”

Sai menunduk dalam sebelum berbalik langkah. Gerakannya hening dan cepat hingga pintu tertutup tanpa suara.

Hening kembali menguasai ruangan.

Arthur berdiri diam tanpa kata, sementara Diana kembali fokus pada tinta hitam yang perlahan menjadi pekat di dalam mangkuk kecil.

Suara halus gesekan batu tinta menjadi satu-satunya suara yang terdengar.

Hingga tiba-tiba—

“Apa yang kau butuhkan dariku?”

Diana membeku.

Tangan yang tengah menggiling tinta terhenti, lalu ia mengangkat wajah.

Arthur masih menatap lurus ke depan, bukan ke arahnya. Namun kata-kata itu jelas ditujukan kepadanya.

Diana memutar tubuh sedikit agar bisa menatapnya lebih jelas. “Aku… hanya membutuhkan pengakuan secara lisan di muka umum,” jawabnya perlahan. “Khususnya di hadapan keluargaku.”

Ia menghirup napas dalam sebelum lanjut, “Tidak masalah jika itu pengakuan palsu.”

Arthur akhirnya memalingkan wajah padanya.

“Di depan keluargamu?”

Nada suaranya pelan namun terdapat ketidakpuasan samar, seolah ia tengah mencoba memahami sesuatu.

Kemudian ia bertanya lagi, datar, “Apa yang aku dapatkan jika membantumu? Selain kesembuhan.”

Diana hampir memutar bola matanya. Pria ini masih meminta imbalan lebih?!

Ia terdiam beberapa detik, berpikir cepat. Ia tidak punya uang. Tidak punya harta. Tidak punya kedudukan berharga. Satu-satunya yang ia miliki—

“Pengabdian hidupku sampai mati,” jawabnya mantap. “Bagaimana?”

Arthur langsung mengerutkan kening. Tidak besar, tapi cukup jelas.

“Jawaban bodoh.”

Diana hampir tercekik udara.

“A-apanya yang bodoh?!”

Tapi tentu ia tidak berani mengucapkan itu keras-keras.

Ia hanya menatap pria itu dengan kebingungan semakin dalam. Jika pengabdian tidak cukup… apa lagi yang bisa ia berikan?

Uang? Ia tidak punya.

Kekuasaan? Ia bukan siapa-siapa.

Nyawa? Barusan dia hampir memaksa dirinya melukai diri, itu pun tidak cukup?

Diana menghela napas dalam, lalu meletakkan batu tinta dengan hati-hati. Ia menoleh ke arah Arthur lagi.

“Baiklah. Aku akan memberikan apa pun yang Yang Mulia inginkan.”

Matanya menatap lurus, tekadnya tak tergoyahkan.

“Tetapi… untuk besok,” lanjutnya perlahan. “Apakah Yang Mulia bisa menemaniku berkunjung ke kediaman Sinclair?”

Arthur tidak merespons. Sama sekali. Tidak satu kata pun.

Diana menunggu. Menunggu. Menunggu.

Hanya tatapan kosong pada dinding, seolah pertanyaannya tidak layak didengar.

Diana menggigit bibir bawahnya. “Bagaimana, Yang Mulia?” ulangnya dengan suara lebih lembut, penuh harapan, matanya berbinar penuh permohonan tulus.

Namun Arthur tetap… tetap… diam.

Hanya ketidakacuhan. Keacuhan sempurna yang membuat Diana ingin membanting mangkuk tinta ke kepalanya sendiri.

Dalam hati ia berteriak, pria ini benar-benar akan membuatnya gila!

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 8. Putri Mahkota

    “Berlutut, Diana! Kamu tidak sopan telah mendorong kakakmu!”Diana menegang. Keningnya terlipat dalam.Ia? Mendorong Isabella?Isabella berdiri di samping Alon dengan tatapan terluka pura-pura, tangannya memegang lengan pria itu seolah butuh penyangga. Diana tidak memedulikan itu—ia hanya menatap ayahnya dengan ekspresi datar.“Berlutut?” gumamnya di dalam hati, geli sekaligus marah.Dia Putri Mahkota sekarang.Namun keluarga Sinclair masih memperlakukannya seperti budak murahan.“Aku tidak menyentuh Kak Isabella sama sekali,” ucap Diana tegas. “Justru Kak Isabella yang menggenggam tanganku. Bagaimana bisa aku mendorongnya, Ayah?”Tuan Sinclair memukul sandaran kursinya dengan keras. Mata tuanya menyipit penuh amarah.“Dasar putri tidak tahu terima kasih! Tanpa keluarga Sinclair, memangnya kau bisa menjadi Putri Mahkota?!”Diana terasa ingin tertawa.Keluarga ini… benar-benar delusional.Renata maju setengah langkah sambil mengangkat dagu tinggi-tinggi.“Benar yang Ayahmu katakan! Ji

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 7. Kunjungan Penghormatan

    Keesokan paginya, surat kembali datang. Diana tidak bisa menunda kunjungan ke keluarga Sinclair lebih lama.Namun, saat ia bertanya mengenai pangeran–“Saat ini Yang Mulia tidak ada di ruang kerjanya. Saya kurang tahu, Putri.”Diana mengangguk perlahan.Ah. Jadi begitu.Tidak ingin menemani perjalanan tradisi penting ini, rupanya.Diana menghela napas tipis. Sungguh, ia sudah menduga. Arthur bukan tipe pria yang suka memperlihatkan kepedulian secara terbuka.Bahkan sangat mungkin… ia hanya menganggap Diana sebagai kewajiban negara yang kebetulan masih hidup.Mata Diana berkilat dingin saat kembali menatap bayangan wajahnya di cermin.Baik.Kalau begitu… dia akan menghadapi keluarganya sendiri.Dengan atau tanpa suaminya.“Ayo segera pergi,” ucap Diana sambil bangkit dari kursi.Embun dan Bibi Erna segera mengikuti dari belakang.Kereta kuda keluarga kerajaan yang dilapisi hiasan emas berhenti tepat di depan gerbang utama kediaman Sinclair. Para prajurit kerajaan membuka jalur, dan Di

