Share

Bab 2

Author: fu84story
last update Last Updated: 2025-10-10 16:28:11

“Jaga FoodBeary baik-baik selama saya tidak di sini, ya,” ucap Pak Junaedi memberikan pesan kepada Mira yang terlihat kedua mata sembab saat perpisahan kecil-kecilan di ruang utama.

Sudah minggu kedua, akhirnya Pak Junaedi resmi berbenah dari FoodBeary. Benar-benar meninggalkan kesan mendalam bagi para pegawai, termasuk divisi digital marketing yang menuai sorotan atas kinerja yang bagus.

Mira tak henti-hentinya mengeluarkan air mata sambil terus memegang kedua tangan berkeriput itu—yang mana beliau sudah dia anggap sebagai bapak sendiri.

“Pak. Kalau Bapak benar-benar ingin menenangkan diri dari pekerjaan, Bapak jangan lupa untuk tetap kasih kabar di grup. Kami nggak akan mengeluarkan Bapak di grup itu, dan bila Bapak mau kasih motivasi, tidak masalah, selama itu bisa jadi semangat buat kami,” ucap Mira sambil memberikan pesan pada beliau.

Pak Junaedi tak akan lupa bagaimana beliau mengapresiasi kinerja Mira di FoodBeary, meskipun Mira tetap datang ke ruangannya dan mencurahkan keluh kesahnya atas apa yang dialami.

Walau demikian, Pak Junaedi bangga bisa menjalankan perusahaan dengan baik, dan dia akan memercayakan petinggi yang mengambil alih FoodBeary miliknya.

“Bapak jangan lupakan saya,” ucap Mira mengingatkan, sambil perlahan memeluk Pak Junaedi. “Saya tidak akan melupakan Bapak, meski Bapak nggak lagi jadi CEO di sini.”

Pak Junaedi mengangguk mengerti. “Iya. Mana mungkin sih saya tega begitu sama kamu.”

Setelahnya beliau tertawa, lalu tangisan Mira tak terhindarkan seolah kesedihan dari para pegawai dianggap enteng oleh beliau.

“Bapak nggak boleh ketawa kayak gitu, nggak lucu.” Mira yang tadi melepas pelukan, langsung memeluk Pak Junaedi lagi seakan dia adalah anak kandung yang enggan berpisah dengan bapaknya.

Semua yang melihatnya merasa terharu–terenyuh oleh kedekatan antara pegawai dan atasan itu. Tidak ada yang bisa mengalahkan kemistri mereka berdua.

“Saya sudah tahu siapa pengganti Bapak, cuman saya masih perlu penyesuaian dengan dia, Pak.”

Mira memberitahu apa yang dia lihat dua pekan lalu, namun melupakannya lagi karena CEO itu jarang datang ke kantor bahkan hanya untuk rapat pun masih belum terlaksana.

“Oh iya, dia bilang, kalau dia aktif itu cuma sekadar pindahkan barang-barang ke kantor,” ujar Pak Junaedi memberikan informasi kepada Mira. “Dan mungkin hari ini, dia akan datang. Dia memanggil perwakilan divisi–termasuk kamu, untuk ikut rapat besar.”

Mira tersenyum kecut. Tentu saja, dia tahu rupa CEO itu, yang mana adalah seorang murid kutu buku yang menjadi sasaran perundungannya di masa SMA.

Mira mencoba buat menghempaskan kenangan buruk dari dalam kepalanya, berusaha agar dia dapat beradaptasi dengan CEO tersebut. Namun dia terus-menerus ingat perlakuan buruknya, entah dengan cara apalagi dia melupakannya.

“Kamu udah tahu kan namanya siapa?” Pak Junaedi memastikan. “Dia bahkan keliling perusahaan untuk ngenalin diri.”

“Iya, namanya Firman Setiawan,” balas Mira sedikit terkekeh.

Nama yang Mira lontarkan barusan hampir membuatnya tercekat. Dia tahu betul. CEO baru itu adalah mantan teman SMA-nya. Dan sekali lagi, lelaki itu adalah korban bullying oleh dirinya.

