Share

Part 11 : Penelusuran Altara

                          

"Jadi kamu sama sekali tidak pernah mengenal Fadli?" tanya Al keheranan.

"Jangankan mengenal, bagaimana wajahnya saja aku tidak pernah tau, aku baru tau setelah Fero memberikan sebuah surat kabar kepadaku, dalam surat kabar itu aku baru tau berita meninggalnya Fadli serta gambarnya."

"Tapi bagaimana bisa kalung milikmu ada di tempat kejadian?"

"Kak sarah meminjam kalung itu kepadaku, dia bilang cuma meminjamnya sebentar saja, tapi nyatanya sebulan lebih kalungku baru ketemu, Fero yang memberikannya kepadaku!"

"Apa kamu tidak pernah cerita ke Fero, kalau sebenarnya kakakmu yang sudah meminjam kalung itu?"

"Saat Fero marah dan menuduhku bahwa akulah yang menyebabkan kakaknya bunuh diri, aku sudah berusaha menjelaskan yang sebenarnya, tapi dia sedikitpun tidak mau mempercayaiku, tapi aku yakin waktulah yang yang akan menjawab semuanya, biar saja dia menuduhku apapun itu yang penting aku tidak seperti yang ia tuduhkan!"

"Iya kamu benar, tapi kenapa kamu sangat terbuka sekali? apa kamu tidak takut aku akan mengadukannya pada Fero?"

"Di sini aku sendirian, suami yang aku kira bisa menyayangi, melindungi serta mencintaiku ternyata malah membenciku, aku pendam sendiri segala kepedihan, kecewa serta sakit hati ini, kalaupun kamu akan mengadukan pada Fero semua yang aku katakan ini, sedikitpun aku tidak takut, karena aku mengatakan yang sebenar-benarnya, tidak ada lagi yang bisa ku lakukan selain pasrah serta menjalani takdir Allah dengan tegar dan ikhlas."

"Mengapa kamu begitu pasrah seperti ini? harusnya kamu bisa mengumpulkan bukti, tunjukkan kepada Fero bahwa kamu sama sekali tidak bersalah, itu yang seharusnya kamu lakukan!"

"Jika aku memiliki bukti pasti sudah aku lakukan saat itu juga, masalahnya aku tidak punya bukti apapun, ditambah semua bukti mengarah kepadaku, sudah jelas pihak keluarga Almarhum pasti akan mencari informasi siapa pemilik kalung itu yang sudah pasti jawabannya adalah aku!"

"Tidak ada yang bisa aku katakan lagi selain bilang sabar kepadamu! yang terpenting kamu harus yakin bahwa Allah tidak pernah tidur, cepat atau lambat kebenarannya akan terbongkar!"

"Hemmm, yah...!" sahut Sinta singkat sambil menghela nafas serta menganggukkan kepalanya.

~ Keesokan Hari ~

Pagi itu Sinta membantu Mang Inyong menyirami bunga-bunga di taman sambil memangkas batang dan daun yang sudah kering. Ia juga memberikan pupuk yang sudah disiapkan Mang Inyong sebelumnya pada semua tanaman agar tumbuh subur dan berbunga lebat. Sinta sangat menikmati kegiatannya itu sampai ia tidak menyadari bahwa Fero sedang mengamatinya dari atas balkon, Iya Fero sedang mengamati Sinta sambil mengayunkan barbel di kedua tangannya.

"Lumayan juga ternyata joging mengitari rumah ini!" celetuk Al berdiri di sebelah Fero sambil berkacak pinggang.

"Memangnya kamu sudah mengitari berapa kali?" tanya Fero.

"Sudah 3 X, tapi nafas sudah ngos-ngosan seperti ini, he..he..he…!" jawab Al sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Ya juga sih, rumah ini kan memang jumbo, pantes aja kalau kamu ngos-ngosan seperti itu!"

"Enak juga nih... main barbel sambil lihatin cewek cantik, sambil menyelam minum air, alias dapat dua-duanya dalam waktu yang bersamaan!" goda Al

"Maksud kamu?"

"Ya pasti asyik lah mengayun barbel sambil lihatin istri yang sedang bercocok tanam di kebun!"

"Maksud kamu Sinta?"

"Ya iyalah... masak bik Ijah??? "

"Huuu…mulai ngaco aja kamu!" protes Fero sambil menggasak wajah Al dengan  pelan.

