Share

Bab 3

Author: mevisa
last update Last Updated: 2025-06-17 10:56:54

Setelah berhadapan dengan Jessica, Annisa berjalan ke kamarnya untuk terakhir kali. Ruangan itu terasa dingin dan asing, semua barang pribadinya sudah dibereskan oleh Bibi Nuri. Kosong.

Pandangannya berkeliling, lalu berhenti di atas meja nakas. Sebuah cincin berlian berkilauan di sana. Cincin kawinnya.

Tanpa ragu, ia melepas cincin itu dari jarinya dan meletakkannya di atas meja. Sebuah penutup yang final. Ia tidak akan meninggalkan apa pun yang berhubungan dengan Baskara, sama seperti ia tidak akan membawa apa pun dari pria itu.

"Selamat tinggal, Baskara," bisiknya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

Ia berbalik dan berjalan keluar tanpa menoleh lagi. Setiap langkah menjauh dari kamar itu terasa semakin ringan. Di depan, Bibi Nuri sudah membukakan pintu mobil untuknya.

"Non, biar saya yang menyetir," kata Nuri.

Annisa hanya mengangguk, masuk ke kursi belakang. Ia hanya ingin pergi dari tempat ini secepat mungkin.

Saat mobil perlahan meninggalkan halaman rumah yang megah itu, seorang pria yang bersembunyi di sudut mengeluarkan ponselnya.

"Tuan, Nona Annisa sudah pergi dengan pembantunya—"

Menara Aditama, Jakarta.

Di kantornya yang sunyi, Baskara Aditama menatap ponselnya. Laporan dari kepala pelayan terus terngiang di kepalanya. Annisa pergi. Hanya dengan dua koper, meninggalkan semua yang pernah ia berikan.

"Kenapa dia pergi?" gumamnya, sebuah pertanyaan yang baru pertama kali muncul di benaknya terkait wanita itu.

"Bos," sapa Dylan, asistennya, dari ambang pintu. "Ibu Anda telepon berkali-kali. Katanya penting."

Baskara menghela napas, sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Ia menekan nomor ibunya.

"BASKARA! KENAPA RUMAH ITU KAMU KASIH KE PEREMPUAN ITU?!" sembur Jessica dari seberang telepon. "Kamu sadar tidak, itu rumah keluarga!"

"Ma, rumah itu sudah jadi haknya," jawab Baskara, memijat pelipisnya yang mulai pusing.

"Tapi nanti kalau kamu menikah sama Laura—"

"Ma, nanti aku telepon lagi," potong Baskara, langsung menutup panggilan. Ia tidak punya tenaga untuk berdebat. Ia menoleh ke Dylan. "Ada apa tadi?"

"Pak Johan, pengacara Anda, menelepon, Bos. Katanya ada yang mendesak."

Baskara langsung menghubungi Johan. "Ada apa?"

"Maaf mengganggu, Tuan. Saya hanya ingin melaporkan, Nona Annisa meminta saya untuk menjual semua aset yang Anda berikan, termasuk rumah dan sahamnya."

Dahi Baskara berkerut dalam. Jual? Sebegitu butuhnya dia akan uang? Perasaan aneh kembali menyelimuti hatinya. Rasa penasaran. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan untuk Annisa.

"Johan," kata Baskara setelah jeda singkat. "Rumahnya jangan dijual. Cek harga pasarnya, lalu transfer uang senilai itu dari rekening pribadiku. Lakukan hal yang sama untuk sahamnya."

"Baik, Tuan."

Setelah menutup telepon, Baskara terdiam. Pikirannya dipenuhi oleh Annisa. Kenapa ia melakukan ini? Apa yang ia rencanakan? Untuk pertama kalinya, Baskara benar-benar ingin tahu.

Ia mengangkat gagang telepon interkom. "Dylan, cari tahu di mana dia sekarang."

"Nona Kiels ada di apartemennya, Bos. Beliau bertanya apa Anda jadi datang ke pestanya malam i—"

"Bukan dia," potong Baskara dengan nada dingin yang membuat Dylan terdiam. "Cari istriku."

Ada jeda hening. Baskara sendiri terkejut dengan ucapannya. Ia berdeham. "Maksudku... Annisa."

"S-siap, Bos!" sahut Dylan tergagap, langsung bergerak cepat.

Tak lama, Dylan kembali masuk ke ruangan. "Bos, sudah ketemu. Nona Annisa ada di apartemen lamanya."

Tanpa pikir panjang, Baskara langsung berdiri. Tatapannya tajam dan penuh keputusan.

"Siapkan mobil. Kita ke sana sekarang."

Setelah itu..

Mobil Baskara berhenti di depan sebuah gedung apartemen sederhana. Jalanan sepi. Dari dalam mobil, ia menatap ke jendela di lantai tiga. Lampu kuning remang-remang menyala di sana—kamar Annisa.

Perasaan aneh yang tidak bisa ia jelaskan merayap di hatinya.

"Bos, mau naik?" tanya Dylan dari kursi depan.

Baskara hanya menatapnya tajam, membuat Dylan langsung menelan ludah dan membuang muka. Bodoh! umpat Dylan dalam hati.

