Share

Menguak Kebohongan Suamiku
Menguak Kebohongan Suamiku
Penulis: Bintu Hasan

Bab 1

~Jangan tertipu dengan seseorang yang kamu lihat baik, sopan dan ramah. Sejatinya setiap insan selalu menyembunyikan aib sendiri terlebih ketika menginginkan sesuatu. Dalam hal apa pun termasuk dalam memilih jodoh, selalu libatkan Allah.~

____Bintu Hasan____

***

"Mas, ponselnya kenapa di-charger lagi, bukannya sebelum isya tadi sudah penuh?" tanyaku ketika melihat Mas Agung meletakkan ponsel di nakas.

"Biar tahan lama, Dek," jawab Mas Agung dengan senyum kikuk.

Aku sedikit bingung dengan jawaban yang selalu sama. Sebenarnya ini bukan kali pertama, Mas Agung memang selalu melakukan itu ketika pulang dari Bengkulu.

Namun, untuk menghindari masalah rumah tangga, aku kembali diam. Mas Agung mendekat, mencium pucuk kepalaku sebelum akhirnya tertidur pulas.

Mata terbuka pelan, aku melirik jam dinding yang sudah menunjuk angka sebelas malam. Ketika melirik ke samping, aku melihat Mas Agung memainkan ponsel dalam keadaan memunggungiku.

"Tenang saja, kita aman!" bisik Mas Agung seraya mendekatkan benda pipih berwarna hitam itu ke wajahnya. Dia mengirim voice note pada seseorang.

Aku mengangkat kepala diam-diam untuk mengintip jangan sampai ketahuan, tetapi sulit. Apalagi Mas Agung  berdehem seperti menyadari sesuatu. Buru-buru aku menarik selimut, menutupi seluruh kepala.

Mas Agung terkekeh pelan. Kali ini suaranya semakin terdengar jelas. Mungkin dia membalik badan khawatir aku bangun dan mengintip. Baiklah, biar telinga saja yang mendengar semuanya.

"Iya, besok kita ketemu. Kamu tidak perlu risau, Sayang," bisik Mas Agung lagi mengakhiri kalimat itu dengan kecupan basah yang terdengar menjijikkan.

Hati tiba-tiba merasakan perih, air mata pun menjadi saksi bisu perbuatan Mas Agung. Dia selingkuh, tetapi aku belum tahu dengan siapa.

Detik selanjutnya Mas Agung mendesah nikmat. Aku tidak tahu apa yang sedang dilakukan, apakah hanya suara atau berlanjut pada adegan tidak senonoh, misalnya saja video call sex.

Tawa Mas Agung begitu menyakitkan, beruntung selimut menutupi wajah atau akan ketahuan. Ternyata suamiku bermain api dengan perempuan lain, pantas saja satu bulan ini dia sering bangun tengah malam.

"Iya, aku sudah beli hadiahnya. Ningsih tidak akan tahu karena kalung itu aku sembunyikan." Suara Mas Agung kembali terdengar.

Setelah beberapa menit berlalu, dia memegang kepalaku. "Nengsih?"

Aku sengaja tidak menyahut, malah bergerak memunggunginya tanpa menyibak selimut. Entah apa maksud Mas Agung memanggil namaku.

"Nengsih benar-benar lelap, kita bisa lanjut. Dia kalau udah tidur emang susah bangunnya."

Bibir tersenyum miring, rupanya memanggil namaku tadi untuk memastikan dia tidak ketahuan. Bodoh sekali kamu, Mas!

Waktu terus berputar, aku tidak tahu sudah pukul berapa yang pasti dua orang dewasa itu sedang dimabuk asmara. Keduanya sama-sama mendesah nikmat. Aku tahu karena Mas Agung menambah volume suara ponselnya.

***

Lepas salat subuh, aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Kali ini masih menu yang sama; nasi goreng dan telur dadar karena itu kesukaan Mas Agung.

Sekalipun perut sudah mulai membuncit karena hamil, tetapi tidak pernah membatasi pergerakanku. Ayah mertua selalu meminta kami menginap di rumahnya, tetapi aku menolak halus karena tidak ingin memberatkan.

"Mas!" panggilku setelah semua sudah terhidang di meja makan. Namun, berulang kali aku memanggil, tidak ada respon.

Khawatir dia sedang mencari sesuatu, aku menyusul ke kamar. Di balik daun pintu yang terbuka setengah, aku bisa melihat Mas Agung melakukan panggilan video dengan seorang perempuan.