“Tapi yang jelas, siapapun yang menggantikan Bapak sebagai CEO, nggak akan pernah bisa seperti Bapak.” Mira mengakui dengan tekad penuh. “Hanya saja, saya ingin memeluk Bapak lagi sebelum Bapak benar-benar pergi dari sini.”

Mira kembali memeluk atasan lamanya, lalu dia merasakan punggungnya ditepuk pelan oleh Pak Junaedi.

Sementara itu, rekan-rekan lain mulai berbaris untuk bersalaman dan memberikan pelukan singkat. Ada yang menangis, ada yang hanya tersenyum getir, dan beberapa mencoba menyembunyikan ekspresi haru mereka dengan pura-pura sibuk.

“Saya benar-benar pergi.” Pak Junaedi mengeratkan tas punggung besarnya ke belakang tubuh. “Jangan lupa jaga kesehatan kalian. Semoga kalian bisa beradaptasi dengan CEO baru. Terutama untuk divisi digital marketing. Dan semua divisi yang ada di sini.

Semua mengiyakan, termasuk Mira. Selesai prosesi sederhana itu, Pak Junaedi pamit dari ruangan dengan langkah tenang. Beliau masih sempat melambaikan tangan dan memberi senyum terakhir sebelum pintu lift tertutup perlahan.

Begitu pintu tertutup rapat, seluruh ruangan seolah ikut menghela napas panjang. Mira pun menatap kosong ke arah pintu yang sudah tak terbuka lagi.

“Sekarang ... semuanya benar-benar berubah,” bisiknya dalam hati.

***

Usai istirahat siang, ruangan konferensi lantai sembilan mulai dipenuhi staf dari berbagai divisi. Beberapa wajah tampak penasaran, sebagian pula menegang.

Mira duduk di barisan tengah, mengenakan blouse putih sederhana, dengan rambut yang diikat setengah, seperti yang biasa dia lakukan saat ada rapat penting.

Layar besar di depan ruangan menampilkan logo FoodBeary, diikuti musik latar instrumental yang tenang. Setelah lima menit, pintu ruangan terbuka.

“Selamat siang semuanya,” suara lantang dari salah satu anggota dewan direksi terdengar.

Mira memperhatikan dengan seksama. Di belakang pria itu, tampak seseorang berjalan masuk.

Tubuhnya tegap, wajahnya tenang, dan—benar saja. Mira merasa gugup dan gemetar bila melihat pria tersebut.

“Beneran Firman ternyata. Aku memang nggak salah lihat dari pertama dia muncul di divisiku,” gumam Mira pelan sambil menghela napas berat.

Mira yang tenang berada di barisan tengah, tampak mengikuti pergerakan pria tersebut. Pria yang bernama Firman itu berdiri tepat di bawah layar presentasi. Jangan lupa, sorot wajahnya tegap, sikap tenang, juga auranya penuh wibawa.

Ruangan mulai hening, semua pasang mata tertuju pada pria tersebut. Terlihat dia mengenakan setelan abu-abu gelap yang pas di badan, dasinya rapi, dan langkahnya mantap ketika berjalan ke depan.

“Silakan perkenalkan diri,” ucap anggota dewan–merentangkan tangan lurus untuk mempersilakan Firman unjuk muka.

Firman memperbaiki mic ear miliknya dan berdeham sebentar untuk memantapkan suara. “Baik, terima kasih atas kesempatannya. Bila kalian belum tahu nama saya karena saya sendiri tidak keseluruhan keliling perusahaan, maka saya akan memperkenalkan diri lagi.”

Mira mulai memperhatikan. Dia benar-benar menyesuaikan diri agar tidak canggung nantinya bila berhadapan dengan Firman.

“Nama saya Firman Setiawan. Umur saya 32 tahun, dan saya single.” Tak ragu-ragu, Firman berucap gamblang terkait status, lalu segera menyela, “Tapi jangan harap para pegawai di sini suka sama saya. Saya tidak mau ada percintaan di sini.”