"Ha..ha..ha…begini ini kalau terlampau benci, lihat aja sendiri ntar lama-lama jadi cinta, aauwww…!"

"Kalau mulut kamu nyinyir terus mending pergi sono! jangan gangguin aku fitness!"

"Ah…Fitness cuma buat modus aja, sebenernya itu lagi cuci mata huaahaaaa…!"

"Bisa diem gak? atau barbel ini melayang ke muka kamu nih?! "

"Wiikk, sadis amat sih?! bisa bonyok muka ku yang tampan bak aktor turki ini kalau sampai kena lemparan barbel kamu!"

"Hadeww, mimpi apa ya aku tadi malam?! pagi-pagi sekali sudah ketemu orang narsis kayak gini, bikin makin ilfil aja!"

****

Haripun berangsur terik, setelah menyiram bunga di halaman Sinta pun masuk ke dalam rumah, kemudian mandi. Setelah itu diambilnya celana strit panjang berwarna hitam serta dipakainya pula rok pendek untuk menutupi bagian pantat agar tidak terlihat mencolok, sedangkan pada bagian atas ia memakai kaos berwarna putih dengan bagian leher yang terbuka dikombinasi dengan dalaman berwarna hitam yang terdapat tali panjang dibelakangnya sehingga bisa ditalikan cantik dengan model kupu-kupu pada bagian belakang leher, dan pada bagian rambut ia sanggul mungil dengan posisi persis di atas ubun-ubun, kemudian dipakainya sepatu balet berwarna putih tulang. Setelah semua dirasa siap dengan perlahan tapi pasti Sinta berjalan menuju balkon.

"Hemm..sudah lama sekali aku tidak menari balet, masih lentur gak ya ini otot?! lebih baik latihan di sini saja mumpung suasananya sepi!" bisik Sinta dalam hati. Sementara Fero yang tanpa sengaja lewat tiba-tiba melihat Sinta sedang bersiap melakukan aksinya dibuat bertanya-tanya sendiri.

"Lagi ngapain nih orang, sejak kapan dia suka berolah raga? karena setahuku dia kan suka kelayapan ke sungai dan juga keluyuran gak jelas, lagi kesurupan apa dia ya?!" ujar Fero lirih sambil mengintip Sinta dari balik tirai.

Sedangkan Sinta yang tak menyadari bahwa ada sosok yang memperhatikannya, segera melakukan pemanasan terlebih dahulu untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku karena sudah lama sekali ia tidak pernah lagi menari balet. Dulu semasa sekolah sedari SD sampai SMA dia selalu mengikuti kegiatan Ekskul balet dan hampir tidak pernah absen. Entah hari ini tiba-tiba ia ingin sekali mengulangi menari balet seperti saat-saat itu lagi, tentunya tanpa diiringi musik, hanya berdasarkan hitungan dalam hati saja. Dengan gemulai Sinta melakukan aksinya, Fero yang melihatnya dibuat membelalakkan mata tidak percaya, karena Sinta melakukannya dengan sangat apik. Andai Fero menyaksikan Sinta di atas panggung mungkin ia tidak akan berhenti untuk bertepuk tangan. Gerakan demi gerakan Sinta lakukan secara berurutan, dengan memainkan ujung jari-jari kakinya yang lentik yang menopang seluruh anggota tubuhnya seirama dengan gerakan tangannya yang lincah. Dengan perlahan punggungnya sedikit demi sedikit ia condongkan ke arah belakang dengan posisi salah satu kaki ia julurkan tegak lurus ke arah depan seolah membentuk sudut siku-siku, dengan sangat percaya diri ia mengulang-ngulang gerakan tersebut sampai beberapa kali, maksud Sinta adalah untuk melenturkan otot-otot bagian belakang, namun tanpa disadarinya tiba-tiba tubuhnya oleng,

"Upsss…!" dengan sigap Fero menangkap tubuh Sinta yang hampir saja jatuh ke lantai, untuk yang kesekian kali kedua mata itu saling bertatapan, tanpa mereka sadari hal itu berlangsung hingga beberapa detik lamanya, setelah tersadar dengan apa yang terjadi Sinta memalingkan muka ke arah yang berbeda,

"Kamu… apa yang sedang kamu lakukan di sini, perasaan tadi di sini sepi tidak ada siapa-siapa?" tanya Sinta kaget

"Ya suka-suka akulah ini rumah-rumah aku, mau aku disini atau di manapun itu ya terserah aku, napa jadi kamu yang ngatur-ngatur?" jawab Fero sewot.