Baskara menghela napas. Ia sudah menceraikan Annisa. Tidak ada alasan untuk menemuinya, apalagi setelah Annisa berpesan agar mereka saling mengabaikan jika bertemu. 'Ini pernikahan bisnis,' batinnya mengingatkan diri sendiri.

Saat lampu di jendela itu padam, seulas senyum tipis tanpa sadar terukir di bibirnya. 'Dia sudah tidur.'

"Jalan," perintahnya singkat kepada sopir, lalu menyandarkan punggung dan memejamkan mata.

"Ke mana, Tuan?" tanya sopir.

Setelah hening sejenak, Dylan yang menjawab, "Ke tempat Nona Laura."

Di dalam apartemennya, Annisa baru saja mematikan lampu dan hendak menutup tirai jendela. Matanya menangkap siluet sebuah sedan Maybach hitam yang bergerak pelan menjauh di jalanan bawah. Ia tertegun sejenak. 'Mobil siapa itu?'

Ia mengangkat bahu, tak mau memikirkannya. Apartemen ini, satu-satunya properti yang ia beli dengan uangnya sendiri, terasa seperti satu-satunya tempat miliknya. Tapi ia tahu, ia tak bisa lama di sini. Baskara tahu tempat ini. Ia harus pergi sebelum kehamilannya ketahuan.

Baru saja ia akan merebahkan diri, ponselnya berdering. Nama 'Sean' tertera di layar. Senyumnya langsung merekah.

"Halo, Sean?" sapanya riang.

Di seberang sana, Sean terdengar sedikit kaget. "Eh, Nisa? Sori, ganggu malam-malam, ya?"

"Nggak, kok! Aku belum tidur. Malah senang banget kamu akhirnya telepon," jawab Annisa.

"Syukurlah," balas Sean, terdengar lega. "Gimana keadaanmu? Masih di rumah sakit?"

"Udah nggak. Aku baik-baik aja, kok. Makasih banyak ya, Sean, udah nolongin aku kemarin."

Terdengar jeda sejenak. "Sama-sama, Nisa. Syukurlah kamu baik-baik aja. Yaudah, kamu istirahat gih, kita ngobrol lagi nanti kalau—"

"Sean, tunggu," potong Annisa cepat. Ia merasa harus memberitahunya sekarang. "Aku... aku mau pindah ke Eropa, dalam beberapa hari lagi."

Sean terdiam. "Pindah? Kenapa mendadak? Kamu... ikut suamimu?"

Annisa memejamkan mata sejenak, mengumpulkan kekuatan.

"Sean," katanya pelan, "aku sudah cerai."

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 35

    Alan mengikuti Baskara dari belakang dengan senyum lega. Setidaknya tuannya tidak membatalkan makan malam kali ini.Saat Baskara memasuki ruang tamu, Jessica adalah yang pertama kali menyadarinya. Ia langsung berdiri dan menghampirinya dengan senyum lebar."Anakku, akhirnya kamu datang juga. Ya ampun, kamu makin tampan saja... sini, sini... peluk Mama. Mama kangen sekali, Baskara.""Ma," sapa Baskara, menerima pelukan ibunya dengan kaku.Jessica melepaskan pelukannya. "Kenapa nggak langsung temui kami? Kamu kan sudah tahu kami pulang liburan?""Aku sibuk di kantor, Ma. Nggak ada waktu luang.""Sayang, tolonglah... luangkan sedikit waktu buat dirimu sendiri. Nanti kamu stres dan kecapekanó""Cukup, Jessica!" suara berat dan berwibawa dari belakang membuat Jessica berhenti bicara. William Aditama, suaminya, menatap mereka. Ia tersenyum pada putranya. "Baskara, sini duduk.""Ayahó"Sebelum Baskara sempat bergabung dengan ayah dan kakeknya, ibunya menahan lengannya. "Nak, Mama perlu bicar

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 34

    Baskara, dengan ekspresi datar, menjawab, "Baiklah. Tapi tolong janji kamu akan menghubungiku saat tiba di rumah...""Hmm... Kalau kamu memaksa, aku akan—" Annisa melambaikan tangannya saat ia menekan pedal gas, meninggalkan restoran .Di kaca spion, Annisa melihat Baskara masih berdiri di sana, tatapan khawatirnya terpaku pada mobilnya yang menjauh.Hemff..!"Andai saja kamu memperlakukanku sebaik ini saat kita menikah, Baskara Aditama... Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Tapi, kamu sudah terlambat sekarang..."Ia hanya bisa tersenyum kecut pada kata-katanya sendiri.–Hidden Paradise PalaceSaat Annisa memarkir mobilnya, ia terkejut melihat Dax dan Bibi Nuri sudah menunggunya di depan pintu. Terpesona oleh kelucuan putranya, ia langsung lupa untuk mengirim pesan pada pria yang kini hanya bisa menatap ponselnya dengan cemas.Merasa kecewa karena Annisa tidak menelepon atau mengirim pesan, Baskara naik ke lantai dua dengan ekspresi muram, berniat istirahat sebelum makan malam.Baru