Mira sedari tadi hanya bersikap biasa. Bila semua pegawai tertawa, dia ikut tertawa. Dia cuma mengikuti reaksi orang lain.

“Mulai hari ini, saya resmi menjabat sebagai CEO FoodBeary. Menggantikan Pak Junaedi Santoso.”

Deg. Jantung Mira berdetak kencang, begitu akhirnya kepemimpinan FoodBeary berpindah tangan ke Firman.

Meski dihantui rasa bersalah, dia tetap harus bersikap tenang. Bagaimanapun itu hanya masa lalu. Sia-sia bila harus mengingatnya. Pun Firman tidak bakal ingat tentang perlakuannya.

Firman menambahkan dalam sambutannya. “Saya yakin kalian khawatir dengan sistem yang akan saya terapkan di perusahaan ini. Tenanglah, saya nggak akan mengubah semua itu. Saya mungkin bakal mengembangkan lebih banyak potensi ke arah digital dan ekspansi global.”

Tepuk tangan pun bergemuruh, sebagian cuma bertepuk sopan. Mira ikut, tapi tidak seantusias mereka.

Mira kembali merasakan jantungnya berdetak. Rasa bersalah menggerogoti diri. Tak pernah terbayangkan bila harus satu tempat dengan korban rundungannya sendiri. Dia harus cari cara sekali lagi untuk melupakannya.

“Aku merendahkan dia dulu, dan sekarang, dia berdiri menduduki puncak jabatan, lebih atas dari aku,” gumamnya bernada lirih.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Kontrak Karena Merasa Bersalah   Bab 5

    Jam kerja selesai sejak jam 5 sore tadi. Bahkan semua pegawai sudah pulang duluan dan ruangan divisi hening. Mira tentu masih terpaku di kursinya. Matanya menatap angka-angka yang berjejer di layar, grafik engagement yang naik turun, persentase CTR yang kadang anjlok, kadang melonjak.Selama pengerjaan itu, dia menarik napas panjang. Di balik kepalanya, ada satu pikiran yang mengusik: kenapa harus Firman yang memberi tugasnya? Kenapa tidak Bu Nia saja, seperti biasa?Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam saat tersadar ruangan makin sepi. Hanya lampu meja yang menemani. Mira meregangkan bahu, berusaha menepis rasa lelah. Tapi semakin lama menatap layar, semakin sering wajah Firman muncul di benaknya.“Firman Setiawan …” Dia mengucap pelan nama itu, nyaris seperti gumaman.Dan tiba-tiba, kenangan itu menyeruak. Koridor SMA dengan dinding hijau pucat. Suara tawa teman-teman sekelas. Dirinya—Mira remaja—berdiri dengan tangan terlipat, melontarkan kalimat yang ia angg

  • Menikah Kontrak Karena Merasa Bersalah   Bab 4

    “Oh … Maaf, Pak! Saya nggak sengaja!”Mira nyaris menabrak CEO baru itu. Saat tahu pria tinggi besar berada di depannya, Mira segera membuat jarak. Satu tangan kirinya memegang kantong kertas berisi makan siang dari warung langganannya, sementara tangan kanan buru-buru merapikan helaian rambut yang tertiup angin dari pintu otomatis.Firman yang berjalan mengitari lobby, sempat terhenti ketika melihat sosok itu. Mira. Dengan nama lengkap Mira Hartono. Nama yang mana masih mengendap di kepalanya saat pertama kali melihat papan nama yang tercetak jelas di meja kubikel itu. Nama yang dulu, di masa SMA, tak pernah berarti baik untuknya.“Nggak apa-apa,” jawabnya datar bernada sopan. Suaranya dibuat seprofesional mungkin, meski tatapannya tak bisa sepenuhnya menghindari dari wajah Mira.Balasan Mira hanya senyuman yang kaku, seolah tahu dirinya berada di posisi yang tak nyaman.“Emm, Anda … habis rapat ya pak?” tanya Mira sekadar basa-basi, suaranya kini lebih rendah dari biasanya.Firman m