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 6. Pengabdian Untuk Pengakuan

    Diana melipat surat itu kasar dan menyimpannya di balik pakaian. Sejujurnya, Diana pribadi tidak ingin peduli pada tradisi seperti kunjungan keluarga dan lain sebagainya.Namun, tubuh ini adalah milik putri bungsu keluarga Sinclair yang kini telah menjadi putri mahkota.Apa pun yang ia lakukan sekarang, akan ditanggung juga oleh suaminya. Yang meski namanya sudah buruk dan orangnya menyebalkan–pria itulah yang akan mendampingi hidup Diana kelak.Ia menarik napas panjang untuk menguasai emosinya sebelum akhirnya kembali berjalan mengejar Arthur.Pria itu rupanya menuju ruang kerjanya. Di sana, Arthur tengah duduk tenang di balik meja kerjanya. Punggungnya tegak, kedua tangannya menyatu di atas meja, dan tatapannya langsung terarah padanya ketika Diana muncul di ambang pintu.Diana membungkuk singkat. “Maaf, Yang Mulia. Saya tadi terkesan memaksa. Jika Anda–”“Duduk.”Satu kata. Singkat. Tegas. Pemotongan yang entah keberapa kalinya.Diana ingin sekali mendesah keras, tapi ia menahanny

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 5. Percaya Pada Saya

    Mendengar itu, Arthur tersenyum miring. Tampak mencemooh.“Memangnya dirimu pikir kau siapa?” ucap Arthur, dingin dan menusuk. “Jangan terlalu tinggi menilai dirimu.”Senyum Diana membeku sejenak. Ia memaksakan kembali senyum normalnya.Seharusnya ia tidak terkejut. Sepengetahuannya dan semua orang di buku, “Diana” yang asli tidak paham soal medis sama sekali. Selain itu, dengan jaminan apa Arthur bisa memercayainya begitu saja?Namun, sekarang, ia punya langkah yang jelas dalam misinya untuk mengambil hati sang pangeran.Ia akan menyembuhkan Arthur.Dengan begitu, Arthur akan memberinya pengakuan dan perlindungan. Baik itu dari keluarga Sinclair ataupun dari kematian.“Yang Mulia,” Diana mencoba lagi. “Jika Yang Mulia mengizinkan, saya bisa membuktikannya.”Arthur akhirnya bertanya datar, “Apa yang bisa kau berikan jika gagal membuktikan kalimatmu?”Diana tak ragu. Ia menatap Arthur lurus, mata birunya mantap, suaranya stabil.“Nyawa saya.”Arthur tidak bereaksi banyak. Namun, sepas

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 4. Langkah Pertama

    Pagi ini, Diana berdiri di depan pintu kediaman Arthur, menunggu. Istana mereka tidak jauh, hanya dipisahkan dua halaman kecil dan sebuah lorong panjang.Kemarin, ia bertanya pada Bibi Erna, pelayan senior istana yang mengenal rutinitas Putra Mahkota lebih baik dari siapa pun, tentang jadwal Arthur. Pria itu selalu bangun sebelum matahari terbit, lalu bersiap menuju majelis pagi bersama Kaisar dan para bangsawan tinggi.Ia terlambat kemarin. Namun, hari ini Diana bertekad mengambil hati sang pangeran.Toh, pria itu suaminya sekarang. Mau tidak mau, pria itu harus menerimanya seperti Diana menerima takdirnya saat ini.Belum saja Diana mengetuk, pintu kediaman Arthur tiba-tiba terbuka keras dari dalam. Kasim yang berjaga sampai terlonjak dan langsung bersujud.“Y-Yang Mulia….”“Selamat pagi.” Diana tersenyum ramah. “Apa Yang Mulia sudah bangun?”Kasim itu mengangguk buru-buru. “S-sudah, Putri. Putra Mahkota baru saja terbangun.”Ia berhenti, menatap Diana dari ujung rambut yang disanggu

  • Mendadak Jadi Istri Pangeran Buruk Rupa   Bab 3. Penawar Racun

    Arthur berdiri tiba-tiba. “Ikut aku.”Diana berusaha bangun tapi lututnya goyah.Tubuhnya terlalu panas. Sensasinya terlalu intens. Kakinya gemetar hebat setiap kali ia mencoba berdiri.“Aku… tidak bisa…” Ia menggigit bibir sekuat tenaga. “Gendong aku.”Arthur menatapnya seperti hendak melemparnya keluar jendela. Tatapan dingin, meski pria itu melangkah mendekat.Dengan kuat, ia menarik tubuh Diana ke dada bidangnya dan menggendongnya. Diana mendesah perlahan—bukan sengaja, melainkan refleks dari sensasi yang menusuk tubuhnya.Arthur mengencangkan rahangnya keras sembari melangkah keluar kamar, tampak tidak suka mendengar suara itu.“Yang Mulia…” suaranya lirih, hampir tidak terdengar. “Anda membawaku … ke mana?”Arthur tidak menjawab.Ketika ia membuka mata perlahan, mata mereka kembali beradu. Biru pucat dan biru gelap. Diana hampir tenggelam dalam tatapannya.Hingga tiba-tiba Arthur berhenti.Lalu–melepaskan gendongannya.BYUUURR!!!“AAKH!!”Diana jatuh ke dalam air dingin.Tubuhny

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status