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 33

    Ucapan Annisa terpotong oleh tawa Baskara yang tiba-tiba menggema di ruangan."Hahaha, aku tahu..."'Kenapa dia tertawa!?' Annisa bingung. 'Apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang bisa dia pelintir... lagi!?'"Aku tahu... kamu cemburu sama dia! Oh, Nisa... kan sudah kubilang aku nggak punya hubungan apa-apa sama perempuan itu. Harusnya kamu percaya sama aku."Annisa terdiam, tak bisa berkata-kata."Baskara, selamat tinggal untuk imajinasi liarmu!" katanya kesal. Melihat Baskara hendak bicara, ia langsung menyela, "—Aku nggak ngomongin soal itu. Aku cuma mau kasih tahu, aku berencana menuntut dia!"Annisa akan memberi pelajaran pada Laura Kiels sebelum ia menjadi selebriti papan atas. Beraninya dia main-main dengan Quantum Capital!?"Kamu mau menuntut Laura Kiels?" Meskipun Baskara tidak punya hubungan dengan Laura, sebagai seorang pebisnis, ia terkejut mendengar ucapan Annisa.Bagi agensi hiburan yang bahkan tidak masuk lima besar di negara ini, kehilangan Laura Kiels bisa menjamin

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 32

    Baskara, dengan ekspresi datar, menjawab, "Baiklah. Tapi tolong janji kamu akan menghubungiku saat tiba di rumah...""Hmm... Kalau kamu memaksa, aku akan—" Annisa melambaikan tangannya saat ia menekan pedal gas, meninggalkan rumah Baskara.Di kaca spion, Annisa melihat Baskara masih berdiri di sana, tatapan khawatirnya terpaku pada mobilnya yang menjauh.Hemff..!"Andai saja kamu memperlakukanku sebaik ini saat kita menikah, Baskara Aditama... Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Tapi, kamu sudah terlambat sekarang..."Ia hanya bisa tersenyum kecut pada kata-katanya sendiri.Hidden Paradise PalaceSaat Annisa memarkir mobilnya, ia terkejut melihat Dax dan Bibi Nuri sudah menunggunya di depan pintu. Terpesona oleh kelucuan putranya, ia langsung lupa untuk mengirim pesan pada pria yang kini hanya bisa menatap ponselnya dengan cemas.Merasa kecewa karena Annisa tidak menelepon atau mengirim pesan, Baskara naik ke lantai dua dengan ekspresi muram, berniat istirahat sebelum makan malam.Bar

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 31

    Wajah Baskara menegang mendengar pertanyaan Annisa.'Kenapa dia berasumsi aku menikah dengan Laura? Apa Ibu yang memberitahunya? Sengaja biar dia marah!?' batinnya.Setelah berpikir beberapa detik, semuanya menjadi jelas. Pantas saja sikap Annisa begitu sinis saat pertama kali bertemu di restoran sushi itu.'Dia pasti cemburu, kan?'Baskara menatap lekat mata Annisa, mencoba mencari jejak kecemburuan di sana. Annisa balas menatapnya, dahinya berkerut seolah sedang memikirkan sesuatu. Tak lama, senyum hangat yang menawan perlahan terukir di bibir Baskara."Nisa, aku tahu kamu cemburu. Tapi kamu nggak perlu khawatir soal perempuan itu. Aku nggak punya hubungan apa-apa sama dia, bahkan menyentuhnya pun nggak pernah."Annisa terdiam. Mulutnya sedikit terbuka, tak bisa berkata-kata.'Dia pikir apa? Siapa juga yang cemburu sama dia?' Ia menatap Baskara dengan tajam, tapi pria itu hanya tersenyum, senyum terbaik yang pernah Annisa lihat darinya.Annisa menggelengkan kepalanya pelan, mencoba

  • Mengejarku Setelah Perceraian   Bab 30

    Senyum di wajah Baskara perlahan memudar. "Maaf soal ibuku, Nisa," katanya tulus. "Aku janji hal seperti itu nggak akan terjadi lagi. Ibuku nggak akan pernah muncul di hadapanmu lagi.""Ok, Baskara. Tapi yang kukhawatirkan sekarang bukan ibumu. Aku nggak mau dia sampai ketemu anakku—""Anak kita, Nisa," potong Baskara.Annisa menelan ludah, tapi tidak mengoreksinya. "Baskara, aku khawatir," tangannya terkepal. "Kalau ibumu sampai tahu soal Dax, aku nggak mau dia bertingkah memalukan seperti tadi. Kamu bisa janji?""Tentu saja, Nisa. Kamu istriku, dan Dax anakku. Aku akan melindungi kalian. Nggak akan ada yang bisa menyakiti kalian... bahkan ibuku sendiri."Annisa menghela napas. "Aku bukan istrimu. Bisa serius sedikit nggak, Baskara?""Aku serius. Kamu wanitaku, tentu saja akan kulindungi.""Astaga..." Annisa kehabisan kata-kata. Kenapa pria ini terus-menerus memanggilnya 'istri'? "Tuan Aditama, apa kepala Anda habis terbentur sampai lupa kalau kita sudah cerai?"Baskara terdiam."Ser

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status