  • Menikah Kontrak Karena Merasa Bersalah   Bab 3

    “Jadi gimana, Man?” tanya Pak Junaedi antusias. “Kamu tidak mau ambil tawaran yang sudah saya katakan barusan?”Ekspresi beliau separuh bercanda, separuh serius. Bagaimana tidak? Beliau memanggil Firman–anak kolega lamanya berkumpul ke kafe cuma sekadar mempertimbangkan jabatan yang sedang dia emban.CEO. Jabatan tertinggi yang mana Firman harus ambil alih, karena Pak Junaedi pun merasa ingin perusahaan miliknya punya suasana baru.“Pak. Perusahaan Anda bisa terbilang bagus loh.” Firman mengangkat map berlogo FoodBeary yang tadi Pak Junaedi kasih. “Juga, saya baru aja pulang loh dari LN. Kepala saya masih kebawa suasana santai, masa langsung loncat jadi CEO.”Benar. Firman belum lama ini kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan magister computer science di salah satu kampus bergengsi di Vancouver. Tentu dia balik rumah hanya niat sederhana, yaitu beristirahat, menikmati waktu bersama keluarga, dan sesekali membantu bisnis kecil mamanya. Pekerjaan dalam jangka besar sama sekali tak a

  • Menikah Kontrak Karena Merasa Bersalah   Bab 2

    “Jaga FoodBeary baik-baik selama saya tidak di sini, ya,” ucap Pak Junaedi memberikan pesan kepada Mira yang terlihat kedua mata sembab saat perpisahan kecil-kecilan di ruang utama.Sudah minggu kedua, akhirnya Pak Junaedi resmi berbenah dari FoodBeary. Benar-benar meninggalkan kesan mendalam bagi para pegawai, termasuk divisi digital marketing yang menuai sorotan atas kinerja yang bagus.Mira tak henti-hentinya mengeluarkan air mata sambil terus memegang kedua tangan berkeriput itu—yang mana beliau sudah dia anggap sebagai bapak sendiri.“Pak. Kalau Bapak benar-benar ingin menenangkan diri dari pekerjaan, Bapak jangan lupa untuk tetap kasih kabar di grup. Kami nggak akan mengeluarkan Bapak di grup itu, dan bila Bapak mau kasih motivasi, tidak masalah, selama itu bisa jadi semangat buat kami,” ucap Mira sambil memberikan pesan pada beliau.Pak Junaedi tak akan lupa bagaimana beliau mengapresiasi kinerja Mira di FoodBeary, meskipun Mira tetap datang ke ruangannya dan mencurahkan keluh

  • Menikah Kontrak Karena Merasa Bersalah   Bab 1

    “Dalam waktu dekat, saya akan mengundurkan diri sebagai CEO.”Ucapan itu mengalir begitu saja dari bibir Pak Junaedi. Membuat Mira Anindita Hartono—31 tahun, seorang content strategist di divisi digital marketing. Dia nyaris menjatuhkan gelas air mineral yang sedang ia genggam. Sejenak, tubuhnya membeku. Jantungnya berdegup pelan namun tidak tenang.“Ma—maksudnya, Pak? Bapak mau … mengundurkan diri?” tanya Mira perlahan, memastikan bahwa ia tidak salah dengar. “Nggak. Nggak mungkin Bapak mundur dari jabatan Bapak gitu aja.”Rasanya seperti mendengar kabar buruk di siang bolong. Mira belum bisa memercayai bahwa seorang CEO yang ia anggap seperti ayahnya sendiri, justru tiba-tiba membuat keputusan sebesar itu.Padahal selama ini, Pak Junaedi tidak pernah terlihat tertekan. Justru beliaulah yang selalu memberikan semangat kepada para pegawai, dari divisi manapun. Termasuk Mira yang baru genap enam bulan bergabung di FoodBeary. Perusahaan jasa pengantaran khusus makanan yang sedang berkem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status