"Aku cuma nanya aja kok, apa aku salah?!" jawab Sinta kalem sambil tersenyum semanis mungkin.

"Ya jelas salah lah, pakai sok senyum-senyum gitu kayak orang kesurupan lagi, hiiiii....!" sahut Fero sambil melepaskan tangannya hingga membuat Sinta jatuh ke lantai.

"Auuww… sakit tau..!"

"Rasain tuh! empuk banget kan lantainya?"

"Kamu tega banget ya ama aku!" rengek Sinta manja

"Ciih..mending pergi saja deh, sebelum ketularan..!" Ledek Fero sambil ibu jarinya dimiringkan ke jidatnya ( kode orang gila ).

"Dasar raja tega ya kamu!" teriak Sinta

"Loh ada apa ini, kamu kenapa Sinta?" Tanya Al yang tiba-tiba datang

"Tau, urus noh orang yang sering kamu bela itu!" jawab Fero sambil berlalu pergi

"Iihhh, Si Fero bener-bener nih, aku mau jatuh bukannya ditolong malah dilepasin sampai jatuh gini, aduh …!" rintih Sinta kesakitan

"Wah sepertinya kaki kamu terkilir nih, sebentar-sebentar aku ambilkan minyak gosok dulu ya?!"

Sinta menjawab Al dengan menganggukkan kepalanya, tak berapa lama kemudian Al kembali datang dengan membawa botol kecil yang berisi minyak gosok. Dengan pelan dan hati-hati ia menggosokkannya ke bagian kaki Sinta yang terkilir.

"Auww…!" teriak Sinta spontan karena merintih kesakitan.

"Tenang hanya sakit sedikit kok, kamu sabar dulu ya! aku urut dulu sebentar biar nantinya tidak cedera serius, aku sudah biasa mengurut teman jika salah satu dari mereka ada yang cedera ataupun terkilir saat bermain Futsal di Club! "

"Jadi kamu punya Club Futsal?"

"Iya sekedar untuk hobi saja, bukan untuk kompetisi secara professional!"

"Owww…begitu!"

Dengan pelan Al mengurut kaki Sinta, sedangkan Sinta kakinya yang di urut sesekali menahan sakit sambil memercingkan mata.

"Yup…, sudah selesai, tidak sakit kan? coba sekarang kamu berjalan pelan, masih sakit tidak?"

Atas instruksi Al dengan pelan Sinta mencoba berdiri, sambil sedikit demi sedikit ia mencoba untuk melangkahkan kakinya.

"Ayo aku antar kamu ke kamar! itupun kalau kamu tidak keberatan, biar tumpuan kaki yang terkilir itu tidak terlampau berat bebannya!"

"Oke!"

Dengan sangat hati-hati Al menuntun Sinta untuk berjalan, sampai pada akhirnya mereka telah sampai di dalam kamar Sinta. Sesampainya di matras Al membantu Sinta untuk duduk dengan perlahan. Dengan seksama Al mengamati seisi kamar Sinta, Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu, ia benar-benar kaget bagaimana bisa Sinta tinggal di kamar yang sempit, jelek dan pengap yang begitu jauh dari kata layak untuk bisa ditinggali oleh seorang istri pemilik Perusahaan dan Pemilik Perkebunan teh yang kaya raya di kotanya itu.

"Apa kamu tidak salah masuk ke sini?" tanya Al keheranan

"Iya benar... ini memang kamarku, memangnya kenapa gitu?"

"Yah heran saja, bagaimana bisa kamu tinggal di dalam kamar jelek seperti ini? kenapa kamu mau sih?"

"Terus aku harus tidur di mana kalau tidak di sini?"

"Ya di kamar Fero lah, dia kan suami kamu?!"

"Haaah…!" Sinta hanya bisa menghela nafas sembari menundukkan kepalanya lalu menatap jari-jemari tangannya begitu mendengar pertanyaan dari Al.

"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan ku?"

"Kalau kamu menginginkan jawaban mengapa aku tidur di sini, aku hanya menuruti kemauan pemilik rumah ini, itu saja yang bisa aku jawab, tapi kamu tenang saja, aku tidak keberatan kok tidur di sini bahkan aku merasa nyaman, semua yang ada di ruangan ini sudah aku bersihkan dan rapikan kok, pokoknya kamu jangan berfikir yang berlebihan ya! stay woles oke!"