Mereka tertawa bahagia. Aku tidak bisa mengenali betul siapa perempuan itu karena sebagian wajahnya ditutupi selimut. Perih kembali merajai hati, tetapi berusaha aku telan sepenuhnya.

"Mas, sarapan sudah siap!" panggilku setelah mundur beberapa langkah tadi.

Semua aku lakukan agar Mas Agung tidak tahu aku sempat memergokinya. Bukan berarti lemah dan membiarkan suami bahagia dengan perempuan lain, tetapi aku tidak ingin bertindak gegabah.

Sesampainya di depan pintu, Mas Agung terlihat memasang dasi dengan ponsel terletak manja di tempat tidur. Aku memaksa senyum agar dia mengira semua baik-baik saja.

"Pagi ini kamu cantik sekali, Dek!" puji Mas Agung mengecup lembut keningku.

Jujur, kini aku merasa risih diperlakukan seperti itu setelah kejadian semalam. Namun, untuk menghindar akan menimbulkan kecurigaan sehingga gagal mengetahui siapa perempuan kedua itu.

Sejak awal aku menekankan pada Mas Agung agar tidak bermain api apalagi memberiku adik madu selama masih sanggup mengurus suami dan bisa memberi anak. Dia setuju, tetapi sekarang malah melanggar.

Kami duduk saling berhadapan. Mas Agung menyendokkan nasi goreng itu ke mulutnya. "Masakan kamu memang selalu enak, Sayang."

"Terimakasih, Mas."

Ponsel Mas Agung berdering, tetapi dia tidak merespon. Mungkin nasi goreng itu benar-benar membiusnya. Aku tidak memasukkan apa-apa, hanya memasak penuh cinta seperti dulu.

"Mas, ponselnya berdering. Kamu makan saja biar aku ambilkan."

"Tidak usah, Dek. Paling orang iseng."

"Siapa tahu penting, Mas!"

Mas Agung melempar sendok di tangannya asal, lalu melenggang masuk kamar. Aku paham sekarang, hatinya benar-benar direbut perempuan lain. Harapan untuk tetap berdua sampai menua kini pupus sudah.

Banyak cerita yang pernah aku baca di aplikasi biru berlogo F bahwa suami selingkuh karena istri yang tidak becus mengurus rumah dan merawat diri alhasil membawa perempuan kedua dalam istananya. Saat itu aku memberi komentar, menegaskan bahwa suamiku orang setia.

Sekarang nyatanya berbeda. Mas Agung sebentar lagi akan mengenalkan aku pada perempuan itu dan menjadikanku babu di sini. Pasti, karena memang selalu berakhir demikian dari banyaknya cerita yang aku baca.

"Mas, sudah mau berangkat?" tanyaku mengekorinya dari belakang.

Mas Agung tidak menjawab, dia melangkah begitu cepat sambil menggantung kunci mobil di jari telunjuk kirinya. Sebuah mobil yang kami beli sehari setelah menikah.

Ya, dulu aku bekerja di Dinas Pendidikan, tetapi setelah menikah dengan Mas Agung dia memintaku resign dan menjadi ibu rumah tangga saja. Katanya, perempuan lebih baik merawat diri di rumah dan menanti suami pulang.

Aku bahagia karena merasa dijadikan ratu oleh suami. Akan tetapi, ratu yang memiliki seorang selir.

"Kamu jangan ke mana-mana, mas akan pulang telat karena ada meeting di luar." Mas Agung mengulur tangannya untuk kucium dengan takzim seperti biasa.

"Kira-kira pulang jam berapa, Mas?"

"Mungkin jam sepuluh malam."

Tidak ada pilihan, aku hanya mengangguk. Mas Agung pamit, tetapi langkahnya terhenti begitu melihat Ainun. Tanpa meminta izin, dia langsung mengajak berangkat bersama padahal belum tahu perempuan akan ke mana.

Mereka terlihat ramah. Namun, aku tidak boleh berprasangka buruk toh kami tetanggaan apalagi Ainun sudah punya suami, mapan lagi tampan. Perempuan itu juga memakai jilbab saat ke luar rumah, tidak mungkin gatal pada Mas Agung.

"Mas, kamu tahu aja kalau kita searah!" seru Ainun dengan suara manja. Dia bahkan membuka pintu depan mobil membuat kedua alisku saling bertaut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status