"Bultshit….! aku harus bicara sama Fero!" gerutu Al sambil berlalu pergi.

"Jangan Al, aku mohon nanti masalahnya makin runyam, Al.....!" panggil Sinta pada Al, namun Al yang terlanjur kesal tidak peduli dan tetap bergegas pergi meninggalkan Sinta.

***

Sementara di ruangan lain, Fero yang sedang serius berkutat dengan pekerjaannya untuk mengamati beberapa file di laptopnya dibuat kaget dengan kehadiran Al yang tiba-tiba nyelonong masuk ke ruang kerjanya tanpa permisi.

"Fero…! kamu itu punya hati apa gak sih?" ujar Al emosi

"Hey..hey! kamu itu ya! sudah masuk ruanganku nylonong gitu aja, pakai ngomong gak jelas lagi, maksud kamu itu apa sih?" tanya Fero tidak mengerti

"Kamu kok bisa-bisanya, nyuruh Sinta tinggal di gudang jelek dan kumuh itu? bagaimanapun juga dia itu istri sah kamu loh, dia itu nyonya di rumah ini!"

" Oooh… jadi ceritanya dia sudah ngadu nih sama kamu?"

"Kamu salah, Sinta sama sekali tidak bilang apa-apa, tapi justru aku sendiri yang baru saja menyaksikan dengan mata kepala sendiri kalau istrimu itu tidur di tempat yang amat sangat tidak layak!"

"And then, What’s wrong?"

"Ya jelas salah lah, memangnya kamu sendiri mau tinggal di gudang jelek dan kumuh seperti itu?"

"Mana mungkin aku yang notabene pemilik rumah ini mau-maunya tinggal di situ, huh enak aja!"

"Kalau kamu sendiri tidak mau tinggal di situ, kenapa kamu malah nyuruh istrimu yang tinggal di situ Fero, bukankah ini tidak adil?"

"Siapa yang bilang itu tidak adil? yang bilang tidak adil itu cuma kamu saja Al, bagaimana dengan keadilan untuk kakakku yang sudah disakiti? bagaimana dengan keadilan untuk kakakku yang sudah sangat menderita karena dicampakkan wanita itu? bagaimana keadilan untuk kakakku yang harus mati merenggang nyawa karena gantung diri? apa ada keadilan untuk kakak satu-satunya yang kumiliki itu? hanya dengan membuat wanita itu menderita, menangis, sakit hati yang teramat sangat itulah keadilan yang seharusnya wanita itu dapatkan, dia harus merasakan berlipat-lipat penderitaan yang sudah dia buat untuk kakakku! dan aku tidak akan berhenti sebelum aku melihatnya hancur berkeping-keping, ingat itu baik-baik!" ucap Fero penuh amarah kemudian berlalu pergi meninggalkan Al seorang diri.

"Aku sudah tidak mengenal Fero yang dulu lagi, peristiwa mengenai Fadli bunuh diri itu benar-benar merubah sifat aslinya, Fero yang ku kenal adalah sosok yang baik, penyayang, sangat menghormati wanita, selalu tidak tega bila menyaksikan penderitaan seseorang yang berada di depan matanya secara langsung, tapi Fero yang sekarang benar-benar berubah!" Desah Al dalam hati.

Altara segera bergegas keluar dari ruang kerja Fero, dengan perlahan ia menyusuri lorong rumah, dituruninya anak tangga yang berjejer di hadapannya, saat itu Al benar-benar merasa dilema, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan dalam situasi seperti sekarang ini. Di satu sisi ia melihat trauma dan sakit hati dari saudara sepupunya itu karena harus kehilangan saudara satu-satunya yang teramat sangat disayanginya dengan cara yang tragis, tapi di sisi lain ia juga harus menyaksikan seorang istri yang teraniaya secara verbal dan mental. Al juga sanksi apa benar bahwa Sinta adalah orang yang dimaksud Fero sosok yang telah menyebabkan Fadli bunuh diri? entahlah Al benar-benar bingung dengan situasi ini, ia hanya terdiam membisu menatap alam di hadapannya itu dengan rasa tak enak hati.

                          

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
sinta ga lanjutin kuliah?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status